Darius bergegas ke sisiku.Dia melihat mataku yang berkaca-kaca dan kotak musik yang pecah berkeping-keping di lantai. Rasa pilu memenuhi wajahnya. "Nia, apa yang terjadi? Tanganmu ...."Dia meraihku, tetapi aku tersentak menjauh karena merasa jijik.Saat itu, Shanti berlari menyusulnya.Dia menghambur ke pelukan ibunya, menangis sejadi-jadinya. "Mama, Mama baik-baik saja? Ini semua salahku, seharusnya aku nggak minta bantuan Mama .... Bu Ivania, maafkan kami, kami nggak bermaksud begitu!"Emira langsung bersandiwara, menatapku dengan ketakutan palsu di matanya. "Darius, kamu harus bicara sama Ivania. Dia seperti orang gila tadi, dia bilang mau bunuh kami ....""Aku cuma suruh dia untuk nggak menyentuh barang-barang ibuku!" Aku menunjuk pecahan-pecahan di lantai, suaraku sedingin es.Mata Darius melirik antara Shanti yang menangis, ibunya Shanti, dan aku.Alisnya berkerut. Kepiluan di matanya digantikan oleh rasa tidak sabar dan keraguan."Nia, sudah cukup." Suaranya menyiratkan sesuat
Read more