Ririn dengan tubuh yang lemas, ia berjalan menuju ke rumahnya yang berada digang ujung. Wajahnya yang lusuh dan tak bersemangt sekali.
Kakinya berhenti melangkah disaat ia sudah sampai dirumahnya. Matanya melihat rumahnya yang seharusnya menjadi tempat ternyaman baginya.
Tapi malah menjadi tempat paling membuat ia tak nyaman. Ririn sangat malas sekali bertemu dengan orang yang sudah mengkhianati dirinya.
Mau tak mau, Ririn tetap harus masuk ke dalam. Ia tak mungkin melarikan diri dan membuat ke dua orang tuanya merasa khawatir akan dirinya.
Ririn membuka gerbang dan ia berdecih saat melihat, motor yang ada diperkarangan rumahnya. Ririn menatap tajam ke arah motor itu.
Motor yang mana punyai Miko, sang pacar yang mengkhianati dirinya. Tangannya terkepal dengan kuat melihat motor itu.
Dengan sinisya, ia mendekati motor tersebut dan menendangnya dengan kuat.
BUGH BUGH BUGH.
Ririn berkali-kali memukul motor milik Riko, seakan melampiaskan rasa sakit hatinya ke benda kesayangan dari Miko.
"Pengkhianat!!"
Sejujurnya ia merasa sangat tak cukup hanya dengan memukul motor milik Miko. Ririn ingin sekali menghancurkan motor itu.
"Menyebalkan!!"
Ririn akhirnya masuk ke dalam rumah dengan suasana hatinya yang kesal dan marah. Saat ia masuk ke dalam rumahnya.
Telinganya sudah mendengar suara Miko, membuat amarah didalam dirinya semakin kuat. Raut wajah Ririn berubah menjadi dingin, tanpa ekspresi.
"Kamu sudah pulang nak?" Fahri yang melihat putrinya hanya berdiri diam saja.
"Iya Ayah," jawab Ririn yang tak lupa juga memberikan kecupan di pipi Ayahnya.
"Ada Miko didalam dapur sedang bersama Mamah kamu."
Ririn menganggukan kepalanya mendengar apa yang dikatakan sama Ayahnya tersebut, ia berjalan ke arah dapur.
Bibirnya menyeringai sinis saat melihat ke dua pasangan selingkuhan itu berada didapur dan membantu Mamahnya yang sedang membuat kue.
Ririn tak menyapa Mba Vanya atau Miko. Ririn hanya mendekati Mamahnya saja dan memberikan kecupan untuk Mamahnya.
"Kamu sudah makan?" Luna, Mamahnya Ririn yang bertanya.
"Tidak nafsu makan," jawab Ririn tanpa melihat sama sekali keberadaann ke dua orang yang membuat hatiku menjadi hancur berkeping-keping.
"Kenapa tidak nafsu makan? kamu harus makan yang banyak Ririn." Suara itu berasal dari Miko.
"Dengar itu kekasihmu bicara, cepat makan." Mamah Luna yang terus mendesak putrinya agar cepat makan.
"Tak nafsu sama sekali, ditambah melihat wajah munafik."
"Apa maksudmu Ririn?" tanya Mba Vanya.
"Bukan apa-apa."
"Aku mandi dulu." Ririn berucap kepada Mamahnya itu.
Saat ia ingin menuju anak tangga, sebuah tangan menarik pergelangan tangannya. Membuat ia berhenti melangkah.
Ririn menatap pergelangan tangannya yang disentuh, ia menoleh dan melihat kalau Miko yang menyentuh pergelangan tangannya.
"Apa kamu ada masalah?" Miko yang berjalan untuk mendekati Ririn.
"Lepaskan!' Ririn berkata dengan nada yang tegas dan wajah yang datar saja.
"Kamu ada apa Ririn?" tanya Miko yang merasa aneh melihat sikap Ririn yang menjadi dingin.
"Lepaskan!!" tegas Ririn.
"Sudah ku bilang, Ririn aneh sekali,"celetuk Vanya.
"Ada apa? kamu punya masalah? ceritakan? Miko bertanya berkali-kali, tapi tak ada jawaban dari Ririn.
Ririn menepis dengan kasar tangan menjijikan itu, ia berjalan menaiki anak tangga. Suara sudah serak karena selalu menangis.
Tubuhnya juga lelah sekali dan yang paling utama, ia malas berdekatan dengan orang-orang bermuka dua.
