“ARrrghhh. ..”Ken mencongkel peluru dari bahu Michael dengan tang cekatan, namun tak ada rasa belas kasihan dalam gerakannya. Darah menetes ke baki logam, mengisi udara dengan aroma besi yang tajam. Michael menggertakkan giginya hingga rahangnya bergetar, namun tidak bersuara lagi—ego yang terlalu besar untuk merengek.“Gila,” gumam Livia lirih, memalingkan wajah saat serpihan daging terangkat bersama peluru.Ken menoleh sekilas padanya, meneliti reaksi Livia. “Kau harus terbiasa. Dunia tempatmu berdiri sekarang bukan tempat yang ramah.”Livia hanya mengangguk pelan. Napasnya berat, dadanya naik turun. Meskipun ia tidak terluka secara fisik, trauma dari kejaran tadi masih membekas. Helikopter, ledakan, suara tembakan Alessandro yang begitu dekat—semuanya membuat adrenalinnya masih membanjiri tubuh.“Ken,” panggil Michael dengan suara serak, “berapa lama sampai aku bisa menembak lagi?”Ken menarik benangnya untuk menjahit luka. “Tiga hari kalau kau tidak tolol dan istirahat. Tapi meng
Terakhir Diperbarui : 2025-07-26 Baca selengkapnya