Semua Bab Pria Tampan Alat Balas Dendamku: Bab 71 - Bab 80

Hanya rasa canggung yang dirasakan ketika Adeline dan Leo satu mobil untuk berangkat ke kantor. Atau mungkin itu hanya perasaan Adeline saja? Karena setiap kedua matanya bertemu dengan kedua mata sang suami, pikirannya akan kembali mengingat sikap Leo padanya tadi pagi.Adeline menggelengkan kepala. Selalu saja hal itu yang diingatnya. Dia tidak boleh terus memikirkan hal itu! Dia harus fokus pada pekerjaan yang masih menumpuk."Adeline! Adeline!" panggil Leo ketika sang istri hanya diam saja saat mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di depan gedung perusahaan KRW GRUP."Hah?" Adeline menolehkan kepala ke arah Leo. Wajah pria itu terlihat khawatir karena dia tak menjawab panggilannya."Kamu kenapa? Apa kamu sakit?" tanya Leo cemas."Ehh ... ti-tidak! Aku baik-baik saja." Meski gugup. Adeline tetap berusaha untuk tersenyum. Diperhatikan sampai seperti ini tentu saja membuatnya tidak bisa berkonsentrasi."Kantormu sudah sampai," ucap Leo dengan nada suara yang terdengar sangat santai

Valerie melihat lagi kedua tangan sang suami yang terulur padanya. Kemudian dia menunduk dan menggelengkan kepala. Dia tidak bisa membuka lembaran baru jika masa lalunya belum terselesaikan.William tentu saja sangat kecewa. Namun, dia juga tidak bisa memaksakan hati seseorang Jika orang itu belum ingin bersamanya."Oke, jika kamu memang masih belum bisa membuka hatimu untukku, aku akan menerimanya."William meraih kedua tangan Valerie kemudian menggenggamnya dengan erat. Memberikan kecupan di punggung tangan kemudian menatap wajah sang istri lekat."Mungkin sekarang kamu belum bisa memberikan hatimu untukmu, tapi aku akan selalu menunggumu, menemanimu sampai kamu siap untuk meraih tanganku. Kau harus tahu bahwa aku akan selalu ada di sini sampai kamu siap untuk membuka hatimu," ucap William dengan tulus.Valerie semakin merasa bersalah mendengar ucapan yang Wiliam katakan. Dia seperti menahan kebahagiaan seseorang. Dan dia seperti orang yang jahat."Kau berhak bahagia William. Dan sep

"Adeline! Adeline! Bangun!"Adeline membuka kedua matanya terkejut. Dia melihat sekeliling dan kedua matanya menatap Leo yang terlihat mengkhawatirkannya. Seketika dia teringat dengan bola mata seorang anak lelaki yang ada di mimpinya.Adeline langsung menangis dengan kencang. Mengingat betapa buruk mimpi yang dia alami.. Penyiksaan fisik dan batin dari bocah perempuan dalam mimpinya terasa sangat nyata. Adeline sampai bisa merasakan sakitnya penyiksaan itu."Kamu kenapa? Apa kamu terluka?" tanya Leo. Membangunkan Adeline dan memeluknya dengan erat.Adeline tidak menjawab pertanyaan sang suami. Dia hanya diam saja dan tidak sanggup untuk berkata-kata.Leo hanya bisa mengusap punggung sang istri dan tidak bertanya lebih lanjut karena Adeline tak kunjung menjawab pertanyaannya. Menemani sang istri sampai dan menunggunya sampai selesai meluapkan air mata.Butuh beberapa menit untuk Adeline menenangkan diri. Sampai akhirnya dia mau membuka suara dan menceritakan mimpi yang dialami. Termas

Adeline langsung bangkit untuk melihat orang yang memayunginya. Seketika dia terbelalak karena ternyata pendengarannya tidak salah."Leo? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Adeline bingung."Karena kamu ada di sini," jawabnya.Adeline menggelengkan kepala kemudian bertanya, "Maksudku, kenapa kamu bisa tahu—" Adeline teringat dengan supir pribadinya. Sudah pasti segala kegiatan yang dia lakukan dilaporkan oleh orang itu.Biasanya Adeline akan sangat kesal jika supirnya selalu memberitahu apa yang dĩa lakukan pada Leo. Namun, entah kenapa sekarang dia malah sangat bersyukur dengan kehadiran pria itu."Apa kamu sudah makan?" tanya Adeline. Saat ini dia hanya butuh teman untuk menemaninya."Kamu lapar?"Adeline menganggukkan kepala sebagai jawaban. Dia tidak mengatakan sepatah kata apapun karena merasa tangisnya bisa pecah kapan saja jika dirinya berbicara.Pasangan suami istri itu kemudian pergi meninggalkan pemakaman dengan tubuh yang saling merangkul mesra. Menghindari teriknya matahari y

“Mengkhawatirkanku?” tanya Adeline bingung.“Sudah satu jam kamu di kamar mandi. Itu membuatku sangat khawatir,” jelas Leo. Saat ini, dia berusaha sangat keras untuk mengendalikan dirinya.“I-itu karena ….” Adeline bingung harus menjelaskan dari mana. Pasalnya ini adalah masalah wanita. Akan sangat memalukan jika dia bercerita pada seorang pria.“Karena apa?”Pertanyaan Leo yang seakan mendesaknya untuk berkata dengan jujur membuat Adeline semakin malu. Wajahnya kini terasa panas dan Adeline yakin bahwa tampilannya kini sudah mirip seperti kepiting rebus."Aku sedang berdarah," ucap Adeline dengan nada suara yang pelan menahan malu."Darah? Kamu terluka?" Leo langsung menghampiri Adeline dan memperhatikan setiap inci tubuhnya. Mencari di bagian mana sang istri terluka."Ka-kamu sedang apa?" tanya Adeline gugup. Dia hanya bisa pasrah ketika Leo memperhatikan tubuhnya. Memegang bahu dan membuatnya berputar."Dimana kamu terluka? Katakan padaku!" tanya Leo lagi. Kekhawatiran tergambar Je