Bahkan Ririn tak bertanya kenapa Miko ada dirumahnya, ia tak peduli lagi apa yang dilakukan sama sang pengkhianat. Ririn sudah tau, kalau Miko hanya ingin bersama dengan Mba Vanya.
Ririn membuka kunci kamarnya, tapi saat ia akan masuk. Pintu kamarnya tertutup dan ia melihat ke arah samping.
"Apa kamu marah sama aku?"
Ririn mengira kalau Miko, tak akan bertanya lebih lanjut lagi. Tapi pria itu sampai mengejar dirinya.
"Apa kamu marah aku, karena tidak datang ke cafe?" Miko sambil menyentuh ke dua tangan Ririn.
"Tidak."
"Aku sudah memberitahu dirimu, kalau ada pekerjaan yang mendadak membuat aku tak bisa datang dan telat mengabari dirimu."
"iya aku mengerti." Ririn menepis kembali tangan itu.
"Kamu kenapa?" Miko yang panik melihat sikap Ririn.
"Aku lelah, ingin beristirahat."
"Tapi sepertinya kita harus berbicara?" Miko yang menarik pergelangan tangan Ririn dan masuk ke dalam kamar Ririn.
"Keluar dari kamar saya!!" Ririn berteriak dengan keras dan kuat.
"Ririn!" Miko membentak Ririn karen gadis itu terus saja memaksanya untuk pergi.
"Kita harus bicara? kamu kenapa?"
"Kamu bertanya, aku kenapa?" tanya balik Ririn sambil mendorong dengan kasar dada Miko yang akan mendekati dirinya.
"Iya." Miko yang mendekati Ririn yang marah itu.
"Jika kamu marah, karena aku ga datang ke cafe waktu itu. Aku minta maaf sama kamu," timpal Miko sambail mengenggam ke dua tangan Ririn.
"Lakukan sesuka kamu, aku tak peduli!!" bentak Ririn seraya berusaha agar Miko keluar dari kamarnya.
"Aku lelah Miko, apa kau tak mengerti!!" Ririn dengan emosinya yang memuncak.
"Baiklah, kita akan bicara lagi."
Ririn melihat Miko yang berjalan untuk keluar dari kamarnya. "Miko." Ririn memangil nama pria itu, hingga membuat Miko menoleh.
"Iya?' tanya Miko dengan suara yang lembutnya.
"Apa salahku?" Ririn bertanya sambil melihat wajah pria yang bersamanya selama 7 tahun bersama.
"Apa maksud ucapan kamu? aku tak paham?" Miko yang melihat wajah Ririn.
"Keluarlah." Ririn berkata dengan nada yang dingin. Ririn juga memalingkan wajahnya dari MIko.
Telinganya mendengar suara pintu kamarnya yang tertutup, ia menoleh untuk memastikan dan benar kalau pria itu sudah keluar dari kamarnya.
Ririn duduk ke dilantai kamarnya yang dingin, ia meremas bajunya dibagian dada miliknya. Rasa sakit ini masih menyerang hatinya.
Ririn bertanya-tanya apa yang harus ia lakukan, agar ia bisa menghilngkan rasa sakit yang menyerang hatinya ini.
Dirumahnya ini sungguh membuat ia sesak nafas. Air matanya tanpa terasa keluar kembali, Ririn tak makan sehairian penuh.
Hatinya yang sakit, membuat tubuhnya enggan untuk melakukan aktifitas seperti biasa. Hidup Ririn seakan hancur hanya sebuah cinta.
Ririn mengingta perkataan kepala chefnya, ia menghapus air matanya dengan kasar. Ririn bangkit untuk membersihkan tubuhnya dan wajahnya yang.
17 menit telah berlalu dan Ririn baru keluar dari kamar, karena Ririn mandi dalam keadaan menangis kemnbali.
Ririn hanya duduk diatas ranjangnya tanpa melakukan apapun, hingga ia mendengar suara dari motor Miko.
Dengan refleknya, ia bangkit dari atas ranjangnya. Ririn berjalan menuju jendela kamarnya. Hatinya tercabik-cabik saat ia melihat kembali Miko yang bersama dengan Mba Vanya.
Tangannya terkepal kuat, mereka bahkan berani berdua didepan rumahnya. Padahal mereka tau kalau dirinya ada dirumah ini.
Ririn terdiam saat melihat Mba Vanya yang ia kira akan kembali masuk ke dalam rumahnya, tapi Miko dan Mba Vanya pergi.
Rasa penasaran kembali menyergap hatinya, ia melihat ponselnya yang masih tergeletak dilantai dalam keadaan yang mengenaskan.
