Semua Bab Kecanduan Setelah Menikah: Bab 61 - Bab 70

Makan malamnya dijadwalkan pada pukul delapan dan ditetapkan di ruang privat sebuah restoran rooftop pusat kota.Ketika kelompok Zoey tiba, Tessa sudah berada di ruang privat itu. Hidangannya telah dipesan dan akan disajikan setelah semua orang tiba.Zoey tahu bahwa semua hidangan di atas meja adalah makanan favorit Zayden, yaitu hidangan dengan tingkat pedas ringan.Meskipun seleranya cenderung hambar, Zayden menyukai makanan yang sedikit pedas. Setiap kali Zoey makan malam bersamanya, para pembantu di rumah akan menyiapkan seporsi hidangan yang sedikit pedas dan sisanya adalah yang cenderung hambar.Setelah mereka duduk, Zayden memesan seporsi makanan tambahan yang tidak lain adalah salad ketumbar ....Cih! Zayden benar-benar ingin beradu dengannya? Ketika seorang cowok mulai bersikap perhitungan, cewek benar-benar tidak dapat menandinginya.Tessa duduk di sebelah Zayden. Sementara itu, Zoey tidak ingin duduk dekat-dekat dengan Zayden, tetapi Jerry malah mendorongnya untuk duduk di s

Kenali posisimu saat ini. Itu adalah cara Zayden untuk mengingatkan Zoey bahwa saat ini, mereka adalah suami istri."Kamu makan saja dulu."Kemudian, Zayden berjalan ke kamar mandi.Zoey menggigit sumpitnya dan menatap bayangan segitiga terbalik sempurna Zayden di kamar mandi. Dengan pipinya yang memanas, dia segera memalingkan muka, lalu duduk di depan meja komputer dan mulai makan.Rasanya masih sama, tetapi Zoey merasa seperti mengunyah sesuatu yang hambar.Zayden selesai mandi dan keluar pada pukul 11. Di bahunya, masih terkandung handuk kering untuk menyeka rambut. Dia duduk santai di sofa dengan mengenakan headset dan mulai membaca dokumen yang baru saja dikirim oleh Jerry.Ada tiga kancing yang terbuka pada piama sutra mahalnya dan kulit halusnya samar-samar terlihat. Lengan baju yang mengganggu digulungnya hingga ke siku dan memperlihatkan urat-urat biru di tangannya yang jelas. Lengannya tidak putih, melainkan agak kuning langsat.Zoey ingin berbicara dengan Zayden, tetapi Zay

Setelah acara berakhir, Zoey berpamitan dengan Harvey, lalu berjalan ke pintu belakang lokasi acara. Tessa yang kebetulan lewat di belakang Zoey melihatnya. Namun, karena tidak melihat Zayden, dia pun mengamati Zoey untuk sesaat dengan rasa ingin tahu."Zozo."Terdengar suara seseorang yang muda dan penuh daya tarik dari belakang Zoey. Zoey pun memperlambat langkahnya dan menoleh.Seorang pria jangkung dan berperawakan kurus sedang bersandar pada tiang besar. Dia mengenakan setelan olahraga putih dan mantel wol hitam. Dia terlihat lebih dewasa daripada mahasiswa, juga terkesan lembut dan tenang."Kak Finley!" Wajah Zoey langsung berseri-seri. Dia berjalan menghampiri pria itu dan bertanya, "Kok kamu ada di sini?"Pria itu mengelus kepala Zoey dan menjawab sambil tersenyum, "Kenapa kamu masih seimut dulu!"Adegan ini pun difoto oleh Tessa."Bukannya kamu bilang akan menungguku di rumah? Kenapa kamu tiba-tiba datang?" Zoey mengamatinya dan lanjut bertanya, "Sejak kapan kamu jadi setingg

Zoey tahu maksud Zayden. Jadi, dia tidak mengatakan sepatah kata pun sepanjang perjalanan kembali ke kamar. Dia tidak tahu harus mulai menjelaskan dari mana.Tadi, Finley yang mengantar Zoey pulang. Zayden seharusnya sudah mendengar kata-kata perhatian yang diucapkan Finley."Tadi, kami makan di rumah cowok yang mengantarku pulang itu. Yovita dan yang lainnya juga ikut. Dia itu putra guruku. Kami satu sekolah dari SD sampai SMA dan dia sangat baik terhadapku. Aku selalu panggil dia kakak. Aku juga nggak menyukainya."Zoey berdiri di pintu masuk. Dia menatap pria yang sedang berganti sepatu di depannya dan mengatakan semua itu dalam satu tarikan napas."Emm." Seusai mengganti sepatunya, Zayden meletakkan sandal di depan Zoey, lalu melepas sepatu Zoey dan menggantinya dengan sandal."Bukannya kamu marah? Kenapa kamu nggak bicara?" Perhatian Zoey masih terpusat dalam masalah ini. Dia pun membiarkan Zayden membantunya mengganti sepatu."Aku nggak marah.""Ngaku saja. Tadi, siapa yang pangg

Tepat saat mata mereka bertautan, ponsel Zayden berdering. Itu adalah panggilan dari sebuah nomor tak dikenal.Zoey memandangi samping wajahnya dan dahinya yang mulus perlahan-lahan mengernyit."Tanganku kotor. Tolong bantu aku jawab," ujar Zayden sambil melirik ponsel di samping bunga.Zoey mengiakannya, lalu bangkit dengan hati-hati dan duduk di sebelah Zayden. Namun, ruang yang ditempati Zayden terlalu besar dan dia tetap tidak terhindar dari nasib menyentuh tubuh Zayden yang sepanas kompor. Setiap sentuhan membuatnya terasa seperti terbakar arang.Otot-otot Zayden benar-benar keras dan sama sekali tidak selembut kulit, melainkan seperti batu besar.Zayden bergeser sedikit untuk memberi ruang bagi Zoey. Mereka berdua duduk berdesakan di sofa tunggal, layaknya pasangan yang telah lama berpacaran. Zoey mengambil ponselnya, lalu menggeser tombol hijau itu dan menyodorkannya ke hadapan Zayden. Namun, Zayden bahkan tidak meliriknya, hanya fokus memangkas bunga."Halo, Zayden." Itu adala