Altar terdiam lama, dadanya terasa sesak. Tatapan Gianina yang penuh luka seolah menusuk hingga ke dasar jiwanya. Perlahan, ia berjongkok di hadapan wanita itu, meraih tangannya yang bergetar.“Gia,” suaranya parau. “Aku sadar. Aku pernah jadi laki-laki paling pengecut. Waktu itu, aku berani berbuat … tapi saat kau butuh aku bertanggung jawab, aku justru lari. Aku bahkan—” suaranya pecah, ia menunduk menahan perih—“aku bahkan pernah minta kamu menggugurkan Fariz. Tuhan betapa hinanya aku.”Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh. “Dan sekarang, anak yang dulu ingin kubuang justru tumbuh rupawan, cerdas, mirip aku. Setiap kali aku lihat wajahnya, aku cuma bisa bertanya apakah aku pantas dipanggil ayah? Atau aku selamanya hanya penjahat yang melukai ibu kandungnya?”Gianina menutup mata rapat, air matanya tak terbendung. Ingatannya kembali pada hari-hari paling kelam: perutnya yang makin membesar, tatapan orang-orang yang mencibir, keluarga yang menutup pintu, sampai harus berj
Last Updated : 2025-08-19 Read more