All Chapters of Misi Memikat Bos Wanita : Chapter 121 - Chapter 130

Khahitna memukul kaca jendela di samping Alex dengan keras. Alex terkejut dan tahu bahwa dia tidak boleh menyetir sekarang. Itu perintah Nyonya Muda Adiwara. Khahitna yang dipanggil sayang oleh Rafael berpegangan di tepi jendela mobil. Tangannya yang lain menarik belakang leher Rafael, lalu mempertemukan bibir mereka. Dia mencium mulut yang baru saja merayunya dengan manis dan berbunga-bunga itu dengan keras dan dalam. Rafael mengerang dan memejamkan mata. Rasa sakit muncul dengan betapa bernapsu Khahitna dalam melahapnya. Dia gemetar, tetapi dipaksa untuk mendongak untuk menanggapi. Tentu saja, dia tidak bisa. Ciuman Khahitna terlalu keras, terlalu dalam, terlalu menggebu-gebu. Rafael menepuk-nepuk belakang kursi Alex, berharap pria itu menyelamatkannya kali ini dari Khahitna yang bajingan. Alex ragu-ragu. Haruskah dia mengikuti perintah Rafael atau Khahitna. Akan tetapi, karena pukulan di belakang kursinya semakin keras, Alex cepat membuat keputusan. Dia melarikan mobil yang akh

Sutradara Chen secara khusus menyiapkan kamar Rafael. Ini menantu keluarga Adiwara. Bahkan, ketika dia bekerja, siapa yang tidak akan mengistimewakan dirinya? Dalam hal ini, status Rafael jauh lebih tinggi dari siapapun. Jadi, atur kamarnya secara terpisah. Jangan membuat orang ini tidak nyaman. "Tuan Muda, apakah Anda akan tinggal di sini? Saya bisa membeli satu kediaman di dekat sini untuk Anda tinggal." Alex berjalan di belakang Rafael, membawa barang-barang, dan bertanya. Rafael menentang tas berisi hal-hal pribadinya. Dia menggeleng. Tentu saja, bekerja dan tinggal bersama adalah hal menyenangkan. Dia terbiasa mengikuti kru, tidur bersama dalam satu kamar dengan banyak orang, dan kelelahan. Diatur untuk sendiri, rasanya tidak enak. "Tidak perlu. Aku akan tinggal di sini." Rafael menjawab dan melambai kepada Austin yang bersama Yuri. "Kalian tidak membiarkan siapapun beristirahat. Berhenti dulu, oke. Pastikan kalian tidak mendapat masalah saat syuting nanti." Rafael berkata ke

Khahitna duduk di depan ayahnya. Tidak ada penyambutan khusus. Dia hanya meminta Albert menyiapkan minuman kesukaan ayahnya. "Mengapa Ayah datang ke sini malam-malam begini? Tidak biasanya." Khahitna bicara serius. "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu. Ini terkait suamimu. Khahitna, Rafael adalah suamimu. Apakah kau tahu tentang masa lalunya?" Tuan Adiwara langsung ke inti, tidak perlu basa-basi. "Sedikit." Khahitna yakin itu sebab selama ini dia tidak begitu peduli dengan masa lalu Rafael. "Kalau begitu, ini kesalahanmu." Tuan Adiwara menyeringai. "Aku menyelidiki latar belakang Rafael, termasuk hubungannya sebelum menikah. Kau harus tahu ini." Khahitna tersenyum hampa. "Jika tahu, takutnya aku tidak bisa memaafkannya. Kau tahu betapa kecil toleransiku. Jika dia memilih menyembunyikannya, aku tidak akan mengungkapnya. Aku yakin, dia yang sekarang lebih tahu cara menjaga diri dariku." "Kau bajingan, Khahitna." Tuan Besar mendengkus kesal. Putrinya benar-benar tidak war

Setelah makan malam, semua orang memiliki waktu istirahat sambil bekerja ringan. Tidak ada yang berinisiatif jalan-jalan di Royal Place. Lelah membuat mereka ingin tetap di penginapan dan mengasihani diri sendiri. Austin pergi ke kamar Rafael. Sesuai keinginan sang Senior, malam ini mereka bersama dan Alex harus rela berada di kamar sebelah. "Besok, apakah pembukaannya akan dimulai?" Rafael bertanya, ingin memastikan. "Menurut jadwal yang diberikan oleh Sutradara Chen, kita akan memulainya besok. Semua orang sudah siap dan bahkan tidak sabar untuk bermain. Bagaimana menurutmu?" Austin duduk di samping Rafael yang tengah berhadapan dengan laptop. "Tidak apa pendapat. Direktur menuntut agar film ini segera selesai. Jadwal bahkan dimajukan. Untuk hal-hal yang terburu-buru ini, tim produksi harus bekerja keras." Rafael tetap fokus di pekerjaannya. "Istri Senior tidak akan datang kemari, kan?" Austin tiba-tiba mengubah topik. Baru kemudian, Rafael menatap juniornya itu seolah-olah me

"Ada apa?" Alex bertanya ketika menyadari diamnya Austin sedikit tidak wajar. Austin mengangkat pandangan dan melihat Alex. Dia menggeleng. "Tidak ada. Hanya bertanya. Bukan sesuatu yang penting. Sedikit penasaran bukan masalah besar, bukan?" Austin menjawab dan agak sedikit gugup. "Baiklah. Tuan saya sudah tidur. Saudara Austin, saya titip Tuan kepada Anda. Saya akan berada di luar. Jangan sungkan jika memiliki sesuatu." Alex agak ramah, tetapi serius seolah-olah apa yang dia titipkan merupakan harta bernilai tinggi dan penting. "Percaya kepadaku." Austin mengangguk lagi. Alex keluar dari kamar itu karena tidak ingin mengganggu lagi. Walau ingin tinggal, dia juga tidak mau membuat Rafael tidak nyaman dengan kehadirannya. Jadi, dia akan berjaga di luar. Austin ditinggalkan, berbaring di samping Rafael setelah menonaktifkan laptopnya. Dia memandang pria yang tidur nyenyak itu baik-baik. "Senior, dalam ingatanku, kau bukan orang seperti ini." Austin bergumam. "Akan tetapi, sudah