Share

3. Persetujuan Artan

Enjoy reading! 😋

🌶️🌶️🌶️🌶️🌶️

Artan tetap fokus pada pekerjaan dan layar laptopnya, sama sekali tak mempedulikan sosok penganggu yang terus menertawainya. Entah apa yang membuat pria itu merasa lucu ketika melihat wajah Artan yang dingin.

"Sudah selesai tertawanya?" tanya Artan yang lama-lama merasa risih juga. Pasalnya, sahabatnya itu dari tadi tak kunjung berhenti tertawa, takutnya jika di biarkan tiba-tiba menjadi gila.

Johan berdeham menetralkan suaranya yang serak karena terlalu banyak tertawa hari ini. "Sudah, pak Artan." jawabnya setelah selesai berhenti tertawa.

"Bagus, sekarang kembalilah ke ruanganmu." titah Artan yang tak ingin di ganggu.

"Kenapa kau terlalu serius kali sih bos, ayolah sekali ini saja pikirkan mengenai pasanganmu—" ucapan Johan terhenti saat sebelah tangan Artan terangkat memberi isyarat padanya untuk berhenti bicara.

"Tolong jangan sekarang Jo, nanti saja kita bahas. Kau tidak lihat aku masih sibuk, jangan sampai ku lemparkan laptop ini padamu." ancam Artan menakut-nakuti Johan. Tapi itu bukan hanya sekadar ancaman, selama ini Artan memang tak pernah main-main atas ucapannya. kecuali tingkahnya saat kencan buta maka ia akan sedikit bermain-main dengan wanita yang menjadi teman kencannya.

"Baiklah, aku keluar. Tapi, janji ya habis ini kita akan membahasnya?"

"Hhh, keluar atau aku akan benar-benar melemparnya Jo!" teriak Artan yang langsung membuat Johan lari terbirit-birit ketakutan mendengar teriakan Artan.

Artan tersenyum geli melihatnya seraya kembali fokus pada berkas-berkas dan layar laptopnya. Hampir cukup memakan waktu lama bagi Artan untuk menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk. Hingga tanpa sadar ternyata Artan nyaris melupakan jam istirahat sekaligus jam makan siangnya.

Sialnya Johan tak mengingatkannya hari ini, bisanya pria itu yang akan mengingatkan Artan untuk istirahat dan mengajaknya untuk makan siang bersama.

Artan segera membereskan semua yang ada di meja kerjanya sampai rapi. Setelah semuanya rapi dan tampak nyaman di pandangan Artan, barulah pria itu bisa pergi meninggalkan ruangannya dengan perasaan tenang.

Setelah di luar Artan menutup pintu ruangannya dari luar, begitu berbalik badan Artan di kejutkan dengan sosok Johan yang mengaggetinya.

"Astaga! Kau ingin membuatku jantungan dan mati muda ya!" kesal Artan pada sahabatnya ini yang memang selalu usil.

"Muda?" Johan menyipitkan matanya. "Lajang berusia 30 tahun, apakah itu masih pantas di sebut muda?"

"Masih dong, pake banget malah." jawab Artan enteng.

"Idihhh, kok mual dengarnya, ya." Artan terkekeh.

"Muntahkan saja kalau begitu, daripada perutmu terus bergejolak menahan rasa kekaguman pada diriku." Artan menepuk pelan bahu sahabatnya itu.

"Ya, ya, ya. Kau benar sekali bos, itu pilihan yang terbaik. Tapi, sayangnya aku belum makan siang."

"Kau belum makan siang?" Johan menggeleng.

"Kenapa tidak mengingatkanku jika ini sudah hampir lewat jam makan siang Jo?"

"Aku pikir kau masih tidak ingin di ganggu, melihat betapa seriusnya kau bekerja. Siapa yang akan berani menganggu jika kau dalam mode seperti itu?" dengus Johan kesal.

"Aissh, sudahlah, jangan berdebat. Itu tidak akan membuat perut kenyang, sebaiknya kita cari makan siang." ajak Artan berjalan terlebih dahulu, dan Johan mengekor berjalan di belakang Artan.

*****

Artan dan Johan memilih makan siang mereka di sebuah cafe yang memang menjadi tempat favorit mereka berdua. Keduanya tampak sangat lahap menyantap makanan di piring mereka masing-masing. Mungkin karena rasa lapar yang terasa sangat makanya membuat mereka makan dengan lahap dan tak bersisa.

