Aku mengeluarkan laporan keguguran itu dari dalam saku. Tanganku gemetar saat menaruhnya bersama berkas-berkas lainnya.Air mataku jatuh, membasahi kertas itu, seolah menjadi sebuah salam perpisahan. Aku menarik napas dalam-dalam.Saat hendak memasukkannya ke dalam koper, suara Andika tiba-tiba terdengar dari belakang, penuh kebingungan.“Sedang apa?”Aku panik menutup koper, menyeka air mata di sudut mata.Andika berjalan mendekat, pandangannya jatuh tepat pada koper itu.“Kenapa kembali?” tanyaku canggung, sengaja mengalihkan topik.Alih-alih menjawab, Andika mengangkat tangannya dan menyentuh sudut mataku.“Kamu… menangis?” tanyanya.Dia terpaku melihat basah di ujung jarinya, seolah tak tahu harus berbuat apa.Aku lantas tersenyum.“Namanya juga bumil, suasana hati gampang banget berubah. Nanti juga baikan,” jawabku asal.Andika menghela napas lega.“Syukurlah. Oh ya, aku tadi lupa tanya, kamu mau ikut nggak minta jimat keselamatan?” tanyanya.“Aku ingat betul kamu begitu mengangga
اقرأ المزيد