Di sebuah ruangan dengan suasana hangat dan bernuansa pastel, aroma lavender tipis tercium dari diffuser di sudut ruangan. Naira duduk di sofa empuk, tangannya meremas-remas tisu hingga hancur tak berbentuk. Wajahnya pucat, matanya bengkak karena menangis dan semalam ia tak bisa tidur nyenyak.Di hadapan Naira, seorang perempuan muda dengan rambut sebahu yang rapi, mengenakan kemeja putih sederhana dan blazer krem, menatap penuh empati. Pada mejanya tertera papan nama kecil, Anindya Sarasvati, M.Psi., Psikolog.“Sepertinya kita sepantaran, jadi panggil nama saja, ya. Biar akrab.” Anindya tersenyum lembut, mencoba memberi rasa aman. “Naira… terima kasih sudah mau datang ke sini. Aku tahu, untuk duduk di kursi ini saja bukan hal yang mudah.”Naira menunduk, matanya berkaca-kaca. Suaranya lirih, hampir tak terdengar. “Saya takut…”“Takut apa?” tanya Anindya, nada suaranya pelan, menuntun.Naira menutup wajahnya dengan kedua tangan, bahunya bergetar.“Takut bertemu dia lagi… orang itu….”
Last Updated : 2025-08-24 Read more