บททั้งหมดของ Me Versus Gundik Suamiku: บทที่ 31 - บทที่ 40

"Aku akan ke rumah sakit besok sore setelah pulang kantor," ucap Gerry setelah terdiam beberapa saat.Wajah Gisela seketika muram. "Memangnya kamu nggak bisa izin? Besok dokter kandungan akan visit ke ruanganku. Aku harap kamu bisa ikut denger apa yang dibilang sama dokter.""Gisel ... bukannya aku nggak mau temanin kamu. Tapi bos aku udah telepon dan minta aku ke kantor besok."Bahkan Gerry memberi tanda agar Gisela tidak memotong ucapannya."Kalau bos aku marah dan aku sampai dipecat ... bagaimana aku bisa menikahimu dan menghidupi keluarga kecil kita?"Gisela terdiam. Tatapannya yang semula berbinar kini mulai meredup. Dia tahu betul bagaimana kerasnya atasan Gerry, tapi hatinya tetap terasa perih mendengar alasan itu. Karena Gisela merasa dia bukanlah prioritas utama pria itu."Ya sudah … kalau memang begitu, aku nggak akan maksa," ucap Gisela lirih sambil tersenyum tipis, berusaha menutupi kekecewaannya."Gisel, aku janji akan datang besok begitu pulang kerja. Aku nggak mau kamu

"Itulah kenapa kamu butuh pengacara yang mumpuni, biar kamu dapat memenangkan tuntutan di pengadilan."Dimas menghentikan ucapannya sejenak, dia masih menatap Gerry, ingin menilai reaksi apa yang anak buahnya ini tunjukkan. Pria itu menyunggingkan senyum tipis saat melihat Gerry yang mulai tampak ketakutan."Apalagi ternyata istrimu juga sudah memiliki kuasa hukum sendiri. Saya tidak mau jika semua aset itu dimiliki oleh istrimu. Jadi percayakan semua ini pada saya," pungkas Dimas saat melihat Gerry mulai berkeringat dingin.Dimas mengambil ponselnya yang tergeletak di meja, lalu mengulir daftar kontak. "Saya akan memperkenalkan kamu dengan Yanuar. Dia itu pengacara saya, dan dia tak segan untuk melakukan apapun demi memenangkan kasus kliennya."Mendengar itu, Gerry tampak ragu sejenak. "Tapi apa boleh seperti ini, Pak? Memakai jasa pengacara Bapak? Rasanya seperti sebuah kehormatan bagi saya. Dan lagi apa Bapak tidak takut akan muncul rumor buruk mengenai saya yang menuntut istri sa

Erika lalu membayar di kasir tanpa menoleh ke arah Gerry sedikit pun.Setelah itu, dia pergi meninggalkan kedai kopi tanpa sepatah kata, diikuti Hosea yang melangkah menyusulnya dengan wajah penuh kewaspadaan.Langkahnya mantap, meski hatinya masih gemetar karena emosi yang belum reda.Begitu bayangan keduanya tak lagi terlihat, barulah terdengar suara-suara kecil."Wah, ternyata istrinya sampai punya pengacara sendiri," bisik seseorang."Kasihan sekali wanita itu. Suaminya lebih memilih ani-ani itu daripada putrinya sendiri," timpal yang lain."Apa kalian nggak punya kerjaan sampai ikut campur urusan orang?!Gisela membentak orang-orang itu dengan wajah merah padam, sebelum meminta Gerry mendorong kursi rodanya keluar dari kedai kopi.Namun Gerry masih berdiri terpaku di tempatnya, sehingga tak mendengar suara Gisela. Tangannya mengepal kuat, amarah nya menggelegak. Dia merasa malu karena Erika telah mempermalukannya di depan umum."Gerry!" Bentakan Gisela menyadarkan pria itu dari l

Setelah bayangan Hosea tak lagi terlihat, Erika mencoba berbaring di kasur busa yang Toni bawakan untuknya. Namun sepuluh menit berlalu, dia tak juga dapat terlelap, padahal tubuhnya sudah lelah. Pikirannya penuh dengan kejadian yang telah terjadi, dan kemungkinan di masa mendatang."Padahal aku masih mengharapkan rumah tanggaku utuh, tapi ternyata itu tidak mungkin terjadi. Sebentar lagi Gerry akan memiliki anak dari wanita itu. Jadi aku harus ikhlas melepasnya."Dada Erika terasa sesak, tanpa sadar air matanya mengalir. Karena terlalu fokus dengan pikirannya, membuatnya tak menyadari jika ada seorang wanita paruh baya yang membuka tirai pembatas antara pasien. Wanita itu perlahan menghampiri Erika, lalu duduk dengan perlahan di sampingnya."Mbak," panggil wanita itu sembari menepuk pelan tangan Erika.Mendapatkan sentuhan secara tiba-tiba, membuat Erika terkejut. Hampir saja dia berteriak jika tak melihat seorang wanita berkerudung navy yang sedang menatapnya cemas.Erika segera me

Erika baru saja menyelesaikan sarapannya saat Toni dan Yuni datang. Namun, tatapan Toni langsung berubah saat melihat Hosea yang sedang memangku Kayla sembari menyuapinya."Selamat pagi, Om, Tante," sapa Hosea yang mencoba mencairkan suasana yang seketika menjadi canggung."Selamat pagi juga, Nak Hosea. Biar Tante saja yang lanjutin nyuapin Kayla," ucap Yuni. Hosea mengangguk dan berniat menyerahkan Kayla kepada sang nenek. Akan tetapi, bayi itu menolak lepas dari pelukan pria itu dan malah menangis kencang.Erika yang merasa tak enak hati dengan Hosea, segera membujuk sang putri. "Kayla ... sini sama Mama. Om Hosea mau berangkat ke kantor. Nanti Mama kasih nen yang banyak."Namun Kayla yang sudah merasa nyaman dengan Hosea, tetap tidak mau melepaskan pria itu. Bahkan saat Yuni berusaha membujuk sang cucu, bayi berusia 7 bulan itu malah mengeraskan tangisannya."Kak Hosea. Maaf ... kalau Kayla membuat Kakak terlambat ke kantor," ucap Erika dengan raut wajah tak enak."Nggak apa-apa,