MasukAlana Zahira Malik seorang yatim piatu yang merelakan cintanya, demi sang kakak agar mendapatkan cinta dan kasih sayang dari ibu sambungnya. Namun, Shayne tidak memcintai kakak Alana, dia bersikeras agar dirinya dan Alana tidak putus. Tetapi, Alana tetap bersikeras agar Shayne mau menerima lamaran dari Ayra, yang ternyata adalah kakak tiri Alana.
Lihat lebih banyak"Kakaaaaaak!" Seru Alana begitu membuka pintu toko bunga.
"Kak Ayra" panggilnya lagi seraya berjalan menyusuri lorong mencari sang kakak. "Ya, ada apa?" Sahut Ayra yang berada di lorong kedua, ternyata dia tengah menyusun bunga-bunga. Sorot mata bahagia jelas terpancar dengan kedua sudut bibir yang terangkat sempurna. "Aku diterima di Cullen Corp, Kak!" Serunya kembali lalu memeluk tubuh Ayra sambil sedikit melompat-lompat kegirangan. Ayra pun tak kalah senangnya dengan sang adik. Dia memeluk dan ikut melompat bersama. "Wah, Kakak senang sekali mendengarnya. Ini benar-benar kabar gembira dihari yang cerah" ucapnya. Keduanya melerai pelukan lalu saling menatap dengan wajah yang memancarkan kebahagiaan. "Aku akan traktir Kakak makan siang, tapi nanti setelah aku mendapatkan gaji pertamaku" ucapnya. "Baiklah, Kakak akan menunggu satu bulan lagi agar bisa ditraktir oleh adikku ini, hm" jawabnya. Mereka pun tertawa bahagia. Sungguh, mungkin bagi Alana kebahagiaannya saat ini adalah Ayra, karena hanya Ayralah yang selalu mengerti dan memberikan kasih sayang padanya, dikala sang ibu tidak pernah memberikan kasih sayang dan perhatian padanya. "Untuk siang ini, biarkan kakak yang akan mengajak kamu makan siang" kata Ayra dengan senyum lebarnya. "Wah, aku pun tidak akan menolaknya!" Jawabnya tentu dengan tawanya kembali. Kakak beradik ini pun menuju tempat makan yang tak jauh dari toko bunga Ayra, tempat dimana mereka sering makan siang bersama atau hanya sekedar menghilangkan kepenatan. Mereka sudah duduk di atas kursi sambil menunggu pesanan keduanya diantar. "Apa kamu sudah memberitahu Ibu?" Tanya Ayra meskipun dia tahu jawabannya. Alana menggelengkan kepalanya sambil tetap tersenyum. "Aku ingin memberitahu ibu secara langsung nanti di rumah" jawabnya. Ayra pun tersenyum mendengarnya. "Baiklah" Setelah makan siang dengan Ayra, Alana memutuskan membantu sang kakak di tokonya, dia akan pulang bersama kakaknya nanti, karena Erika pun masih berada di kantor, wanita paruh baya itu akan berada di rumah sore hari ini. Toko bunya Ayra cukup ramai hari ini. Alana sampai kewalahan melayani setiap customer yang datang. Memang toko bunga Ayra ini berada di kawasan yang strategis sehingga banyak pelanggan baru berdatangan. Pukul 16.00 waktunya tutup toko. Seharusnya tutup pukul 16.30, karena hari ini cukup ramai Ayra memutuskan tutup lebih awal. "Loh, ko sudah tutup, Kak?" Bingung Alana ketika melihat Ayra membalikan kata Open menjadi Closed yang tertempel di pintu. "Ramai sekali hari ini kamu pasti lelah juga kan, kakak pun merasa lelah. Lagi pula, kita harus tiba di rumah sebelum Ibu tiba, karena kabar gembira ini harus segera sampai pada Ibu" kata Ayra yang bersemangat