All Chapters of Permaisuri yang Diabaikan: Chapter 21 - Chapter 30

Aku membuka mataku pada kata-katanya yang tak terduga. Mengapa ia menyiapkan hadiah ulang tahun untukku? Bukankah seharusnya aku menerimanya setelah aku cukup umur? Aku menggelengkan kepalaku dan menerima kotak itu dari ayahku. Ukurannya hampir setengah dari ukuran tubuhku. Mengapa ini begitu besar? Ketika aku membuka pita biru tua dan membuka tutupnya, ada boneka besar di dalamnya. Boneka wanita mengenakan gaun cantik dengan rambut emasnya yang berkilau diikat menjadi satu.Aku tidak bisa berkata-kata pada saat itu. Saya rasa ia memberiku hadiah ini karena ia pikir aku masih muda, tetapi itu sedikit memalukan bagiku yang telah hidup hingga tujuh belas tahun. Aku akan berpikir begitu bahkan jika aku tidak memiliki ingatan masa lalu.“Kau tidak menyukainya? Yah, sebenarnya, para ksatria mengatakan kepada saya bahwa anak seusiamu...”"Tidak, Ayah. Saya sangat menyukainya!"Aku tertawa cerah ketika ia berbicara dengan canggung seolah-olah ia menc

“...Ya, apakah Ayah memanggil saya?”“Saya tidak berpikir ia memanggilmu hanya untuk secangkir teh. Sejauh yang saya tahu, kaisar tidak pernah melanggar janji yang telah ia buat. Kau tidak perlu terlalu takut. Pergilah ke sana dengan hati yang ringan.”“Tentu, akan saya lakukan, Ayah. Terima kasih.”Meskipun aku merasa gugup, aku tersenyum padanya karena aku tidak ingin mengkhawatirkan ayahku. Aku naik ke kamarku dengan hati yang berat dan bersiap untuk pergi ke Istana Kekaisaran.Aku sedikit menghela napas saat melihat riasan dan tatanan rambutku yang dilakukan oleh pelayan. Tidak seperti penampilanku yang suram, pakaianku sangat berwarna. Menyentuh rambutku yang dikepang yang diikat di kedua sisi, aku menuju ke Istana Kekaisaran.“Lewat sini, Nona Monique.”Dipandu oleh pelayan, aku menuju ke taman kekaisaran. Mengingat kenangan masa laluku ketika aku berusia 17 tahun, aku melihat sekeliling. Pada saat aku sampai di sana, aku bisa melihat

Terdengar bisik-bisik di sana-sini di dalam teater. Aku menghela napas. Aku ingin kembali dan menemui ayahku sebentar, tetapi aku tidak bisa karena kaisar sepertinya tidak akan meninggalkan tempat itu. Setelah menyuruh para penjaga kerajaan untuk tidak mendekatinya, ia berkata dengan senyum cerah, "Oh, aku dengar kau mampir ke istana dengan gaun yang lucu. Rumor tentang kunjunganmu sudah menyebar sampai ke Divisi Ksatria ke-2.""Yang Mulia...""Aku dengar kau juga bertemu putra mahkota. Jadi, bagaimana menurutmu tentang dia? Apa kau benar-benar lucu?"Bagaimana kunjunganku sampai ke telinganya? Saat aku menundukkan kepala karena malu, aku menoleh ke sampingku, terkejut. Mataku langsung bertemu dengan mata biru gelapnya. Sambil menatapku dengan acuh tak acuh, ia berkata, "Ya, dia memang datang menemui saya, Yang Mulia.""Oh, begitu."Apa maksudnya dengan itu? Kaisar tertawa bahagia, sementara pangeran yang terlihat hampir seperti seorang pemuda masu

"Yah, saya pikir Anda akan pergi dengan Duke Verita. Karena ia pergi ke sana untuk mengawasi pekerjaan bantuan, saya pikir ia akan terus bergerak tanpa berlama-lama.""Anda benar. Saya khawatir saya tidak akan bisa mengirim pesan sampai saya kembali.""... Saya mengerti." Aku menjawab dengan lemah. Tiba-tiba, aku merasa kosong. Ayahku, Allendis, ksatria keluargaku.Aku tahu aku tidak bisa hidup di sekitar mereka selamanya, tetapi aku dipisahkan dari mereka jauh lebih awal dari yang kuduga. Aku terus merasa tertekan.Apakah ia menyadari perasaanku yang suram? Atau apakah ia depresi sepertiku? Ada keheningan antara aku, yang enggan membuka mulut, dan dia, yang hanya makan dengan diam."Aristia.""Hah?"Ketika ia akhirnya memecah keheningan, aku juga berhenti memanjakan diri dalam pikiran kosong. Sudah waktunya hidangan penutup. Banyak orang makan hidangan penutup untuk menyegarkan mulut mereka dengan rasa manis setelah hidangan utama be

"Tidakkah kau tahu bahwa saya tidak akan maju jika saya berlatih sendirian? Tidak peduli seberapa keras saya mencoba, saya tidak bisa membuat kemajuan apa pun. Saya benar-benar frustrasi.""Yah, saya tidak yakin tentang itu karena saya belum pernah merasa seperti itu."Aku merasa ia benar-benar lancang. Aku berbalik setelah menatapnya sejenak. Aku tidak merasa akan mendapatkan jawaban bahkan jika aku terus berbicara, dan aku tidak ingin menghadapinya lagi karena bayangan pria lain yang gambarnya terus-menerus tumpang tindih dengannya."Sekarang setelah kau menyerah begitu saja, saya tidak berpikir kau serius tentang belajar ilmu pedang.""... Yah, saya tidak ingin berbicara lagi denganmu yang mencoba mempermainkan saya," kataku dengan tajam."Kau membutuhkan lebih banyak otot dan kekuatan untuk berlatih ilmu pedang. Itu sebabnya kau tidak bisa maju. Mengapa kau tidak membangun kekuatanmu terlebih dahulu sebelum berbicara tentang ilmu pedang?"