All Chapters of Cinta Tanpa Isyarat : Chapter 11 - Chapter 20

"Tapi kenapa? Apa lo masih kepikiran sama masalah itu?" tebak Nandra, nadanya begitu lembut. Sungguh, ia tak tahan melihat Zahra yang kembali bersedih. Zahra menggeleng lagi, kali ini lebih pelan. "Enggak. Gue cuma kepikiran sama dia. Melihat perlakuan lo ke gue, gue jadi keinget dia." Suaranya lirih, wajahnya kembali tertunduk. "Dia siapa? Mantan lo?" tanya Nandra cepat. Ada nada cemburu yang masih samar di balik pertanyaannya. Membicarakan soal mantan, entah kenapa hatinya langsung tak enak. Bukannya menjawab, Zahra malah tak kuasa menahan air matanya. Isakan kecil terdengar semakin lama semakin pecah. Tangisnya terdengar begitu memilukan. Tanpa pikir panjang, Nandra langsung meraih bahu Zahra, lalu menariknya lembut ke dalam pelukan hangatnya. Tangannya mengusap lembut rambut Zahra, mencoba untuk menenangkan. "Udah, Ra.. nggak usah ditangisi orang kayak dia. Gue emang nggak tau siapa mantan lo, tapi lo nggak berhak ngerasa sedih gara-gara dia," ujarnya dengan bisikan lirih di

"Jangan kira saya nggak tau semua kelakukan kamu di luaran sana. Saya tau semuanya, Zahra!" kata Sinta saat melihat keponakannya diam saja. "Kamu sudah berani berbohong?" tanya Faisal, suaranya datar dan ada serak-seraknya, seakan sedang menahan kekecewaan. "Bukan gitu, Yah. Tadi emang aku keluar sendiri. Tapi di jalan aku ketemu Nandra, terus kami berdua pergi makan." Zahra menjelaskan kepada mereka semua tentang yang sudah terjadi. "Terus kenapa Nandra pegang-pegang pipi kamu?" "Nandra cuma membersihkan sisa makanan yang ada di sudut bibirku saja, Yah. Dia begitu karena peduli sama aku." Zahra kembali menjelaskan. "Sebenarnya kamu keluar tanpa izin saja sudah buat Ayah kecewa, terus malah kamu berduaan sama dia?" Terlihat dari wajah Faisal yang menggambarkan bahwa beliau benar-benar kecewa dengan anaknya. "Aku keluar rumah ya karena salah Tante Sinta. Dia biang semua masalah ini, Yah. Kalau Tante Sinta nggak buat keributan, mungkin aku nggak bakal keluar rumah tanpa izin!

"What? Lo suka sama adik sepupu lo sendiri?” Triani tak menyangka kalau sahabatnya ternyata mencintai saudara sepupu gadis itu. “Bukan gue. Itu Cuma perumpamaan saja,” ucap Zahra gelagapan. Entah apa yang membuatnya bertanya seperti itu. Atau mungkin saja kemarin ia berhalusinasi kalau Raiyan datang hanya sekadar untuk menghiburnya, makanya ia tiba-tiba berbicara seperti itu. “Yakin nih? Cuma perumpamaan saja? Atau jangan-jangan lo beneran suka sama adik sepp sendiri?” tanya Triani dengan alis yang dinaik turunkan, pertanda bahwa saat ini ia tengah meledek sahabatnya sendiri. “Lo mah nggak pernah percaya sama gue. Malas lah ngobrol sama lo,” gumam Zahra dengan Gerakan tubuh yang mulai beranjak dari tempat duduknya. Karena ucapan Triani yang membuat moodnya berantakan, kini Zahra memilih untuk pergi meninggalkan Triani sendirian di taman sekolah. Langkah kakinya semakin cepat, seolah ingin menunjukkan bahwa ia benar-benar merasa kesal dengan candaa Triani. Walaupun itu Cuma can

Triani : "Buruan list! Gue tunggu loh! Cepat!!"Dirasa sudah cukup membaca pesan grup tersebut, Zahra memilih untuk mematikan ponselnya. Tangan lentiknya menaruh benda pipih itu di atas meja belajar, kemudian ia pun keluar untuk menyantap makanan karena sendari tadi perutnya sudah berdemo, minta diisi. Perlahan kedua kaki jenjangnya menuruni anak tangga, selangkah demi selangkah. Langkahnya terkesan terburu-buru, serta tangan lentiknya terus saja memegangi perutnya yang rata. Tak berselang lama, langkah kaki tersebut sudah sampai tepat di depan meja makan. Sorot mata Zahra sedikit berbinar cerah saat melihat hamparan makanan yang sudah tersaji begitu banyak di atas meja. Tanpa ba-bi-bu, gadis itu menarik kursi dan langsung mendudukinya. Disaat tangannya hampir menyentuh centong nasi, tiba-tiba terdengar suara yang langsung menghentikan kegiatannya itu. Suara itu perlahan mulai menggoreskan kembali luka Zahra yang sebelumnya belum mengering. "Enak banget ya jadi kamu. Makan, tidur,

"Sorry guys, kita telat ya? Tadi macet soalnya."Begitu mobil Triani sudah terparkir rapi di area parkir dan mereka berdua sudah masuk kedalam cafe. Ternyata temen-temen yang lain sudah datang terlebih dahulu. "Gapapa kok lagian masih ada yang belum datang," sahut Fariza sambil menyeruput minuman miliknya. Setelah berjabat tangan layaknya seorang teman, Triani dan Zahra duduk di kursi dan bergabung bersama mereka. Candaan ringan terdengar di malam hari, sehingga membuat suasananya terasa menghangat. Hingga beberapa detik kemudian, pintu cafe terdengar, seolah ada yang baru saja melangkah masuk. Pandangan mereka langsung teralihkan oleh sosok tampan yang sedang berjalan ke arahnya. "Akhirnya lo datang juga, bro!" sahut Kevin setelah mengetahui siapa yang baru datang. Fathan tak menjawab, lelaki itu hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, itupun hanya beberapa detik sebelum kembali ke muka datarnya. Lelaki itu menarik kursi dan ikut bergabung bersama mereka. Sementara Zahra, gadi