"Kenyang," ungkap Johan bersyukur seraya mengelus-elus perutnya yang tak buncit sama sekali.

Artan mengangguk membenarkan jika ia pun juga merasa kenyang. "Ayo kembali ke kantor," ajaknya seraya bangkit berdiri.

"Sekarang?"

"Tidak, tahun depan." kesal Artan atas pertanyaan konyol Johan.

"Aihh, kelamaan dong bos." goda Johan.

Artan tak peduli, ia merapikan jasnya dan seperti biasa Artan berjalan lebih dulu ke arah parkiran. Sementara Johan membayarkan bill pesanan yang mereka makan tadi, setelahnya baru ia menyusul Artan.

"Kau yang bawa mobilnya." Artan melempar kunci mobilnya yang langsung di tangkap Johan.

Keduanya masuk bersamaan. Johan menghidupkan mesin mobil dan menjalankannya dengan kecepatan sedang.

"Bagaimana soal rencanaku?" tanya Johan membuka suaranya.

"Rencana yang mana?" jawab Artan yang kini tampak fokus pada layar ponselnya.

"Soal jasa biro jodoh."

Gerakan jemari Artan yang bermain games di ponselnya terhenti. "Mak comblang maksudmu?"

Johan mengangguk semangat. "Apa kau mau menyewa jasa Mak comblang sebagai perantara untuk menemukan pasanganmu?"

"Hhh, ternyata kau masih saja percaya dengan hal yang begituan." dengkus Artan tak habis pikir dengan jalan pemikiran sahabatnya itu. Dari dulu Johan selalu mengusulkan padanya untuk mencari pasangan lewat jasa Mak comblang-comblangan.

"Tentu saja aku percaya, aku mendapatkan Felly juga dari jasa Mak comblang."

"Terus?" sahut Artan singkat.

"Ya, kau juga harus mencobanya. Siapa tahu keberuntunganmu kan. Hei bro, ayolah, para Mak comblang itu hebat-hebat. Di jamin puas deh dengan kerja mereka."

"Oh ya? Woww!" ungkap Artan takjub. "Memang bagaimana cara mereka bekerja mencari jodoh untuk klien-kliennya?"

"Mereka para Mak comblang bisanya mencarikan kriteria pasangan untuk kliennya sesuai dari permintaan kliennya itu sendiri."

"Semisalnya, aku ingin wanita yang cantik, mandiri dan seksi. Begitu?"

"Betul!" Johan membenarkan ucapan Artan. "Mereka akan mencari dengan sangat teliti kriteria itu, nah, jadi setelah mereka mendapatkan kandidat yang tepat untuk di jodohkan dengan kliennya. Barulah mereka mulai melakukan yang namanya pertemuan antara si klien dan si kandidat itu." Artan manggut-manggut mengerti dengan penjelasan Johan.

"Sampai sini paham?" Artan mengangguk.

"Aku masih ada pertanyaan lagi."

"Sok, silakan, monggo." titah Johan tersenyum geli.

"Lalu, bagaimana jika aku tetap tidak tertarik pada wanita pilihan mereka. Maksudku, bagaimana jika seandainya kencan itu batal?"

"Maka mereka akan mencari kandidat baru lagi. Ya, sesuai dengan permintaan kliennya juga, mau di carikan lagi atau berhenti."

"Ooh, begitu." Artan tampak berpikir ulang seraya mengelus-elus dagunya yang di tumbuhi bulu-bulu halus.

"Berapa bayaran menyewa Mak comblang?" tanya Artan yang langsung membuat kedua mata Johan berbinar bahagia.

Akhirnya! Pria itu mau juga. Sorak batin Johan senang.

"Soal bayaran nanti kita bicarakan ya. Yang jelas, kau mau kan, Artan?" tanya Johan memastikan.

"Ya, baiklah. Aku rasa tidak ada salahnya kan untuk mencoba?"

"Ya, kau benar. Nah, gini baru namanya sahabatku." puji Johan gembira dengan keputusan Artan.

"Jangan lebay, sebaiknya kau urus saja soal Mak comblang itu lebih cepat."

"Siappp boss." kekeh Johan seraya menggerakkan tangan kirinya membentuk hormat pada Artan.

"Lihat jalan, jangan banyak tingkah!" titah Artan lagi yang ngerih melihat tingkah Johan saat menyetir mobil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status