Pagi ini mendung. Jakarta seperti bersedih, sibuk bermuram durja. Gerimis tipis sempat turun sejak subuh, meski setelah pukul 7 pagi, hanya hawa dinginnya yang tersisa. Dari jendela kamarnya, Juan menatap kesuraman itu dengan nanar. Seorang diri sebab ibunya baru saja pamit untuk menelepon Bi Sani di rumah. Mata berpredasi, ke seluruh ruangan, pada gorden putih, vas bunga dan wangi mawar berwarna merah, pada jam di dinding, lalu berakhir pada kakinya sendiri. Berwarna putih dan tak bisa bergerak. Sebelah kakinya patah, butuh beberapa bulan untuk bisa berjalan kembali normal. Butuh terapi yang lumayan panjang, pun butuh kesabaran seluas samudera dan tetap tenang. Ia bangkit. Terduduk dengan meringis menahan sakit. Ia dipaksa untuk tak bergerak, menikmati kesendirian itu di atas ranjang rumah sakitnya. Padahal, sejak ia kembali siuman dan sepenuhnya sadar, rasanya sudah puluhan atau ratusan kali ia menanyakan kondisi Giva. Hal yang menyedihkan adalah bahwa kedua orang tuanya
Last Updated : 2025-08-21 Read more