Evi menatap Liam seraya meremas ujung bajunya sendiri. Dia tidak bisa tenang. Hatinya berdenyut cepat, dadanya sesak oleh bayang-bayang yang membelit pikirannya.Liam yang berdiri tak jauh darinya, bersandar di kusen pintu dengan tangan terlipat di depan dada.Matanya tak lepas menatap Evi—tatapan dalam, penuh intensitas yang membuat tubuh perempuan itu seolah sulit bergerak."Evi," suara Liam terdengar rendah namun mantap.Evi menoleh, tatapan matanya ragu. “Pak Liam ... ini salah,” ucapnya dengan pelan.Liam menggeleng kemudian melangkahkan kakinya menghampiri Evi. “Tidak. Ini tidak salah,” katanya tegas. “Perasaan bisa berubah kapan saja, bukan? Aku tahu kamu terkejut. Tapi itu kenyataan yang harus kamu tahu, Evi.”Evi menggigit bibirnya mendengarnya. “Tapi ... saya cuma pembantu di rumah ini, Pak. Derajat saya nggak pantas disandingkan sama Bapak.”Liam tertawa pelan. “Kalau hatiku sudah tertaut padamu, kamu pikir aku masih peduli pada status? Tidak, Evi. Aku tidak peduli dengan s
Terakhir Diperbarui : 2025-07-20 Baca selengkapnya