kembali dan membuat Alana teringat akan dirinya yang ingin memberikan kabar bahagia ini kepada sang ibu. Mereka pun merapihkan toko, tak lupa mematikan lampu dan hanya menyalakan lampu depan toko saja. Ayra dan Alana bergegas menuju mobil Ayra terparkir. Tidak butuh waktu lama, kedua wanita ini pun tiba di pelantara rumah mewah sang ibu. "Sepertnya kita tiba lebih dulu dari pada ibu" kata Alana begitu melihat carpot masih kosong. "Tak apa, kita mandi dulu, mungkin Ibu sedikit pulang terlambat" jawab Ayra. Pukul 19.00 waktunya makan malam. Erika pun sudah ada di ruang makan. Ayra dan Alana baru saja turun bergabung bersama sang ibu di meja makan. "Loh, ibu sampai jam berapa tadi? Ayra kira ibu masih di kantor" kata Ayra yang merasa terkejut dengan adanya sang ibu di meja makan. Erika tersenyum hangat melihat putrinya tiba di ruang makan. "Ibu sampai setengah enam tadi, langsung ke kamar dan bersih-bersih, maaf tidak menyapa kamu ke kamar" jawabnya penuh kehangatan. Lantas Ayra tersenyum mendengarnya, "Tidak apa, Bu" jawabnya. Keluarga kecil ini mulai menyantap hidangan yang tersaji di atas meja. Semuanya menikmati hidangan makan malam ini dengan hening, hingga suara Erika mengintrupsi. "Bagaimana di toko hari ini, ramai?" Tanya Erika. Ayra dengan semangat menganggukan kepalanya. "Ramai sekali, Bu. Sampai kewalahan aku layanin customer, tapi untungnya ada Alana yang bantuin aku. Iya kan Alana?" Kata Ayra dengan bahagianya dia selalu menyebutkan Alana. "Ibu sudah bilang, carilah karyawan biar kamu ada yang bantuin di toko" "Hm, kalau untuk karyawan nanti saja dulu, aku belum terpikir ke arah sana, Bu" jawabnya. Memang sudah sering kali Erika katakan untuk segera merekrut pekerja agar Ayra tidak sendirian di toko, tapi selalu saja dia menolaknya dengan berbagai alasan. Bahkan Alana pun pernah mengatakan hal yang sama dan tetap saja Ayra tidak mendengarkan saran dari ibu dan adiknya itu. "Alana, bantu kakakmu di toko. Lagi pula kamu belum mendapatkan pekerjaan, melamar ke sana sini belum ada yang memintamu datang untuk interview kan!" Ucap Erika sedikit sinis dan memang selalu seperti itu. "Alana punya kabar gembira, Bu" kata Alana dengan senyumnya yang mengembang. Erika hanya menatap sesaat wajah Alana. Ayra memberikan kode dengan anggukan kepalanya agar Alana segera memberitahu sang ibu. "Aku sudah mendapatkan pekerjaan dan mulai besok aku sudah bekerja" ucapnya masih dengan senyum yang mengembang. "Baguslah, biar kamu sedikit ada usaha untuk hidup. Biar hidup kamu jelas" sinisnya dan itu sudah biasa bagi Alana. Namun kali ini Alana sedikit merasa kecewa karena bagi dia ini adalah kabar bahagia, setelah sekian lama dirinya mencari pekerjaan dan pada akhirnya dia mendapatkan pekerjaannya respon yang ibunya berikan seperti itu. "Bu!" Tegur Ayra, dia merasa sang ibu sudah kerterlaluan dengan segera Alana memegang tangan Ayra dan menggelengkan kepalanya. "Ibu sudah selesai" ucap Erika, lalu beranjak dari kursinya dan pergi meninggalkan meja makan. "Bu, bisakah ibu sedikit saja merasakan kebahagian yang sedang Alana