Keesokan paginya, udara terasa hangat dan sedikit lembap. Aku bangun lebih awal, menyiapkan Dinda sarapan, memastikan tas berisi dagangan siap dibawa. Dion sudah duduk di ruang tamu, menatap langit pagi dari jendela. “Din… hari ini kita harus lebih fokus,” katanya pelan. Aku mengangguk, mencoba menahan rasa lelah yang menumpuk. Dinda tersenyum riang. “Bunda, ayo jualan!” katanya sambil menggenggam tanganku. Senyum polosnya menjadi pengingat, meski hatiku penuh kekhawatiran, bahwa aku harus bertahan demi dia. Aku menyiapkan risoles, tempe mendoan, dan kue jajanan lain sambil menata beberapa bungkusan untuk menitip ke warung. Dion ikut membantu membungkus, tampak canggung tapi tulus. “Din, ini kita bagi-bagi dagangan ke beberapa warung. Aku ikut temani,” katanya. Aku tersenyum tipis. “Iya, ayo. Semoga hari ini lebih lancar.” Sepanjang pagi, kami berkeliling ke beberapa warung. Beberapa menolak karena sudah penuh, beberapa menerima dengan senyum. Aku belajar menerima penolakan tanpa
Last Updated : 2025-10-21 Read more