Share

BAB 2. Awal Kecurigaan

Pukul 7 pagi. Ririn sedang menatap dirinya sendiri dipantulan cermin yang ada dihadapan dirinya ini. Ia sudah mandi dan juga segar, walaupu nanti di diapur ia akan kotor lagi.


Tapi Ririn sangat menyukai pekerjaan yang dirinya lakukan, ia sudah bekerja selama 5 tahun di dunia perdapuran hotel. Makanya jabatanya lumayan tinggi, karena ia sudah bekerja lama.


Ririn bangga akan dirinya ini. "Awali hari ini dengan senyuman dan semangat." Ririn mengucapkan mantra kepada sendiri, agar ia semakin semangat dalam bekerja.


Ririn hanya mengunakan jins panjang dan juga kaus oblong berwarna hitam dan dibalut dengan jaket kulit. Ririn selalu berpakaian casul macam ini, karena ia tak perlu berdandan cantik.


Bahkan Ririn hanya memakai lipstik dan pelembab wajah saja, jika sedang bekerja. Berdandan sangat tak berguna bagi Ririn, karena ia akan berhadapan dengan dapur.


Lagian juga ia mempunyai seragam dan ia harus mengunakan seragam itu. Hal itu juga membuat Ririn tak memperdulikan tampilan dirinya sendiri disaat kerja. Ririn tipkal cuek dengan penampilan.


Untung saja pacarnya sangat setia dan tak mempersalahkan penampilannya ini. Membuat Ririn semakin cinta dengan pria itu. Matanya melihat ke arah jam. Ririn bergegas untuk turun menuju lantai 1.


"Selamat pagi." Ririn menyapa ke dua orang tuanya tersebut.


"Punya putri seorang koki, tapi jarang sekali memasak untuk kita. Sekali libur kerja, malah pacaran." itu adalah suara Luna yang mana ibu kandung dari Ririn.


Ririn menatap Ayahnya, karena ibunya itu menyindirnya. Ririn dan Ayahnya malah tertawa bahagia karena sang singa rumah ini sedang merajuk sambil marah.


Fahri Ayahnya Ririn, mengisyaratkan kepada putri bungsunya untuk membuat sang singa, bisa menghilangkan rasa amarahnya itu dipagi hari ini. Ririn menganggukan kepalanya menerima perintah dari Ayahnya tersebut.


"Nyonya Luna yang cantik dan awet muda. Putrimu ini berjanji akan memasak, tapi tidak sekarang." Ririn memeluk pinggang Mamahnya dan mengecupi bertubi-tubi pipi Mamahnya ini.


"Ririn sudahlah, duduk sana!" Luna yang menyikirkan putrinya akan tak menganggunya disaat sedang memasak sarapan pagi.


"Maaf aku tak bisa sarapan pagi bersama." Ririn dengan wajah masam, karena selalu membuat ke dua orang tuanya kecewa karena selalu jarang makan bersama. 


"Tamu Vvip?" Fahri bertanya kepada putri bungsunya tersebut.


"Iya," jawab Ririn. 

Sejujurnya dirinya merasa tak nyaman sekali, karena Mamahanya ini sudah menyiapkan banyak sarapan dipagi hari. Tapi ia tak makan karena kesibukannya di dapur hotel.


"Pergilah bekerja sana. Cepat pergi, nanti kamu malah dimarahi kepala chef." Fahri meminta Ririn untuk cepat pergi.


"Mah." Ririn memanggil Mamanya itu, terlihat jelas dari wajah Mamah yang kecewa dengan dirinya. Apalagi Mamahnya sudah menyiapkan sarapan dengan menu kesukaan dirinya.


Ririn terdiam dan sebuah ide terlintas begitu cepat. Kakinya berjalan ke rak piring dan mengambil sebuah kotak bekal dan memasukan makanan yang Mamahnya itu masak.


"Aku akan makan dikerjaan." Ririn bicara dengan keras, agar Mamahnya itu bisa mendengar.


Fahri mengacungkan jempolnya melihat apa yang dilakukan sama putrinya tersebut. "Makanlah yang banyak putriku sayang," Fahri juga bicara keras agar istrinya mendengar dan bisa menghilangkan rasa kekesalannya tersebut.


"Mah masakanmu selalu saja enak. Mamah koki yang hebat sekali, aku harus banyak belajar dari mu." Ririn terus bicara memuji Mamahnya.


"Aku berangkat dulu. Sampai jumpa cintanya Ririn." Saat Ririn akan melangkahkan kakinya menuju ke pintu rumah. Kakinya berhenti karena ada yang kurang dirumah ini, tapi apa itu.


"Kakaknya." Ririn tak melihat kakaknya sama sekali. Ririn berjalan mundur, hingga bisa berhadapan dengan Ayahnya yang terkejut dengan ia yang berjalan mundur.


