Davin gemetar di tempatnya duduk, dikelilingi reruntuhan dan sisa-sisa singgasana yang dulu membuatnya bangga. Darah menetes dari hidungnya, bibirnya pecah, dan salah satu matanya sudah bengkak hampir tertutup.Evan berdiri diam. Dadanya naik turun, matanya tenang. Tak memberi ampun.Harga diri Davin hancur seperti kaca. Ia jatuh berlutut, suaranya bergetar ketika bersujud di depan sepatu Evan."Tolong... tolong jangan bunuh aku! Aku akan memberimu apa saja. Uang, rekening luar negeri, senjata, kekuasaan, apa saja... asalkan lepaskan aku!"Evan menunduk menatapnya tetap tak tergoyahkan. "Aku tidak pernah memaafkan siapa pun yang mencoba melukai keluargaku."Wajah Davin menegang. Ia menekukkan keningnya ke lantai lagi, tapi tangan kanannya perlahan, hati-hati bergerak, merayap menuju saku dalam jasnya.Mata Evan menyipit tipis.Tiba-tiba, Davin meloncat berdiri dengan kecepatan mengejutkan, menggenggam sesuatu di tangannya.Klik.Ia mengangkat sebuah granat aktif, ibu jarinya menggantun
Baca selengkapnya