Jika saja ponselnnya tak rusak, sudah dipastikan kalau ia bisa melacak keberadaan Miko. Ririn terdiam sambil berfikir, apa yang harus ia lakukan.
Hingga ia menyadari, kalau ia bisa melacak keberadaan Mba Vanya dengan ponsel ke dua orang tuanya.
Ririn bergegas keluar dari kamarnya dan mencari Ayahnya hanya untuk memiinjam ponselnya itu.
Ririn ingin tau apa yang mereka lakukan saja dibelakangnya ini, walaupun ia harus kembali merasakan sakit hati. Tapi Ririn ingin tau saja semua perselingkuhan mereka.
Ririn mengikuti arahan dari ponsel Ayahnya, yang ia pinjam hanya untuk melacak pasangan selingkuh tersebut.Matanya kembali melihat ponsel Ayahnya karena ingin memastikan kalalu lokasi yang ia datangi adalah benar.Ririn melihat jam yang sudah menunjukan pukul 9 malam, entah apa yang dilakukan pasangan itu didalam apartement milik Miko.Ririn sangat tau jelas dimana dirinya sedang berdiri sekarang, Apartement yang mana uang mukanya berasal dari dirinya dan sekali-kali ia membayar cicilan apartement ini.Kakinya melangkah memasuki apartement untuk menuju unit apartement yang ditinggalin sama Miko. Saat ia sudah masuk ke dalam lift.Ririn melihat pantulan wajahnya, yang mengenaskan sekali. Walupun dirinya sudah mandi, tapi tetap saja wajahnya kusut dan seperti orang tak bergairah hidup.Saat ia sudah keluar dari lift, degup jantungnya sampai berdetak. Entah kenapa ia merasa hal sepert
Ririn sudah keluar dari apartement, ia sendirian berjalan dalam keadaan yang menangis tersedu-sedu. Hatinya merasakan amat kesakitan.7 tahun bukan waktu yang sebentar, sudah terlalu banyak hal yang sudah dirinya lewati bersama dengan Miko. Ririn sangat mencintai pria itu dan mempercayainya.Tapi orang yang ia cintai dan percayai malah orang yang akan menghancurkan hatinya berkali-kali lipat.Semua yang sudah ia susun tentang rumah tangga bersama dengan Miko harus pupus dan hanya menjadi tinggal kenangan yang menyakitkan.Tak akan ada lagi hari pernikahan dan impian dirinya untuk membangun rumah tangga dengan pria itu. Uang yang sudah ditabung selama ini untuk pernikahan, hanyalah sia-sia saja.Ririn berada dihalte bus sendiri saja, waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Hawa dingin yang menusuk tubuhnya y
"Ada apa?" tanya Binnie yang sedari tadi melihat Ririn yang terus saja memandang selembaran brosur itu."Indah kan?" Ririn yang bertanya kepada temannya itu."Iya indah sekali, terkenal dengan pantainya luar biasa," jawab Binnie yang juga ikut melihat brosur itu.Ririn masih memandangi brosur, dengan sekali-kali bibirnya tersenyum manis. Binnie melihat ekspresi wajah Ririn, yang sepertinya senang sekali hanya melihat brosur itu."Pergilah!"Ririn yang mendengar apa yang dikatakan sama teman itu, ia menoleh ke arah Binnie. Ririn hanya mengelengkan kepalanya saja, sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan sama Binnie."Kenapa?" Saat Ririn ingin menjawab pertanyaan dari temannya itu, suara intruksi terdegar dan menandakan kalau waktu jam istirahat sudah selesai. Semua chef harus kembali lagi untuk memasak.Kali ini Ririn tak melakukan kesalahan seperti kemarin, dirinya juga memasak seperti biasanya yang s
Pukul 10 malam, Ririn tak bisa tidur. Dirinya sudah memutuskan akan pergi ke Hawai mengunakan uang yang dirinya tabung selama ini.Uang yang ia kira untuk modal pernikahan dan rumah tangga. Tapi takdir berkata lain, uang ini akan ia gunakan untuk menghibur dirinya yang sedang patah hati.Ririn sedang mencari tiket pesawat dari Indonesia ke Hawai. Tak lupa juga Ririn mencari hotel untuk ia tinggalin.Ririn sangat berhati-hati sekali dalam mencari tiket dan juga hotel, karena ia tak ingin ditipu dan uangnya menjadi habis.Jiwa iritnya masih mendarah daging didalam diri Ririn, membuat Ririn membanding semua harga hingga menghabiskan waktu 3 jam lamanya.Akhirnya semunya sudah selesai, ia menatap jam dan membuat matanya membulat sempuran karena sudah pukul 12 malam.Ririn bergegas menuju ranjangnya dan membaringkan tubuhnya yang lemas ini dan butih istirahat yang banyak."S
