Suara ranjang berderit pelan saat pahaku mengapit kedua pahanya.Arga, matanya redup tapi penuh bara yang belum padam.Kutangkup wajahnya dengan kedua tangan, menariknya mendekat, dan kucium bibirnya sekali lagi—lama, basah, penuh sisa rasa yang tadi kuhabiskan di bawah sana.Kali ini Arga tak tahan hanya diam.Ia membalas ciumanku dengan penuh desakan, hingga lidah kami saling beradu.Tangannya naik menelusuri punggungku yang masih basah peluh, lalu berhenti di sisi dadaku—mengecupnya lembut sebelum menggenggamnya seperti harta karun yang terlalu lama ia jaga hanya dalam khayal.“Aku bisa gila karena kamu, Ajeng…” bisiknya serak, tepat di leherku.Dan aku tak menjawab. Aku hanya memeluknya lebih erat, membiarkan tubuhku membakar di pangkuannya, seolah tak ada pulang, tak ada dunia.Dengan perlahan, kugeser tubuhku ke belakang, menaikkan panggul, dan menuntunnya masuk ke dalamku—pelan, dalam, seperti ritual sakral yang hanya kami pahami berdua.Aku mendesah tertahan saat tubuhnya kemb
Last Updated : 2025-07-24 Read more