All Chapters of Pria Tampan Alat Balas Dendamku: Chapter 41 - Chapter 50

Kedua tangan Adeline terkepal erat sampai membuat kuku Jarinya memutih. Dia ingin sekali menjahit mulut Bandon yang sudah seperti seorang wanita. Seperti seorang Ibu-ibu komplek yang hobi sekali membicarakan orang.Adeline menahan semua amarah yang terkumpul dalam dadanya. Dia tidak ingin bersikap murahan terlebih hanya untuk membalas perkataan Bandon. Adeline memilih untuk diam dan pergi dari sana.Namun, tentu saja Bandon tidak akan membiarkan Adeline semudah itu. Dia ingin membalas perbuatan sang mantan istri yang sudah mempermalukannya di persidangan."Ya, ya, ya. Mengadulah pada ayahmu yang sudah mati itu!" seru Bandon lagi.Nada suaranya yang meninggi sampai membuat beberapa orang disekitar mereka langsung menolehkan pandangan. Kini Adeline dan Bandon sudah dijadikan bahan tontonan.Adeline membuka mulutnya hendak membalas namun sebuah tangan menahan gerakannya. Dia berbalik dan melihat Bella tersenyum padanya. Seketika itu dia sadar bahwa tidak baik manusia waras terpancing emo

Sesuai yang dikatakan oleh Leo bahwa Adeline sudah harus menyelesaikan pekerjaan sebelum Jam pulang kantor. Adeline bahkan sudah siap satu jam lebih awal karena tidak ingin membuat pria itu menunggu"Tolong kamu aturkan pertemuan dengan Moontael Garmen untuk membicarakan mengenal lanjutan kerja sama kita.""Sudah diaturkan besok pukul sepuluh pagi.”"Permasalahan produksi bahan kain di cabang baru, apa sudah menemukan titik temu ?""Saya sudah melakukan investigasi. Untuk sementara kita sedang menunggu berita terakhir. Nanti akan saya informasikan kembali pada. Nona.""Apa masih ada lagi Jadwalku?""Sudah tidak ada lagi, Nona. Sesuai permintaan Anda pagi tadi.”"Oke, kamu sudah boleh pulang. Bella." ucap Adeline pada sang asisten pribadi“Ah! Mohon maaf saya lupa mengatakan sesuatu pada Anda," ucap Bella ketika tiba-tiba dia teringat suatu hal."Ada apa?""Ini mengenai kecelakaan yang terjadi pada Anda, suami Anda dan juga Pak Gisa."Adeline menegakkan punggungnya. Sebenarnya dia suda

Alexander juga pergi meninggalkan ruang makan. Dia juga kecewa dengan sang putra yang menurutnya tidak bisa menghargai perasaan istri. Padahal dia selalu mengajarkan pada putranya bahwa sebesar apapun kesalahan istri, sebagai suami dia harus membela bahkan jika itu harus mengorbankan perasaan sendiri.“Ibu kecewa sekali padamu, Leo.” Camila memalingkan wajah pada Adeline dan tersenyum padanya. “Ayo, Nak! Ibu akan mengajakmu berjalan-jalan di taman belakang.”Kini tersisa Leo dan Arasy di ruang makan. Seperti tak tahu rasa malu, Arasy malah bangkit dan berjalan mendekati Leo. Gadis itu hendak melingkarkan lengannya di lengan Leo, ingin bermanja dan mengadu karena rasa sakit di pipi yang tak kunjung menghilang.Namun, belum sempat Arasy menempeli Leo, pria itu sudah bangkit dan menatapnya sinis. Hal itu tentu saja membuatnya sangat terkejut merasa tersakiti. “Ka-kak Leo? Kamu ...."“Jangan sentuh aku!” serunya dengan nada penuh penekanan. Setelah itu Leo pergi dari ruang makan meningga

“Di pertigaan itu, belok ke kiri,” ucap gadis itu menunjukkan jalan.Leo menurutinya tanpa ragu. Dia berbelok dan tidak lama dari belokan tersebut, ternyata adalah jalan buntu.“Kamu yakin kita ke sini?” tanya Leo bingung.“Yup!” Gadis itu mengangguk yakin.Akhirnya Leo mematikan mesin mobil. Nampak sebuah rumah dengan halaman yang luas dengan bangunan rumah yang seperti bangunan jaman dulu. Seketika dia berpikir apakah benar ini rumah neneknya? Karena terakhir kali dia ingat, rumah neneknya tidak berbentuk seperti ini. Gadis itu kemudian turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah itu. Hal itu membuat Leo semakin bingung. Dia lalu ikut turun dan mengejar gadis itu. “Hei! Kamu mau kemana?” tanya Leo. Nada suaranya sedikit tinggi dari yang biasa. “Mau pulang,” jawab gadis itu dengan santai.“Hah?” Leo semakin bingung dengan jawaban gadis itu. Padahal dia sendiri yang mengatakan akan mengantarnya. Namun, sekarang malah seperti ini.“Apa maksudmu? Kamu bilang akan mengantarku!”

“Oke. Akan kusiapkan,” ucap Adeline setelah melalui pergolakan batin.Setelah membicarakan beberapa hal, akhirnya pertemuan itu selesai dengan baik. Surat kontrak kerja sama akan dibuat secepat mungkin. “Nona, apa Anda yakin akan melakukan hal ini? Kelihatannya designer itu tidak baik,” ujar Bella khawatir.Adeline menarik napas panjang dan melihat Bella yang khawatir. Dia tersenyum kemudian berkata, “Tidak usah khawatir. Lebih baik kau siapkan kontraknya dan berikan padanya. Pastikan semuanya tertata dengan baik sesuai dengan sebagaimana mestinya.”Seketika Bella mengerti bahwa meski atasannya menerima wanita itu untuk bekerja sebagai pegawai tetap di perusahaan, designer tersebut tetap harus mematuhi peraturan yang ada seperti pegawai lainnya. Tidak boleh diistimewakan hanya karena kemampuannya.Namun, tetap saja hal ini sangatlah mengkhawatirkan. Bella sudah berpengalaman di bidang ini. Dia sudah bertemu dengan berbagai macam karakter. Baik yang bisa diajak kerja sama maupun yang