Ririn tersenyum setelah pulang dari acara makan-makan bersama dengan rekan kerjanya, besok ia sudah resmi menjadi pengangguran.Ia akan memberitahu ke dua orang tuanya nanti saja, setelah ia selesai berlibur. Saat bibirnya tersenyum sumringah.Ada satu hal lagi yang membuat senyumannya luntur seketika, pria yang sudah mengkhinati hatinya.Ririn berpura-pura tak melihat keberadaan Miko dan kakaknya Mba Vanya. Mereka bertengkar diluar rumah.Ia hanya berdecih sinis saja melihat kelakukan sejoli itu, mereka sangat bemesra sekali disaat Miko masih mempunyai hubungan dengan dirinya.Sekarang setelah putus dengannya, malah pasangan tersebut terus saja bertengkar. Ririn tak memperdulikan mereka.Ia lebih memilih untuk masuk ke dalam rumahnya, tapi ada suara yang memanggil namanya. Tapi Ririn mengacuhkannya.Saat ia mengacuhkan mereka, sebuah tangan mencekalnya. Hingga membuat R
Pukul 10 pagi hari. Ririn baru bangun dan ia membuka matanya perlaha-lahan. Tubuhnya sudah menjadi lebih baik.Ririn merasa ada yang aneh kepadanya, hingga ia akhirnya sadar kalau koper miliknya. Ririn bagun dari atas ranjangnya.Matanya melihat jelas kekacuan yang dialami sama kamarnya ini. Semua barang-barang yang ia ingin bawa, belum juga dikemas dengan baik.Ririn merenggangkan tubuhnya, lalu ia kembai ke lantai kamarnya. Ririn mengumpat karena jam sudah menunjukan pukul 10 pagi.Bahkan ia belum juga keluar dari kamarnya sama sekali. Tapi itun harus cepat mengemasi pakaiannya, walaupun ia harus menahan lapar sekali pun.Berjam- jam, Ririn mengemasi pakaian miliknya dan juga barang-barang yang akan ia butuhkan disana nanti.Pukul 5 sore hari. Ririn baru menyelesaikan semua kebutuhan dirinya. Ia memakan waktu lama hanya untuk berkemas.Karena ini adalah perjalanan per
Pukul 7 malam, Ririn yang sudah siap dengan semuanya. Bahkan taxi yang dirinya pesan sudah datang dan berada didepan rumahnya.Ririn sudah berpelukan kepada ke dua orang tuanya. Sejujurnya ia sedih sekali, karena baru pertama kalinya ia pergi jauh dari ke dua orang tuanya."Hati-hati kamu disana dan jangan lupa makan." suara Mamahnya yang Luna yang terus memperingati anaknya itu."Iya Mamah," jawab Ririn."Miko mana Ririn?"Pertanyaan yang dianjukan sama Mamahnya, membuat ia menjadi bingung dan tak mengerti harus menjawab seperti apa.Tapi dirinya tak boleh memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Lagi-lagi sepertinya dirinya harus berbohong sama ke dua orang tuanya ini."Lagi ada kerjaan.""Seharusnya, dia mengantarkan kepergian kamu." kali ini suara Ayahnya Ririn."Miko tak ingin berpisah dengan aku, jadi lebih bak tak menga
"Wow, bagus sekali!!!!" teriak Ririn.Ririn sudah sampai di kamar hotelnya, saat ia pertama kali masuk matanya langsung saja disuguhi pemandangan pantai Hawai.Ririn loncat-loncat saking senangnya dirinya, andai saja ia mempunyai ponsel. Pasti ia akan memfoto dirinya yang datang ke hawai ini.Tubuh Ririn menjadi diam saat, ia mengingat kalau dirinya harus menelepon orang tuanya jika sudah sampai.Tapi ia tak punya ponsel dan juga tak memiliki sim card. Mengingat hal itu membuat Ririn menjadi bingung.Jika ia tak cepat menghubungi ke dua orang tuanya, pasti ia mereka berdua akan khawatir sama dirinya."Ririn bodoh." Ririn memukul kepalanya, saking bodohnya dirinya yang melupakan barang yang penting itu.Saat Ririn duduk diatas ranjang empuk ini. Tubuhnya diam dan membeku, saat matanya pertama kali melihat telepon kabel yang berada dimeja."Apa bisa m