All Chapters of Dosenku Penyembuh Lukaku: Chapter 61 - Chapter 70

Chloe tertegun saat melihat sikap Eva barusan. Nafas Eva terengah-engah, matanya membesar dan mulai memerah. Selama Eva tinggal di keluarga Brown, ia tidak pernah melihat Eva yang ketakutan seperti ini.Pria itu berjalan ke arah Eva, "kamu ngapain teriak-teriak begitu sih? Padahal kakakmu 'kan bersikap baik padamu.""Eva, kakak hanya..."Mata Eva semakin melebar, "jangan mendekat!"Kursi roda Eva bergerak mundur, ia berusaha untuk menjaga jarak dari mereka. Setelah beberapa bulan lamanya, ini kedua kalinya trauma Eva kambuh kembali. Walaupun ia sudah berusaha untuk tetap tenang dan tidak memikirkannya, ingatan menyakitkan itu selalu muncul begitu saja. Tetapi Chloe mencoba untuk menenangkan Eva sambil mendekatinya."Eva, kamu tenang dulu ya. Kakak cuman mau berbicara sama kamu kok."Jantung Eva terus berdebar dengan sangat kencang, lalu ia memegang kontrollernya dan melajukannya. Tetapi Chloe menahan kursi rodanya."Eva!

Setelah menghadapi suasana yang tidak menyenangkan, William memutuskan untuk mencari tempat beristirahat. Mereka duduk di kursi panjang, sedangkan Eva sedang tertidur pulas, kepalanya berada di atas paha William.William memperhatikan Eva sambil mengusap pipinya dengan lembut. Gadis ini sudah berjuang dengan sangat baik saat sedang menghadapi traumanya. Tidak lama kemudian, ponsel milik William berbunyi.'Yo, brother. Gimana liburannya sama kakak ipar? Dia senang nggak?'"Hm. Hanya saja ada pertemuan yang nggak terduga, tapi setidaknya sudah bisa dikendalikan."'Oh ya? Ketemu sama siapa?'"Salah satu anggota keluarga Brown, kakak tirinya." Suara dari telepon seberang hening sesaat. 'Serius?? Terus kakak ipar gimana keadaannya sekarang?'William diam sejenak, ia menatap Eva sambil tersenyum lembut, "traumanya muncul lagi, tapi berbeda dari kejadian yang di Turnamen waktu itu, sekarang dia mulai bisa menenangkan dirin

Akhir pekan sudah terlewati, kini Eva kembali menjalani perkuliahan seperti biasa. Saat sedang jam istirahat, Eva dan juga Clara pergi ke kantin dan makan bersama."Gimana liburanmu kemarin? Seru nggak?"Eva mengangguk, "seru kok. Kemarin aku pergi ke Aquarium, bisa lihat berbagai jenis ikan disana, asik banget."Eva tersenyum lebar dan menceritakan jenis-jenis ikan yang menurutnya menarik. Clara mendengarkan dengan seksama, sesekali ia juga tersenyum."Sepertinya kamu senang sekali ya, Eva? Aku bisa tahu dari raut wajahmu dan caramu bercerita, tapi keseruan yang ku maksud tadi, sebenarnya bukan itu."Eva menaikkan alisnya, "terus apa?"Clara tersenyum nakal, "keseruan antara kamu dan pak William."Eva yang sedang mengunyah makanannya, tiba-tiba ia tersedak dan batuk. Clara dengan cepat menyodorkan botol minum ke depan Eva, Eva mengambil botol itu dan meminumnya."Hee... sepertinya seru sekali ya? Kamu sampe salting begitu."

Di sebuah ruangan kaca, Eva dan ibu Ruth sedang mengobrol. Sesekali Eva juga berbicara sambil tersenyum, sehingga ibu Ruth bisa menyimpulkan kalau Eva sebenarnya mahasiswa yang sangat ramah."Ohh, jadi seperti itu ya cara kamu memenangkan turnamen kemarin?"Eva mengangguk, "iya, bu."Ibu Ruth tersenyum, "seperti biasa, kamu memang anak yang pintar. Bukan cuman memiliki nilai akademik yang bagus, tapi juga bisa menyusun strategi dengan sangat cepat. Mungkin suatu hari nanti, kamu bisa menjadi seorang pemimpin yang baik.""Terima kasih banyak atas pujiannya, bu. Tapi saya sendiri masih perlu banyak belajar."Sambil berbicara, Eva tanpa sadar memperhatikan gerak-gerik dosen tersebut, begitupula dengan ibu Ruth. Entah apakah ini efek trauma atau bukan, tetapi insting Eva mengatakan kalau dia harus hati-hati dengan dosen tersebut, sebisa mungkin jangan biarkan dosen itu menarik informasi apapun darinya.Tetapi, ibu Ruth juga menyadari kalau Eva s

William mendorongnya keluar dari ruangan tersebut dan membawanya ke meja kerjanya. William memindahkan Eva ke kursi miliknya, lalu ia mengenakan jaket besarnya ke tubuh Eva."Pak William, anda nggak perlu..."William tidak menjawab, ia langsung berbalik dan berjalan menuju sebuah meja yang ada dispenser. Ia mengambil sebuah gelas dan juga teh celup, lalu menyeduhnya dengan air panas. Kemudian, ia memberikannya kepada Eva."Minumlah."Dengan ragu-ragu, Eva mengambil gelas tersebut lalu meminumnya perlahan. William memperhatikan Eva sesaat."Kalau kamu merasa nggak nyaman saat konseling tadi, seharusnya kamu langsung bilang saja. Jangan memaksakan dirimu." suaranya terdengar tegas.Eva hanya menunduk, ia tidak berani menatap William secara langsung. Karena saat di kampus, sikap dan auranya William terasa berbeda dibandingkan di rumah. Dia memang benar-benar dosen yang berwibawa.Dosen-dosen yang ada di ruangan, hanya memperhatikan merek