บททั้งหมดของ Pria Tampan Alat Balas Dendamku: บทที่ 81 - บทที่ 90

Walau tangisan Adeline sudah mula mereda, tak membiarkan Leo untuk melepaskan rangkulannya. Dia terus menemani sang istri dan tidak membiarkannya sendiri."Ehm ... Leo, a—aku sudah tidak apa-apa. Jadi, kamu sudah bisa beristirahat—"Adeline merasa sangat berdebar. Saat ini mereka sedang berposisi berpelukan di atas ranjang. Pikirannya sudah berkelana mengarah ke suatu kegiatan yang biasa dilakukan sepasang suami-istri berdua."Tidak apa-apa. Aku rela menemanimu sampai kamu tertidur," ucap Leo dengan santai."Hah?" Adeline menundukkan kepalanya enggan untuk melihat wajah Leo yang begitu percaya diri sekaligus yang membuatnya sangat berdebar saat ini."Kenapa? Kamu tidak suka aku begitu memperhatikanku?" tanya Leo.Adeline tersenyum singkat kemudian berkata seraya menganggukkan kepala. "Iya, aku risih kamu perhatikan begini."Seketika ucapan Adeline membuat Leo terbelalak. Dia memasang wajah cemberut dan bersikap seperti tengah merajuk."Sudahlah! Aku ingin beristirahat. Lebih baik kamu

"Apa maksud Anda?" tanya Adeline. Kepalanya semakin terasa sangat sakit karena mimpi buruk yang selalu menghantuinya tiba-tiba hadir.Madelyn mencibir Adeline yang menurutnya sok polos seakan tidak mengetahui perihal masa lalu keluarga mereka. "Ayahmu sudah membuat suamiku masuk penjara! Dan sudah sepantasnya bagi Brandon, putra satu-satunya keluarga Cavanaugh untuk membalaskan dendam!"Ketika Adeline hendak bertanya lebih jauh, tība-tiba Bella sudah berdiri di sampingnya. Merangkulnya seraya tersenyum kemudian berkata, "Nona, lebih baik kita pergi sekarang.""Tidak, Bella! Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi," ucap Adeline kekeh dengan pendiriannya.Adeline memang sudah bertekad untuk mengetahui semuanya. Dari dalam hati, dia memang sudah merasakan kejanggalan dari kasus ini. Terlebih mimpi yang setiap dialami sangat mengganggu kualitas tidurnya."Ah! Sepertinya aku tahu apa yang terjadi di sini," ucap Madelyn. Dia tersenyum sinis dan memandang Adeline dengan tatapan mengejek.

Leo merenungi ucapan sang kakek. Memang benar Jika mereka tetap bersama, hanya akan menimbulkan suatu masalah yang baru. Tapi, dia mencintai Adeline. Dia sudah berjuang sejauh ini untuk bisa mendapatkan wanita itu.Beberapa saat, Leo hanya menatap sang kakek. Menarik napas panjang setelah itu berkata, "Terima kasih karena sudah akan mengkhawatirkan kami. Tapi, saya melindungi Adeline apapun yang terjadi."Kakek Haidar menatap balik Leo dengan tatapan sinis. Dia sudah sering melihat sang cucu berekspresi serius. Namun, yang ini jauh lebih serius dari yang sebelumnya.Jika biasanya Leo sangat pandai menggunakan logika. Kali ini, meski pria itu tau konsekuensi dari keputusannya, tapi dia tetap mengambil keputusan untuk setia pada Istrinya.Tiba-tiba sudut bibir Haidar terangkat. Beberapa saat setelahnya, barulah tawa pria paruh baya itu pecah memenuhi ruangan."Hahahaha.""Kenapa Kakek tertawa?" tanya Leo bingung.Ketika tawa Haidar mereda, barulah pria paruh baya itu menjawab, "Tentu sa

"Nyonya, apa Anda yakın akan melakukan hal ini?" tanya Bella setelah mendengar perintah yang diucapkan oleh sang atasan."Iya, Kenapa?" tanya Adeline acuh tak acuh."Tapi. Tuan Leo 'kan—""Ini masalah pribadiku, Bella. Tolong lakukan saja seperti yang sudah kuperintahkan!" seru Adeline. Setelah itu dia langsung memusatkan perhatiannya pada laptop dan beberapa berkas di tangan.Merasa tidak ada pergerakan dari sang asisten. Adeline mengangkat wajah dan melihat Bella yang hanya bergeming seraya memandangnya."Kenapa? Apa perkataanku kurang jelas?" tanya Adeline datar.Jara tersentak dan langsung menundukkan wajah. Kemudian dia segera pamit untuk mengurus perceraian atasannya itu.Tidak pernah sekalipun terpikir di benak Bella bahwa setelah kejadian kemarin, akan membuat hubungan kedua atasannya menjadi renggang. Melihat sikap tuannya, dia yakin sudah seharusnya pria itu mendominasi.Namun, ternyata tugas yang diberikan kepada Bella kali ini, sudah membuktikan bahwa Leo sudah tidak lagi

TIIINNNN!! TIIINNNN!!Leo menolehkan kepalanya ke belakang dan melihat beberapa mobil yang berbaris di belakang. Dia langsung menepikan mobil dan sedikit menganggukkan kepala sebagai permintaan maaf karena telah menginjak rem secara mendadak."Isshhh ... kalau memang tidak bisa menyetir, tidak usah membawa mobil!" gumam Adeline menggerutu. Meski dalam hati Jantungnya sudah sangat berdetak dengan kencang saking takut."Diam saja kamu, bocah!" balas Leo dengan kesal"Ya, sudah! Tunggu apa lagi?" tanya Adeline sinis. Seakan memberitahu Leo bahwa dia ingin segera sampai di rumah.Leo kembali menyalakan mesin dan bergegas mengantar Adeline pulang. Setelah sampai, mereka pun disambut oleh senyum hangat Killian yang meminta Wiliam untuk masuk ke dalam rumahnya."Tidak usah, Om. Saya pulang saja,"ucap Leo menolak. Ini bukan sekedar basa-basi baginya. Karena Leo juga tidak ingin berlama-lama di sana dan melihat Adeline nantinya."Tidak usah sungkan. Ayo, turun sebentar," ajak Killian dengan s