All Chapters of Luka Cinta: Chapter 21 - Chapter 30

Hubungan Alana dengan Shayne semakin hari semakin erat. Rasa cinta Shayne terlihat sangat besar disini. Alana pun merasakan hal itu, dia selalu diperlakukan like a princes oleh Shayne. Alana yang tumbuh besar tanpa kasih sayang seorang ayah, dan juga tanpa kasih sayang dari seorang ibu. Kini dia dapatkan dari Shayne, meskipun ada Erika, tapi sosok wanita itu tidak bersikap hangat pada Alana. Alana tumbuh tanpa adanya kasih sayang orang tua. Beruntung masih ada Ayra yang selalu memberinya support dan kasih sayang, tetapi tetap saja rasanya berbeda tidak seperti kasih sayang orang tua. Dulu saat ada acara pentas seni di sekolah, pihak sekolah memberi undangan agar para orang tua bisa hadir. Alana pun memberikan undangan itu kepada Erika, dan ya.. seperti yang sudah Alana duga, ibunya itu tidak akan mau hadir dalam setiap acara dirinya. Sakit sekali rasanya, padahal di kantor pun tidak ada meeting dan hal yang serius lainnya. Tetapi, jika itu menyangkut Ayra, apapun akan Erika l

"Kenapa bisa seperti ini?" Panik Erika begitu melihat kondisi putrinya. Tadi, Dokter sudah membolehkan Ayra untuk pulang, karena luka yang dialami oleh wanita itu tidak begitu serius. Dia hanya perlu kontrol kembali saja nanti. Kini, Ayra sudah berada di rumah dan Erika yang baru saja tiba di rumah mendapatkan informasi dari salah satu ARTnya di rumah. Wanita paruh baya itu pun bergegas menuju kamar Ayra. Kaki diperban, tangan yang terdapat beberapa luka lecet, juga kening yang tertempel kasa. "Tidak apa-apa, Bu" jawab Ayra santai. "Tidak apa-apa bagaimana. Lihat ini kaki kamu, belum lagi luka-luka di tangan, dan itu kening kamu" sirat kekhawatiran terpancar dari sorot mata Erika. "Kamu" tunjuk Erika pada Alana yang sedari tadi diam memperhatikan sang ibu yang begitu mengkhawatirkan Ayra, "kenapa kamu tidak menghubungi saya. Apa kamu sengaja ingin membuat Ayra semakin terluka, iya!" Omelnya yang tidak jelas menyalahkan Alana. "Tidak, Bu. Jangan salahkan Alana, memang aku

"Al, berkas yang Bu Loren minta udah dikirim?" Tanya Clara. Alana mengangguk, dengan fokus mata yang masih tertuju pada layar komputer. "Kenapa?" Kali ini dia menatap Clara. Temannya itu meberengut. "Makan yuk.. Laper" manjanya. Dia menanyakan berkas karena dia tahu, berkas itu sudah ditunggu Bu Loren, dan jika Alana belum selesai, maka dia tidak akan bisa makan siang. Sebenarnya bisa saja, tapi dia tidak mau makan siang sendirian. Dia bilang seperti jomblo, padahal dia memang jomblo. "Di kantin kantor aja tapi?" Pinta Alana dan segera dianggukki oleh Clara. "Ok.. Let's go!" Semangatnya. Mereka pun bergegas menuju kantin kantor. Cukup ramai sekali kantin kantor hari ini, padahal ini masih pertengahan bulan, apakah mereka sudah dalam masa pengiritan uang makan siang. "Tumben, rame banget" kata Clara dengan pandangan yang menelisik penjuru kantin. "Iya.. Gue rasa, mereka sudah masuk masa kritis" timpal Alana. Keduanya pun mengantri di area prasmanan makanan berat. Ka

"Kamu dari mana?" Panik Shayne yang melihat kedatangan Alana. "Habis anterin Asla" Dahi Shayne berkerut, siapa Asla. Dia baru mendengarnya. Di kantor pun tidak ada yang namanya Asla. "Siapa Asla?" "Anak kecil yang gak sengaja nabrak aku tadi terus ..." Alana pun menceritakan kejadiannya pada Shayne, dari awal dia bertabrakan dengan anak kecil itu, hingga berakhir di rumah kontrakannya. Tak lupa, part dimana Asla yang sedang mencari kakaknya yang tidak pulang-pulang sudah dua hari ini. Mereka sudah masuk ke dalam mobil. Shayne pun sudah melajukan mobil sedan mewah miliknya ini. "Aku merasa iba dengan kondisi Asla. Di usianya yang masih dini ini, harus menjalani hidup yang sulit. Ditinggal oleh sang ibu untuk selamanya, ayahnya yang tidak bertanggung jawab atas hidupnya, dan sekarang satu-satunya keluarga yang dia miliki belum juga kembali" ujar Alana dengan pandangan yang menatap lurus ke jalanan. Shayne bisa melihat, jika kekasihnya ini memiliki perasaan yang tulus.

"Syukurlah, kondisi kamu sudah membaik" ucap Shayne kala mereka keluar dari ruang dokter yang memeriksa kondisi Ayra. Ya.. mereka baru saja selesai dengan jadwal kontrol Ayra. Sesuai janjinya, dia akan menemani Ayra sebagai bentuk rasa tanggung jawabnya. Ayra hanya tersenyum menaggapinya. Namun dalam hatinya dia merasa sedih, karena kini bearti Shayne tidak akan datang untuk menjenguknya kembali ke rumah. "Terimakasih ya, sudah mau nemenin aku kontrol" "Sama-sama" "Em.. Shayne, apa kamu sibuk hari ini?" Tanyanya pelan. Shayne menggelengkan kepalanya. "Kenapa?" "Bisa kita, makan siang dulu?" Pintanya. Shayne terlihat seolah berpikir, detik selanjutnya dia pun mengangguk. Membuat Ayra tersenyum padanya. Pria itu mengajak Ayra makan di restoran ternama di Ibu Kota. Jangan tanyakan bagaimana kondisi hati Ayra saat ini, dia merasa amat senang sekali, seolah banyak bungan bermekaran disana. Seorang waiters menghampiri meja keduanya, lalu memberikan buku menu untuk merek