All Chapters of Jangan Salahkan Aku Mencintainya : Chapter 51 - Chapter 60

Pintu kamar tertutup keras di belakang Radit, sebelum akhirnya dia melangkah pergi pria itu sempat berdiri beberapa detik didepan pintu sebelum akhirnya dia melangkah pergi.Di dalam ruangan kamarnya, Andini masih merasakan deru nafas penuh amarah dari Radit seolah masih tertingal dan menghantam udara sekitarnnya, seperti pukulan yang tak kasat mata aroma nafas itu seolah ingin meremukkan tubuh Andini.Biasanya jika kemarahan sedang terasa membumbung dalam dadanya. Radit selalu menghancurkan barang apa saja yang ada di dekatnya.Tetapi untuk malam ini, kemarahan justru membuatnya ingin berpikir tenang dan sedikit memutar memorinya. Walau dia dalam keadaan marah, langkahnya masih tertata dengan teratur. Di lantai atas mansion, tepat di seberang kamar pribadinya sendiri, terbentang ruang bar mini yang selalu jadi tempat pelariannya disaat pikirannya sedang kacau.Lampu ruangan itu memancarkan cahaya kuning yang tampak elegan, lampu di sekelilingnya sengaja di buat menyala redup.Dan di

Brakkk!!Pintu kamar Andini terbuka secara paksa, hempasan dari daun pintu itu menghantam dinding.Tubuh Radit membeku. Matanya menatap tidak percayaSedangkan Andini spontan langsung mendorong tubuh Radit supaya menjauhinya, lalu merapatkan selimut untuk menutupi tubuhnya, karena gaun malamnya yang saat ini dia kenakan sudah tercabik bahkan hampir tak ada bentuknya lagi oleh perbuatan kasar Radit.Nafas Andini masih tersengal karena ketakutan. Tapi ada kebahagian dibalik itu, jika selama ini Andini selalu mengutuk benci setiap kali bertemu dengan seseorang yang sedang berdiri diambang pintu ini.Tidak untuk kali ini, kehadiran seseorang itu sama seperti Dewi penolong untuknya.Namun senyum dan rasa bahagia itu seketika sirna. Saat tatapan mata seseorang yang mendobrak pintu itu terhunus pada dirinya.Di ambang pintu berdiri seorang wanita dengan gaun dusty pink yang dikenakannya, seolah gaun itu khusus untuk menyatakan siapa penguasa hati Raditya Mahesa sebenarnya.Tiara Hilton.Tata

Meeting pertama selesai pukul 11.45 siang, meninggalkan aroma ketegangan dan tatapan penuh tanya dari seluruh karyawan.Tiara keluar ruangan duluan dengan langkah angkuh, seperti seorang ratu yang takut tahtanya akan dirampas matanya terus mengawasi setiap gerak-gerik dari Radit.Tak lama setelah Tiara keluar dari ruangan, Radit menyusul sambil berbicara dengan dua direktur cabang yang mengiringi langkahnya.Andini masih duduk, membereskan laptop dan file kerjanya, sangat santai dan tidak terburu-buru.Dia baru bangkit setelah ruangan hampir kosong.Andini menghembuskan nafas panjang, mencoba membuang rasa sesak di dalam dadanya.Bagi Andini, bisa bekerja di bawah satu atap dengan Raditya Mahesa dan Tiara Hilton adalah mimpi terburuk untuk dirinya.Selama delapan jam dalam sehari, sebanyak lima hari dalam seminggu, dia harus berperan baik seolah-olah sedang membantu keduanya untuk mewujudkan rencana jahat mereka.Tentunya semua itu akan menjadi waktu yang melelahkan bahkan mungkin set

Restoran yang dipesan oleh Evans untuk makan malam dengan Andini terkesan terlalu mewah untuk disebut sebagai tempat makan.Lampu kristal menggantung rendah di atas meja bundar berlapis linen putih, setiap sudut ruangan dipenuhi hiasan bunga peony merah muda dan wangi mawar putih yang samar.Piano lembut mengalun, membuat atmosfer terasa tenang sekaligus menegangkan.Evans menarik kursi untuk Andini, sangat sopan dan sangat lembut. Perlakuan yang tidak pernah diberikan oleh Evans pada wanita lain selain dari pemilik hatinya ini.“Silahkan duduk.” suaranya rendah, penuh kehati-hatian.Seolah takut menyakiti perasaan Andini hanya dengan memilih intonasi yang salah.Andini duduk, tapi tubuhnya tegang. Tangannya saling menggenggam di atas pangkuan, bukan karena malu tetapi karena jiwanya sedang terbagi.Raganya memang terlihat sedang bersama dengan Evans Khile, akan tetapi hatinya berpusar jauh mencari bayangan Naren.Pelayan datang menyajikan makanan terbaik di restoran itu tanpa diminta

Pintu kamar ditutup kencang, lebih tepatnya pintu itu dibanting oleh Tiara penuh dengan amarah.Perdebatan keduanya terdengar. Disusul oleh suara riuh lainnya, yang berasal dari pecahan barang yang dibanting, saat menyentuh lantai marmer dibawahnya. Selama ini dua sejoli itu selalu seiya sekata saling mencintai, menyayangi seolah, kasih sayang keduanya tak akan pernah lekang oleh sang waktu.Tangis dan jerit Tiara pun terdengar, keduanya benar-benar sedang bertengkar hebat. Di dalam kamar itu Radit terlihat meremas rambutnya frustasi.Sebenarnya Radit tadi ingin marah, ingin memukul, ingin menyiksa Andini, dan membuat perempuan itu menangis tersedu-sedu seperti biasa yang selama dua tahun ini sering dia lakukan.Tapi, kesepakatan yang sudah dia tanda tangani tadi pagi membuatnya berpikir ulang untuk kembali berbuat kasar pada Andini.Masih pada posisinya berdiri di dalam ruangan apartemen, Andini tersenyum puas, seharian ini dia benar-benar berhasil merubah keadaan.Radit dan Tiara y