Semua Bab Jangan Salahkan Aku Mencintainya : Bab 61 - Bab 70

Pagi ini ruangan kantor Angkasa Khile Corp sedikit terasa berbeda.Biasanya ruangan itu dipenuhi suara keyboard dan dering telepon. Tapi pagi ini berbeda.Begitu Andini melangkah masuk melewati pintu kaca lantai 14, suasana mendadak sunyi.Hanya dalam hitungan detik setelah tumit sepatunya mengetuk lantai, bisikan mulai mengalir dari segala arah.“Itu dia orang baru dari tenaga IT yang kemarin pulang bareng Bos Evans.”“Bukankah dia yang menjabat sebagai Senior Analyst Finance and Technology Integration?”“Hati-hati loh jangan bicara sembarangan. Posisinya sangat penting dalam perusahaan.”“Iya tau, tapi aku lihat sendiri loh, bos besar sampai memakaikan jasnya ke pundak Andini.”“Pantesan wajahnya cantik alami begitu, bos muda mana yang nggak kepincut.”“Bukan hanya bos Evans, tapi pak Radit juga kepincut loh.”“Baru hari pertama kerja sudah langsung deket sama bos-bos? Gila sih powernya.”Andini pura-pura tidak mendengar.Dia terus berjalan menuju mejanya, namun sorot mata setiap or

Hari ini tepat satu bulan Andini menjadi bagian dari Angkasa Khile Corp. Hari yang cukup dibilang singkat, tapi anehnya Andini merasa waktu satu bulan ini terasa lebih berat jika dibandingkan dua tahun yang lalu, saat dia masih menjadi Andini yang lemah.Bagi Andini tinggal satu rumah dan satu tempat bekerja dengan Radit dan Tiara adalah beban terberat dalam hidupnya. Terlebih lagi selama satu bulan ini dia harus tingal terpisah dari Naren.Walau di Kurta Utara ini Andini juga dijaga dan dilindungi oleh seseorang yang lebih kuat dan lebih berkuasa dari pada Naren, tapi entah mengapa hati Andini tetap tak bergeming.Evans Khile selalu memberikan perhatian lebih padanya, tapi bagi Andini perhatian yang diberikan oleh Evans itu tak lebih dari perhatian atasan kepada bawahan saja.Terlebih lagi sejak awal Andini sudah menjalin kesepakatan kontrak kerjasama dengan Evans, untuk menyelamatkan nama baik Andini dan bagi Evans untuk menyelamatkan perusahaannya dari sabotase data yang dilakukan

Ruangan yang tadinya dipenuhi napas berat dan getaran emosional, dalam sekejap berubah menjadi hening mematikan.Tak ada suara, bahkan bunyi pendingin ruangan pun seolah berhenti bekerja.Andini terpaku di tempatnya.Jessica terpaku di ambang pintu.Evans berdiri tanpa bergerak, kedua tangannya yang tadi mencengkeram tubuh Andini kini terkulai di samping tubuhnya.“A-Andini…” suara Jessica nyaris berbisik, namun bergema terlalu keras untuk hati Andini.Sedetik kemudian, sesuatu berubah di wajah Jessica.Wajah penuh amarah dari seorang wanita yang siap melabrak perempuan yang dikabarkan ingin merebut calon suaminya seketika sirna. Matanya membesar bukan karena cemburu, tapi terkejut karena mengenali seseorang yang pernah dia sayangi sebagai sahabat.Jessica menutup mulutnya dengan telapak tangan. Napasnya memburu. “Kamu… kamu benar-benar Andini?”Andini begitu kaget hingga butuh beberapa detik untuk menemukan suaranya sendiri.“Jessica kamu di sini?”Mereka saling menatap. Bukan sebag

Waktu yang hampir bersamaan tapi pada tempat yang berbeda.Pintu ruangan Evans baru saja tertutup saat Andini menyusul Jessica meninggalkan tempat itu.Evans masih berdiri mematung, meresapi setiap kata Jessica, setiap tatapan Andini, dan perintah neneknya yang baru saja masuk lewat telepon.Kepalanya seperti dihantam ratusan palu godam yang dipukulkan secara bersamaan.Hampir satu menit Evans tidak bergerak. Nafasnya naik turun, tidak stabil. Dia ingin keluar menyusul Andini, tapi dia tahu ini bukan waktu yang tepat. Bahkan mungkin semakin memperkeruh keadaan.Walau dipenuhi rasa takut dan khawatir, Evans akhirnya membiarkan Andini dan Jessica berbicara empat mata dari hati ke hati. Dalam konteks sebagai sahabat atau mungkin sebagai saingan.Akan tetapi untuk berjaga-jaga dan jauh dari kesadaran Andini maupun Jessica, diam-diam Evans memerintahkan Kenzo untuk menyuruh orang kepercayaan mereka untuk mengikuti keduanya. Bersiaga jika sesuatu yang tidak diinginkan nantinya akan terjadi

Selama ini dengan kejamnya dia menjadikan Andini seperti manekin dalam rumah tangga mereka, dan ternyata dia sendiri juga dijadikan boneka oleh wanita yang dia sayangi. Radit mencengkram rambutnya sendiri penuh rasa frustasi, di depan matanya bayang-bayang kekejaman dirinya pada Andini seolah sedang menari-nari. Apakah ini yang disebut dengan hukum karma?? “Selama ini, aku selalu menuruti setiap keinginan mu, Tiara. tanpa menaruh sedikitpun perasaan curiga.” Suaranya mulai terdengar parau, Antara menahan amarah bercampur kesedihan. “Aku ikuti saranmu untuk menikahi Andini, secara terang-terangan menyakiti hatinya dan dengan kejam menyiksa fisiknya. Semua itu untuk menuntaskan balas dendam pribadi ku. Tapi nyatanya aku keliru, kalian cuma memanfaatkan kepercayaanku!” Thomas menyeringai. “Sepertinya kamu salah Radit. Kami sama sekali nggak perna memanfaatkan mu. Kami hanya membuka pintunya. Lalu kamulah yang melangkah masuk dengan senang hati.” Tiara menatap Radit dengan seny