Share

Part 3.b Cinta dan Luka

Kutarik napas dalam-dalam, menata ekspresi wajah agar tampak biasa saja. Baru kudorong pintu perlahan. Di dalam, dua orang duduk berdekatan sambil menatap layar laptop. Tapi sempat kulihat wajah keduanya tampak murung, bahkan mata perempuan itu berkaca-kaca. Aku tersenyum, meski hatiku remuk redam untuk yang ke sekian kali.

"Vi," panggil Mas Ilham terkejut. Dia langsung berdiri, pun begitu dengan Nura yang sibuk menyeka air mata.

"Maaf, aku enggak mengetuk pintu. Ku pikir Mas sendirian. Aku hanya mau mengantarkan obat Mas yang ketinggalan."

Kuletakkan plastik obat di meja. Setelah itu aku berbalik dan pergi. Dia mengejar. Di tangga yang sepi Mas Ilham menahan lenganku.

"Jangan salah paham, Vi. Mas akan cerita nanti." Mas Ilham menjelaskan dengan panik.

Aku diam tidak menjawab apa-apa.

"Kamu tadi naik apa ke sini?"

"Naik motor."

"Kuantar pulang. Biar motornya di antar OB nanti."

"Enggak usah." Tanganku kutarik paksa dan kembali menuruni tangga.

"Ayo, Mas antar."

Mas Ilham meraih lenganku lagi. Kubiarkan dia mengikuti hingga di parkiran. Waktu melewati para karyawan tadi, aku tetap menunjukkan wajah ramah penuh senyum. Hancur biarlah di dalam sini, di luar jangan.

"Aku naik motor saja, Mas," kataku terus melangkah ke arah motor yang terparkir. Dia terpaksa mengikuti.

"Kembalilah ke kantor, enggak enak dilihat para karyawan."

"Mas ngantar kamu dulu. Jarak ini jauh, Vi. Kenapa nekat ngantar obat pakai motor. Harusnya tadi kamu telepon saja biar diambil OB."

"Enggak apa-apa, Mas. Dengan begini aku jadi tahu, kemana langkah yang harusnya aku ambil."

"Please, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Ayo, Mas antar pulang!"

Kuraih helmet dan memakainya. "Aku bisa pulang sendiri, sepertinya Mas juga punya urusan yang lebih penting."

Mas Ilham tidak bisa mencegah lagi ketika aku sudah menstater motor matic. Tanpa bicara lagi, motor melaju pergi.

Dua kilometer setelah meninggalkan kantornya, aku berhenti di bawah pohon pinggir jalan. Menaikkan kaca helmet dan mengusap air mata yang membasahi pipi.

Aku harus tenang untuk pulang, jangan sampai terjadi apa-apa di jalan karena kekacauan pikiran ini. Aku harus tetap bernapas demi Syifa.

Ponsel yang berdering tiada henti kuabaikan. Nada dering itu khusus panggilan dari nomer Mas Ilham.

Bayangan percintaan tadi malam dan pemandangan di ruangan itu, membuatku mual dan berada di titik paling gila. Jika begini terus aku akan mati pelan-pelan. 

Bismillah, aku akan melangkah ke tempat yang seharusnya aku pergi.

Next ....

Terima kasih untuk like dan komentarnya Man-teman 😍

#

Komen (22)
goodnovel comment avatar
Cicih Sophiana
mantapkan Vi... pergi
goodnovel comment avatar
siti fauziah
aku ikutan berdebar2 ikutan sakit...
goodnovel comment avatar
Rema Melani
ya Allah,... sakit banget hatiku Thor,.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status