Stormy Banks is an ordinary eighteen year old in college. all her life, she seemed perfectly normal until she meets Scott Bentley. Scott is a narcissistic boy with rude behaviours. He never lived a normal childhood and he wasn't planning on living the rest of his life normal, until he meets Stormy and she changes his upside down world into a beautiful chaos. But troubles and their past seemed to hunt their relationship as they move on, testing them at every turn.
Lihat lebih banyakBrukkkk
Alira melempar tas selempangnya dengan kesal ke atas kasur, segera manjatuhkan tubuh langsingnya di atas ranjang, sebelum membenamkan wajah cantiknya ke dalam bantal.
Dengan air matanya yang berderai, Alira hanya bisa menangis, terisak dan tergugu, memikirkan bagaimana nasib dan masa depannya setelah ini.
Dia masih tak percaya, bagaimana bisa kedua orang tuanya menjodohkannya begitu saja, tiba-tiba, tanpa ada angin ataupun hujan, menjadikan hidupnya bagaikan kisah seorang Siti Nurbaya.
"Kenapa harus punya hutang sih Yah? kenapa harus membayar hutang dengan aku Yah? kenapa? aku kan anak Ayah? anak kandung Ayah! bukan anak tiri Yah...,"
"Aku baru saja selesai kuliah Yah, perjalananku masih sangat panjang! bahkan aku masih mencari kerja dan belum pernah merasakan uang hasil kerja kerasku sendiri, bagaimana bisa Ayah menjodohkanku Yah? bagaimana bisa? bagaimana dengan masa depanku Yah? bagaimana dengan kisah cintaku bersama Adam Yah? bagaimana?" gumamnya pelan, dengan wajahnya yang semakin basah, membalikkan posisi tubuhnya menjadi terlentang.
Sebelum berteriak, menjambak rambut hitamnya sendiri karena rasa frustasi yang di rasakannya.
"Adam.. aku di jodohkan Dam...bagaimana ini Dam? aku di jodohkan sama Ayah Ibuku Dam...," tangis Alira tergugu, memanggil nama kekasih hatinya, sebelum menutup wajah cantiknya dengan kedua telapak tangannya, tak mampu menahan rasa sakit yang dirasakannya.
Sangat sakit, menghimpit perasaannya, sangat kuat, hingga membuatnya sesak susah sekali untuknya bernafas.
"Apa kita harus putus Dam? tapi aku nggak mau putus sama kamu Dam...aku masih sangat mencintai kamu...setelah enam tahun hubungan kita, percintaan kita, bagaimana bisa? aku nggak mau putus sama kamu Dam...!" ucapnya lagi, sebelum berteriak histeris, melampiaskan rasa sakit di hatinya.
Di ikuti dengan mengalihkannya pandangannya, ke arah pintu kamarnya yang terbuka, beradu pandang dengan Bu Rani, ibu kandungnya sendiri.
Yang mengayunkan langkah perlahan, dengan wajah yang sangat sendu mendekati dirinya yang masih menangis tergugu.
"Lira...," panggil Bu Rani, dengan sorot mata pilunya memanggil lirih nama anak gadisnya.
"Bu...," jawab Alira, dengan bibirnya yang bergetar, mata yang memerah segera beranjak bangun, untuk berhambur ke dalam pelukan hangat ibunya.
"Ibu minta maaf ya Ra? Ibu nggak bisa berbuat apa-apa untuk kamu Ra..., Ibu minta maaf...," lirih Bu Rani, ikut menitikan air matanya, membelai lembut puncak kepala anaknya, membalas pelukan Alira.
"Kenapa harus aku yang dijodohkan sih Bu? kenapa harus aku?" tanya Alira, terisak masih di pelukan ibunya.
Tak membuat Bu Rani bersuara, hanya menangis membelai lembut puncak kepala putri sulungnya.
"Apa karena statusku yang anak pertama Bu? harusnya Ibu melahirkanku menjadi anak kedua Bu! biar aku bisa menikmati kebahagiaanku sendiri! sesuai jalan yang aku sukai sendiri Bu...," jawab Alira dengan deraian air matanya yang sempurna membasahi pipi mulusnya.
