"Indah sekali.""Aku punya selera bagus, 'kan?"Roman tetap tersenyum. Dia membuka pintu gerbang, lalu memberi isyarat mempersilakan masuk."Pak Roman, kamu berencana menempati rumah ini?""Ya, ini rumah pernikahanku.""Wah! Istrimu sangat beruntung.""Dia belum jadi istriku sekarang, tapi seharusnya sebentar lagi."Saat mengatakan itu, Roman tampak agak malu. Ujung telinganya bahkan memerah. Ketika melihat ekspresinya yang malu-malu, Nindy ikut tersenyum.Meskipun rumah ini masih kosong tanpa perabotan, di mata seorang desainer interior, rumah ini bagaikan harta karun."Pak Roman, ada bayangan mau didekorasi seperti apa?""Terserah kamu saja, aku ikut.""Terserah aku?" Nindy mengulang, bingung.Roman menunduk menatapnya, senyuman tipis muncul di matanya. "Kamu 'kan desainernya, aku bukan. Jadi jelas aku ikut kamu.""Bukan begitu maksudku. Maksudku, kamu sukanya gaya apa? Misalnya klasik, neo-klasik, minimalis, atau yang kebarat-baratan.""Aku nggak masalah, desainer yang putuskan."Me
Baca selengkapnya