rasakan. Alana adikku, Bu. Anak ibu juga" tegas Ayra karena respon yang Erika tunjukan membuat Alana merasa kecewa. Ayra bisa merasakannya dan terlihat jelas dari raut wajah sang adik. Erika menghentikan langkahnya dan terdiam mematung ditempat. Menolehkan sedikit kepalanya ke kanan lalu berkata. "Dia bukan anakku!" Singkatnya yang membuat Ayra shock mendengarnya. "Ibu!" Teriaknya karena Erika kembali melanjutkan langkahnya setelah mengucapkan kata-kata menyakitkan itu. "Kak!" Panggil Alana. Ayra pun membalikan badannya dan memeluk erat tubuh sang adik. "Maapkan ucapan Ibu tadi. Kamu adalah adik kakak, kamu adalah anak ibu" ucap Ayra menenangkan meskipun itu tidak bisa sepenuhnya menenangkan hati Alana. Alana mengangguk dalam pelukan Ayra dengan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk dan siap menetes kapan saja. Ayra melepaskan pelukannya lalu menangkup wajah sang adik dan memberikan senyumannya. "Kamu adalah adik terbaik yang kakak miliki. Kamu punya kakak, apapun yang ibu katakan jangan kamu pikirkan. Kakak sangat bahagia memiliki adik sepertimu!""Kamu akan sangat terkejut kalau kakak sebutkan namanya?" Alana dengan setia masih terdiam mendengarkan Ayra, dia penasaran sekali dengan nama si pria. Pria mana yang sudah membuat Ayra jatuh cinta. "Shayne!! "Kakak jatuh cinta pada Shayne, Al!" Serunya seraya melompat kegirangan. Sungguh tidak bisa dipungkiri rasa bahagianya. Deg.... Namun Alana menampakkan ekspresi yang suliat diartikan. Seketika tubuhnya membeku, otaknya mendadak menghitam, hatinya mencelos begitu saja. Apakah Alana salah dengar, atau Ayra yang salah menyebutkan nama pria. "Kakak jatuh cinta pada Shayne!" Serunya kembali dan itu sudah cukup untuk meyakinkan rungu Alana, bahwa dia tidak salah mendengar. Mendadak sekali kedua matanya berembun, dia lirikan bola matanya kesembarang arah, agar cairan yang sudah mulai menumpuk di pelupuk matanya tidak meluncur. "Al, kamu kenapa?" Tanya Ayra kala melihat reaksi Alana yang diam saja. Lantas Alana pun tersadar, lalu mencoba menarik kedua sudut bibirnya.
Setelah dari ruangan Shayne, kini Alana kembali berkutat dengan segudang pekerjaannya. Berkas-berkas yang menggunung, serta berbagai laporan yang harus dia kerjakan. Namun sedari tadi pula, temannya ini tak henti hentinya terus bertanya mengenai apa yang terjadi dengan Shayne, kenapa dia bisa begitu berubah. Alana memilih untuk tidak menjawabnya, sungguh Clara mendadak menjadi seorang wartawan, yang terus menerus mengajukan pertanyaan pada Alana. Tanpa terasa waktu pun sudah menunjukkan pukul 17.30, sudah waktunya bagi mereka untuk pulang ke rumah. Alana merenggangkan ototnya terlebih dahulu, dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. Setelahnya dia pun merapihkan barang-barangnya di atas meja, memasukkannya ke dalam tas. "Ra, udah beres?" Terlihat Clara tengah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. "Udah.. ayok!" Keduanya pun melangkahkan kaki menuju lift. Clara tak lagi banyak bertanya, sepertinya wanita itu pun kelelahan efek dari pekerjaannya yang menumpuk tadi.