Sebelum menarik kepalanya pelan, beradu pandang dengan Bu Rani yang terlihat sendu menatapnya pilu.
"Bagaimana dengan masa depanku Bu? cita-citaku? impianku? bahkan aku belum bisa memberikan ibu gaji pertamaku Bu, aku belum bekerja, bagaimana bisa Ayah menyuruhku menikah Bu? bagaimana bisa?" lanjut Alira, dengan tangisannya yang semakin tergugu.
Menatap lekat mata basah Ibunya, dengan sikapnya yang memohon.
"Maafkan Ibu Sayang, Ibu minta maaf ...," ucap Bu Rani, menyeka lembut pipi anak gadisnya, dengan perasaan sakit di hatinya, merasa tak berdaya dengan permohonan Alira.
Karena hutang Budi suaminya, yang memaksanya untuk diam, tak mampu berbuat banyak untuk menghentikan perjodohan yang diminta calon besannya.
Sahabat baik dari suaminya, yang telah banyak membantu kehidupan keluarganya.
***
Flasback
"Assalamualaikum," ucap Alira, mengayunkan langkahnya masuk kedalam rumah, mengulaskan senyumnya kepada Ayah dan Ibunya yang sedang duduk bersantai di depan tv di ruang keluarga menjawab salamnya kompak.
"Waalaikum Salam, sudah pulang Ra?" jawab Bu Rani menikmati kue kering yang tersaji, mengulaskan senyumnya kepada Alira yang mengayunkan langkah mendekatinya.
"Sudah Bu," jawab Alira, mencium tangan kedua orang tuanya bergantian, sebelum duduk di sebelah Ayah Pras, sesaat setelah mencomot satu kue kering di atas meja.
"Gimana? lancar interviewnya?" tanya Ayah Pras yang di jawab dengan anggukan pelan kepala Alira.
"Doain ya Yah? Bu?" jawab Alira, di sela kunyahannya.
"Aamiin. semoga keterima ya Ra?" jawab Bu Rani, di ikuti dengan kata Amin Ayah Pras dan Alira.
"Emmm...Ayah ingin bicara sama kamu bisa?" ucap Ayah Pras, mengalihkan pandangan Alira yang mengangguk pelan menatapnya.
"Bicara aja Yah, kenapa harus pakai izin?" jawab Alira santai, kembali menyuapkan kue kering ke dalam mulutnya menatap Ayahnya.
"Bagaimana hubungan kamu dengan Adam Ra? baik-baik saja?" tanya Ayah Pras yang di sambut dengan anggukan kepala Alira yang masih mengunyah kue di mulutnya.
"Baik Yah, nggak ada masalah, cuma Adam sekarang lagi di luar kota jadi kangen deh nggak bisa ketemu," jawab Alira terkekeh.
Mengalihkan pandangan Ayah Pras, beradu pandang dengan Ibu Rani yang terdiam.
"Apa Ayah sama Ibu boleh minta sesuatu sama kamu Ra?" tanya Ayah Pras lagi hati-hati.
"Minta apa Yah?" jawab Alira sebelum tersedak dengan kalimat Ayahnya.
"Kamu putus sama Adam ya?" lanjut Ayah Pras, menyentakkan hati Alira, membuatnya terbatuk.
"Minum dulu Ra," Bu Rani bersuara, memberikan segelas teh hangat milik suaminya kepada Alira.
"Kenapa Yah? kenapa aku harus putus sama Adam?" tanya Alira, dengan sorot mata bingungnya, sesaat setelah menenggak habis teh hangat pemberian Ibunya.
"Karena kamu harus menikah sama Satria Ra, anak Om Bagaskara." jawab Ayah Pras, membulatkan mata Alira menatapnya.
"Ayah bercanda kan?" tanya Alira, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Bu Rani yang terdiam, masih duduk di samping ayahnya menatapnya sendu.
"Ayah bercanda kan Bu? ayo Bu tolong bilang sama aku kalau Ayah sedang bercanda!" ucap Alira, dengan wajah tak percayanya ingin mencari pembelaan Ibunya.
Sebelum mengulaskan senyum getirnya, dengan matanya yang berkaca-kaca mengalihkan pandagannya ke arah Ayah Pras yang terdiam menatapnya.
"Ayolah Yah..., Ayah pasti bercanda kan?" lirih Alira, ingin mencari kebohongan di wajah ayahnya.
Namun tak menemukannya, yang dia temukan hanya gelengan pelan kepala Ayah Pras, dengan sorot mata sendu menatapnya dalam.
Menggetarkan bibir Alira, menitikan air matanya membuang pandangannya ke sembarang arah.
"Aku nggak mau menikah sama Satria Yah, dan aku nggak mau putus sama Adam!" jawab Alira, menyeka air matanya pelan tak menatap Ayahnya.
"Kamu harus nikah sama Satria Ra, Ayah mohon sama kamu, kamu menyetujuinya ya?" mohon Ayah Pras, mengalihkan kembali pandangan Alira menatapnya.
"Tapi kenapa Yah? kenapa tiba-tiba?"
"Karena hutang Budi Ayah Ra!" jawab Ayah Pras, dengan nafasnya yang memburu, semakin memecahkan tangis Alira.
"Ayah minta tolong sama kamu, tolong kamu ngerti posisi Ayah...," lirih Ayah Pras, beradu pandang, memohon kepada anak gadisnya.
"Bagaimana dengan posisiku Yah? hatiku? perasaanku? tolong mengerti aku juga Yah...," lirih Alira.
Tak membuat Ayah Pras bersuara, hanya membuang pandangannya ke sembarang arah, dengan helaan nafasnya yang terdengar berat mengusap wajahnya pelan.
" Apa kamu ingat dulu Ra? saat usaha Ayah kamu ini hampir bangkrut? Om Bagas yang membantu Ayah, Om Bagas menyuntikkan dana hingga usaha Ayah bisa berdiri tegak seperti sekarang ini!" ucap Ayah Pras, dengan pandangan menerawangnya lurus kedepan.
"Apa kamu ingat saat Ayah sakit dulu Ra? ayah harus di operasi, tepat di saat keuangan ayah yang menipis, Om Bagas juga yang membantu Ayah, hingga Ayah bisa di operasi, dan bisa seperti sekarang ini, berkumpul bersama Kamu, ibu kamu dan adik kamu!" lanjut Ayah Pras tak mengalihkan pandangannya.
Semakin membuat bibir Alira bergetar, kembali mengingat masa-masa susah keluarganya.
Tak terkecuali Bu Rani, yang ikut menitikan air matanya, membelai lembut bahu suaminya.
"Om Bagas juga yang telah membantu biaya kuliah kamu Ra! saat masa - masa krisis Ayah dulu! saat ayah tak lagi punya uang untuk membayar biaya kuliah kamu!," lanjut Ayah Pras, mengalihkan pandangannya menatap Alira yang terdiam dan menangis.
"Dan kemarin Om Bagas bilang ingin melamar kamu untuk anaknya, apa menurutmu Ayah bisa menolaknya setelah kebaikan Om Bagas kepada kita Ra?" lanjut Ayah Pras yang di jawab dengan kebisuan Alira.
Hanya menangis, terisak tak mampu lagi mendebat kalimat Ayahnya yang penuh beban.
Beban dari hutang Budi yang ditanamkan Om Bagas di pundak Ayahnya, menjadikan Ayahnya tak berdaya.
Walaupun hanya sekedar untuk menolak keinginan Om Bagas, agar tak sampai mengorbankan perasaan anak kandungnya.
"Apa nggak ada cara lain selain pernikahan Yah? Bu?" lirih Alira, dengan wajahnya yang memelas, Beradu pandang dengan Ayah dan Ibunya.
"Nggak ada Ra..., Ayah minta maaf..." lirih Ayah Pras, memecahkan tangisan Alira, dengan bibirnya yang bergetar segera berdiri dari duduknya.
Setengah berlari masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan ayah dan ibunya.
Flashback selesai
Bersambung.
Playlist;The Scientistby Corinne Bailey Rae ••• Two Years Later "You make a beautiful bride" I say to Val and her eyes brighten up like lots of stars. She seems so happy, carefree and have been super nice recently. Actually, it all started when she started dating that Ben guy. Remember? The eye-glass guy. The one that creeped the hell out of Scott at his sendforth party 2years ago. Speaking of Scott... When he left to Milan, we'd been in touch. He'd called a lot of times, we face-timed. And even though it wasn't always easy, with him being so far away, we coped. More than once I'd seen him with other girls on social meida and I'd grow jealous but he'd say they're only friends. We had a fight once because of that, and we didn't speak for a whole week but we made right up. Since then, we didn't speak much. We seemed to just distance oursel
I walk down the aisle of Target mall, picking whatever junk there is to pick. Scott is by my side. One hand stuffed in his pocket, while the other navigated the trolley.It's his last day here in NY with me and we decided to do some shopping. It wasn't the most fanciest thing to do together seeing he was leaving tomorrow but who cares! He solely agreed to come shopping with me even though he hated shopping, and malls all together."Is that all you want babe?" He asked and I grin. Oh yeah, he's paying for all the junk I pick. Consider it a little present for his going away. It's been months since I came to the realization that Scott wouldn't be with me again for a long time, but now the burden is just weighing on me so much, because it's so close."Not exactly. I want more snacks" I say and take a left turn on another aisle. Scott being the patient boyfriend that he was, followed me without complaining.
Two weeks since Scott and I have been back together. The sentence seemed impossible but here we are. Now we're planning for Scott's sendforth party to Milan. He'd be leaving in two days time, and Elle just saw it fit to throw him a party as we might not see for a year or months."That's a very unlucky color" Scott said in a annoyance behind me."Are you being sarcastic or you're just being an ass" I tell him and his eyes roll."Oh yeah, my sarcasm meter is really red right now" he sends me a short and attitudinal smile which sends me into a fit of laughter. And like all other events, Scott was thinking of sitting this one out too. But he can't, because the event was made for him."Try out the navy blue suit" I suggest."Are you fucking with me right now? It's a sendforth not a wedding!" He growls."But you want to look good" I tell him, his left brow go up.
I have my hair In a loose bun by the time I'm out for the shower, I oiled my skin, making it glow so bright. My eyes are no longer dull, my lip is no longer twitched in an annoying manner. I feel happy with myself. Happy that I'm happy within. The very person that's brought me sorrow in the last few months is now the same person making me happy. He's always been the one making me happy.And even when he couldn't remember me, somtimes I sat and thought of what could've been, or what had been. I visited the lake so many times, remembering the time I went there with Scott. I woee most of his shirts at night, and I listened to The Fray so much because it reminded me of him and the time we first argued about a favorite band, on one of the first days we met.I smile, glaring at myself in the mirror before I walk out of the bathroom, I fling on one of Scott's shirt on as I know he always loved when I wore it. Nothing's changed I hope.
Storm POVWhen I wake up, my eyes immediately dart to the floor-to-ceiling window, covered with grey and white curtains. Then I turn to stare at the grey pillow. My head didn't hurt so much, I wasn't feeling too drowsy, and I feel light.The door pushed opened and in walks Scott, his eyes wide when he sees me on the bed, then he drops the tray in his hand before hurrying to me. His arms wrap round my body and I'm rigid for a while before I burst into a fit of tears, my arms almost strangling the air out of him as I hold him tight."I'm sorry, I'm sorry" he muttered, his voice shaking. When he pulls away a little bit, I see tears in his eyes and they're red. It's not everyday you see Scott cry, and seeing him cry now, just jerks me."You remember now" I mutter with tears, my palms touching both his cheeks.He lowers his head, sobbing and hiccuping some more, I place my hand
Scott POVThe back of my head is stinging with so much pain as I try to get up from the floor. Kim is hovering over me with a look of what I think is worry in her eyes. I glare at Nolan who suddenly looked guilty for hitting me."Are you ok?" Kim asks, her palms touching my cheek.I stare round the room at the eyes staring down at me. Kale is missing and so is..."Where's Storm?" I ask as I hurry to get off the floor. Kim eyes flew wide when I ask of Storm."Did you just call her Storm and not Stormy?" Nolan asked, approaching me carefully."What the fucking hell is wrong with all of you? Where is Storm?" I yell.I see Kale run back, look of panic on his face. "I really can't find her anywhere" he says and I frown."Who?" I ask him."Stormy" Kale sighs, his hands flying into his hair."Don
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Komen