"Ada apa?' tanya Fahri yang melihat kelakukan dari anaknya ini.


"Mba Vanya dimana? kenapa tak terlihat sedari tadi?' tanya Ririn sambil menatap seluruh penjuru rumahnya ini.


"Menginap dirumah temannya." 


"Teman yang mana?' tanya Ririn seakan mengintrogasi Ayahnya itu."


"Ayah lupa."


"Ayah, kamu harus menelepon Mba Vanya. Dia itu tetap anak perempuan, walaupun sudah besar. Tetap harus diingatkan agar tak sering menginap dirumah temannya itu." Ririn malah menyeramahi Ayahnya itu.


Akibat ia berceramah, kepalanya ini dipukul sama Ayahnya. Walaupun tak kuat memukulnya, tetap saja ia merasa kesakitan akibat pukulan dari Ayahnya ini. "Pergilah sana!" usir Fahri kepada anaknya ini.


Cup.


Setelah mengecupi pipi Ayahnya, Ririn bergegas berangkat. Dengan kekuatan dipagi hari, Ririn berlari kecil menuju ke halte agar semakin cepat sampai. Anggap saja sebagai olahraga dipagi hari, agar ia semakin semangat.


Dengan nafas yang tersengal-sengal Ririn sudah sampai akhirnya dihalte bus. Ririn sangat bersykur karenna bus yang akan ia naiki belum tiba. Ririn mengambil botol minum dan meneguk dengan pelan-pelan.


Ririn selagi menunggu kedatangan bus, ia mengambil ponsel dan juga erphone miliknya, lalu ia masakan di kedua telinganya. Ririn sudah menyetel musik kesukaan dirinya.


Saat ia membuka chatan dengan pacarnya. Ririn mengirim kembali sebuah chat kepada pacaranya. Hatinya merasa khawatir sekali karena pacarnya ini tak membalas chat yang ia kirim dari kemarin malam.


Ririn sudah menghubungi kekasihnya tersebut, tapi yang didapati malah suara operator yang menjawab. Ririn tak tau apa yang terjadi dengan pacarnya itu, Ririn sudah mengirim pesan kepada teman dekat pacaranya.


Agar bisa membantunya untuk mengecek keadaan dari pacarnya tersebut. Ririn yang ingin kembali menghubungi kekasihnya, tapi bus sudah datang dan membuatnya memasuki kembali ponsel miliknya.

***


Pukul 12 siang hari. Waktunya jam makan siang, semua orang menuju ke ruangan staff untuk makan bersama. Tapi Ririn tidak ikut kali ini, ia malah berbelok dan menuju ke ruang ganti staff.


Ririn membuka loker milknya dan mengambil ponselnya. Tadi ia bekerja tak berkonstrasi sekali dan melakukan kesalahan kecil, untung saja ia bisa memperbaiki kesalahannya dengan cepat.


Membuat ia tak dimarahi sama kepala koki. Ririn membuka ponselnya dan kembali melihat pesan. Ririn menghela nafasnya karena pacarnya ini sudah mengirimkan pesan balasan kepada dirinya.


Pacarnya itu tertidur pulas rupanya dan membuatnya tak bisa membalas pesan. Pasti Miko bekerja sangat keras, agar cepat bisa menutupi kekurangan untuk membayar segala hal tentang pernikahan.


Di pesan terakhir membuat bibirnya tertarik dan membentuk senyuman manis. Miko mengirim emot kiss kepadanya, membuat hatinya berbunga-bunga. Rasa khawatir meluap begitu saja hanya karena Miko mengirimkan pesan emot kiss kepadanya.


"Dari pacarmu kah?" Ririn menoleh dengan cepat saat mendengar suara itu dan ia  terkejut dengan kedatangan temannya.


"Iya." jawab Ririn disertai dengan senyuman yang manis.


"Pacar kamu masih sama?" tanya Binnie.


"Tentu saja masih sama. Aku sudah menjalin hubungan selama 7 tahun lamanya."


"Jika kamu masih pacarnya? lalu siapa wanita yang bersama dengan pacar kamu, Ririn." Binnie mengerutkan keningnya bingung.


"Wanita apa maksudmu?"


"Aku pergi ke mall. Aku melihat pacar kamu dimall, tapi saat aku ingin mendekat. Malah yang aku dapati wanita itu bukan dirimu." Binnie menjelaskan semuanya kepada Ririn.


"Sepupunya itu."


"Benarkah? aku kira siapa. Cepatalah Ririn, semua orang menunggu kamu untuk makan bersama." Setelah mengatakan hal itu Binnie keluar dari ruang ganti.


"Asal kamu tau, kalau Miko tak mempunyai sepupu. Lalu siapa wanita yang dibicarakan sama Binnie?" Entah kenapa jantungnya berdegup kencang.


***

Follow juga IG: @intanazel

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status