"Jadi, seseorang yang anda maksud itu, mereka?" Tanya Shayne pada Ezra. Ezra tersenyum. "Bukan, lebih tepatnya Alana. Dia teman terdekat saya sejak kita kecil" jawab Ezra membuat kobaran api dalam hatinya menyala. "Oh, seperti itu" malasnya. "Apa anda biasa makan bersama karyawan seperti ini?" Heran Ezra, karena seorang CEO jarang sekali mau berbaur dengan karyawannya, di kantin perusahaan lagi. Bukankah bisa saja, pria itu pergi keluar mencari restoran mahal, atau memesan makanan dan menikmatinya di ruangan sendiri. "Saya ingin makan siang bersama kekasih saya" Sontak saja jawaban Shayne membuat Alana tersedak makanannya. Wanita yang tengah anteng menikmati makan siangnya itu pun harus merasakan tenggorokannya memanas dengan matanya yang mengeluarkan air mata, karena tersedak pasta yang sedang dia nikmati. Uhuk.. uhuk.. Refleks Ezra dan Shayne berkata. "Kamu tidak apa-apa?" Keduanya lantas saling memandang satu sama lain. Clara dengan cekatan memberikan minumannya pa
"Tim.. hari ini saya akan memperkenalkan kalian dengan seseorang yang akan menjadi bagian dari tim kita. Beliau akan membantuk kita dalam mempromosikan produk terbaru dari Cullen" ucap Loren di hadapan tim Marketing. Mereka lantas bertanya-tanya, siapa yang akan menjadi bagian dari tim mereka. "Apakah kali ini aktor tenama?" Tebak Gladis. Loren sedikit mengangguk. "Untuk menjawab pertanyaan Gladis, saya akan panggilkan seseorang yang akan menjadi bagian dari tim kita dan juga Cullen" "Silakan masuk" seru Loren oada seseorang yang sudah berada di ruangannya. Seorang pria tampan yang menjadi idola banyak kaum hawa pun keluar dari ruangan Loren. Membuat para wanita terpesona, terkecuali Alana, dia merasa terkejut kala melihat seseorang yang dia kenali berada disini. Keningnya berkerut. "Ezra!" Serunya tanpa suara. Sementara Clara, dia sudah merasa kegirangan sendiri, karena idolanya kini menjadi teman satu timnya. "Oh my god!" Ucapnya tak percaya. "Perkenalkan, saya Ez
"Syukurlah, kondisi kamu sudah membaik" ucap Shayne kala mereka keluar dari ruang dokter yang memeriksa kondisi Ayra. Ya.. mereka baru saja selesai dengan jadwal kontrol Ayra. Sesuai janjinya, dia akan menemani Ayra sebagai bentuk rasa tanggung jawabnya. Ayra hanya tersenyum menaggapinya. Namun dalam hatinya dia merasa sedih, karena kini bearti Shayne tidak akan datang untuk menjenguknya kembali ke rumah. "Terimakasih ya, sudah mau nemenin aku kontrol" "Sama-sama" "Em.. Shayne, apa kamu sibuk hari ini?" Tanyanya pelan. Shayne menggelengkan kepalanya. "Kenapa?" "Bisa kita, makan siang dulu?" Pintanya. Shayne terlihat seolah berpikir, detik selanjutnya dia pun mengangguk. Membuat Ayra tersenyum padanya. Pria itu mengajak Ayra makan di restoran ternama di Ibu Kota. Jangan tanyakan bagaimana kondisi hati Ayra saat ini, dia merasa amat senang sekali, seolah banyak bungan bermekaran disana. Seorang waiters menghampiri meja keduanya, lalu memberikan buku menu untuk merek
"Dia sudah mau membuka suaranya?" Tanya Shayne begitu turun dari mobilnya. Kacamata hitam masih bertengger di hidungnya, tak lupa kedua tangan yang ia selipkan dalam saku celananya. Arlo menganggukkan kepalanya. "Dia ingin bertemu denganmu" Shayne pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah bangunan yang orang pikir dari luar ini adalah sebuah pabrik. Derap langkah kaki Shayne begitu menggeman Si pria yang berada di dalam pun menegakkan kepalanya, dengan kondisi tangan dan kaki masih terikat. Shayne menatapnya dengan dingin, tak ada belas kasih di dalamnya. "Lo gak sentuh dia kan?" Tanyanya begitu melihat Shayne berada di hadapannya. Shayne mengedikkan bahunya. "Tergantung lo!" Terlihat dadanya naik turun. Dia tidak bisa membiarkan Shayne menyentuh adiknya. "Apa yang akan gue dapetin kalau gue mengatakan semuanya?" "Semua tergantung sama lo!" Lagi-lagi ucapan Shayne membuat pria itu terdiam. "Mario. Pemiliki PT AR, dia yang udah bayar gue buat hancurin lo, buat






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen