All Chapters of Pesona Suami Dingin dan Posesif: Chapter 11 - Chapter 20

Aku berjalan sambil bertelanjang kaki di atas rumput, di taman rumah Darren.Biasanya ada kelinci di taman ini, aku pernah menangkap seekor kelinci. Tapi aku tidak memeliharanya, dia bebas, aku tidak berhak memeliharanya.Lagipula, aku bukan orang yang pintar merawat hewan, di bandingkan hewan itu meninggal, lebih baik aku bebaskan.Aku melihat 2 ekor kelinci. Mereka sama-sama berwarna coklat.Mereka saling mengejar, mereka masuk ke dalam semak-semak.Aku bergerak perlahan ke arah mereka menghilang, tapi saat semakin dekat, hewan itu keluar dari berlari melewatiku.Aku membungkuk dengan cepat dan menangkap dua hewan itu. Menyenangkan pasti jika bisa bermain kejar-kejaran seperti mereka.Dulu aku sering bermain kejar-kejaran bersama Theo dan teman-temannya, yang laki-laki harus menangkap yang wanita. Dan konyolnya, jika sampai tertangkap, si laki-laki berhak melakukan apapun.Saat itu Theo hanya mengejarku, padahal jika dia mau dia bisa menangkap perempuan lain, seperti Alice mungkin y

“Ayo beli boneka, Theo. Aku butuh boneka yang lebih kecil dari kemarin.”“Kau kesulitan memeluknya?” Aku mengangguk.“Terlalu besar.”“Sudah ku bilang, kau itu kecil, boneka itu terlalu besar bagimu.”Ia mencubit hidungku.Aku mendengus.“Tapi kau cantik, walau kecil. Jangan marah, oke?”Aku memeluk lengannya dengan manja. Theo itu tidak semenyebalkan Darren, dia jika bercanda tidak bikin sakit hati.“Hello gadis mungil, kau mau ini?” tanya Louis.Menunjukan boneka doraemon kecil.“Berhenti menggodaku, Louis. Theo akan memukulmu. Ya kan Theo?”Theo mengangguk.Louis menahan senyumnya, lalu ia meletakan boneka doraemon yang di tangannya.Aku melepaskan tanganku di lengan Theo, lalu berkeliling.Ini rumah boneka, lebih banyak boneka dari tempat kemarin yang aku dan Theo kunjungi.“Leora,&rdquo

***Aku memakai baju yang Darren berikan setelah selesai merias wajahku.Walau sekarang kami terlihat berbaikan dan Darren mulai banyak berbicara lagi, tapi aku tetap masih merasa canggung dengannya.Aku mengambil sebuah heels di rak sepatu lalu memakainya.Kali ini aku sedikit lebih tinggi.Pattie mengajak kami makan malam di restaurant sebagai pesta kecil hari ulang tahunku. Aku harap orang tuaku bergabung, aku merindukan mereka.“Ayo kita keluar,” aku mengangguk.Darren mengulurkan tangannya padaku, aku menerimanya lalu kami keluar dari kamar.Zeke terlihat tampan, Pattie juga terlihat cantik tapi Jeremy belum terlihat. Zeke tersenyum meledek ke arah Darren. Aku tidak tau, kenapa ia memberikan senyuman seperti itu.“Kalian gila, apa yang kalian lakukan di kamar membuat seisi rumah panik, aku pikir Leora mengalami kekerasan fisik,”—dia melakukan itu.Aku mengalami kekerasan fisik yang membuat aku menikmatinya. Oh shit. Kenapa aku menjadi mesum seperti ini? Aku meremas jari Darren t

***Aku memangku boneka coklat besar yang Darreen berikan dan memeluknya sepanjang perjalanan pulang.Boneka, pakaian kami dan beberapa barang kami memenuhi jok belakang.“Kau bisa menyupir, Leora?” aku mengangguk.“Theo mengajariku, dia juga membantuku memiliki surat izin mengemudi.”Suasana kembali hening.Aku menggerakan tanganku ke hidung boneka ini, lalu memegangnya dengan gemas. Aku ingin segera sampai rumah lalu menata semua boneka-ku di kamar.“Boleh aku menyalakan radio?” Darren mengangguk.Aku segera menyalakan radio dan menyetel volumenya sesedang mungkin, agar tidak menganggu konsentrasi Darren.“Ingat, jangan menyanyi,” aku mengangguk.Radio memutar lagi Christina Perrie – Thousand Years. Aku ingin bernyanyi, ini lagu yang pernah Theo nyanyikan untukku.Kami sering bernyanyi ini sepanjang perjalanan pergi kemanapun.Sayangnya Darren tidak mengizinkan aku bernyanyi.Aku mengambil handphoneku lalu mengambil gambar diriku dan boneka yang aku pangku. Sudah lama aku tidak sel

Aku menggigit bibirku ketika ia memasukiku dalam posisi menggendongku.Bibirnya hanya menempel kali ini di leherku dan dia memasukiku dengan perlahan. Ia mulai bergerak dengan keras, membuat tubuhku bergerak membentur pintu.Bibirnya kembali melakukan tugas yang tertunda, ia menghisap kulit leherku, seakan ingin menghabisi kulitku.Tangannya yang satu masuk ke dalam baju kaosnya, dan masuk ke sport braku. Ia meremas dadaku dengan keras dan kasar Aku melenguh kesakitan.Tanganku mencegkram kuat bahunya.Kamar mandi menjadi begitu panas, dan peluh bermunculan di dahiku. Mataku berkunang-kunang melihat atap kamar mandi.Sesuatu mendesak keluar dari tubuhku, tapi Darren masih bergerak. Ia menunduk, dan memasukan dadaku ke mulutnya. Bajuku dan sport bra-ku tergulung secara berantakan di atas dadaku. Giginya dengan kasar menggigitku.Sudut mataku ber-air, secara tidak langsung, ia menyakitiku.Sebuah dorongan keras, membuat tubuhku menghantam pintu dengan keras.Darren tidak menatapku, ia h