“Gila. Ini sungguh gila!” Elang memukul kemudi berkali-kali. Dia merasa kesal dengan dirinya sendiri yang tak bisa fokus menyetir.
“Bukannya ke kantor, kenapa malah aku datang ke rumah gadis bodoh itu!” Elang terus merutuki diri sendiri.
Setelah sekian lama bergelut dengan bathin, dia pun memutuskan untuk putar balik. Rasanya waktu sudah terbuang cukup banyak untuk wanita itu.
Saat Elang mulai menyalakan mesin mobil, tanpa sengaja tatapannya tertuju kepada gadis berjilbab yang terlihat berdandan lebih modern. Pakaian yang dikenakan juga seperti orang yang bekerja di kantor. Sangat rapih dan menarik.
“Sepertinya, aku mengenal gadis itu.” Elang memperhatikan secara teliti. Wajahnya sangat mirip dengan istri pertamanya.
‘Tidak! ini tidak mungkin Dia!” Pria itu menggelengkan kepala dengan cepat. Rasanya tak percaya jika wanita cantik itu adalah istrinya yang bodoh dan miskin.
“Siapa yang menj
‘Sial! Harus kemana aku mencarinya! Apa perlu aku mencari seorang Office Girl dengan pakaian seperti ini! bisa-bisa menurunkan harga diriku! Tapi sudah kepalang tanggung. Aku harus menuntaskan penyelidikan ini supaya terbebas daru rasa penasaranku!”Elang turun dari mobil dan merapihkan jasnya. Dia tak mau menghabiskan waktu sia-sia. Lebih baik dia menghubungi salah satu orang yang berpengaruh di rumah sakit ini.Namun Elang kembali berpikir. “Apa pantas seorang investor mencari seorang Office Girl. Apalagi kalau mereka sampai tahu kalau wanita itu istriku. Tidak. Hal itu tak boleh terjadi. Lebih baik aku bertanya kepada security saja. Siapa tahu aku bisa mendapat informasi dari mereka.”Elang bergegas menuju lift untuk mencari ruang bagian informasi..Setelah tiba dia bertanya kepada salah satu security yang ada di depan pintu lift.“Maaf, Saya mau tanya. Apa salah satu Office Girl di sini ada yang benama Zahra?&rdquo
“Permisi, Dok.” Seorang peawat yang memakai jilbab masuk ke ruangan dr. Zahra.“Iya.” Jawab Zahra sembari membetulkan letak duduknya.“Di depan ada pasien yang terlihat sangat pucat dan mengeluhkan sakit kepala yang tak tertahankan. Bolehkah beliau menjadi pasien pertama, Dok?”“Boleh. Silakan.”“Baik, Dok.”Lalu perawat tersebut keluar dan menyuruh kepada security untuk membantu memapah Elang.“Mari saya bantu, Pak.” Ucapa pria yang memakai baju safari warna hitam.Elang tersentak dan menengadahkan kepala. Wajahnya pucat seperti mayat. Dia masih tidak bisa mengendalikan diri dan masih syok dengan kenyataan yang dihadapi. Tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulutnya yang menganga lebar.“Wajah Bapak pucat sekali. Mari saya bantu masuk ke dalam.” Security menawarkan jasa untuk membantu Elang. Namun pria angkuh yang sudah tak bertaring itu men
Elang menurut saja saat perawat memerintahkan untuk berbaring. Dia sangat syok hingga tak mampu berkata apapun.Perawat berlalu sembari menutup korden.Zahra juga masih sangat syok dan tak tahu harus berbuat apa. Namun dia harus bersikap profesional sebagai seorang dokter. Dia tetap harus memeriksa pasiennya sekalipun itu suaminya sendiri.“Bismillah.” Zahra menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Setelah itu dia menarik masker ke atas dan ke bawah hingga menutupi sebagian wajahnya. Setelah dirasa aman, dia lalu menyibak korden dan mendekat ke arah pasien.Elang masih terdiam. Pria itu masih belum bisa menetralisir rasa terkejutnya.“Maaf, tolong dibuka kancing bajunya. Saya mau periksa,” Ucap Zahra kepada Elang. Entah kenapa baru kali ini dia merasa menjadi orang yang paling bodoh dengan menyuruh pasien membuka kancing bajunya.“Baik,” jawab Elang singkat. Suaranya terdengar parau.Zah
Elang pulang lebih awal dari biasanya dengan wajah kusut.“Baru pulang, Nak?” tanya Widya saat melihat putranya terlihat sangat lelah.“Iya. Pekerjaan hari ini sangat melelahkan.” Jawab Elang sembari mencium punggung tangan mamahnya.“Ya, sudah. Kamu istirahat dulu. Mamah siapkan teh panas untukmu.”“Kenapa harus Mamah? Apa ... Zahra belum pulang?” tanya Elang sedikit ragu. BiasanyaZahralah yang mempersiapkan seluruh kebutuhannya.“Tumben kamu tanya tentang Dia? Biasanya kamu juga cuek!’ Tanya baskoro sembari menyeruput teh panas yang ada di meja.“Memangnya tidak boleh? Percuma saja kalau aku punya istri tapi tetap saja Mamah yang menyiapkan keperluanku!” tegas Elang tak mau kalah.“Kamu’kan punya dua istri. Kenapa tak kau suruh istrimu yang satunya? Jangan memperlakukan Jessica seperti ratu. Bisa besar kepala dia!” jawab Baskoro dengan kesal.
Elang memutuskan untuk menelpon Zahra. Namun dia tak menemukan nama istri pertamanya itu pada phone booknya. Dan dia baru mengingat sesuatu sembari menepuk keningnya.“Astaga! Aku tak pernah menyimpan nomor telponnya! Acch ... sial!”“Ada apa, Elang?” tanya Baskoro yang tiba-tba saja sudah ada di hadapan Elang. Pria itu membuat Elang terkejut.‘Mmm aku ... aku ....” Elang sangat gugup dan berusaha menutupinya. Tak ingin papahnya tahu tentang isi hatinya.“Kamu mencari Zahra?” tanya Baskoro langsung. Dia tahu anaknya punya ego yang tinggi. Takkan mungkin mengakui perasaannya.‘Tidak. Aku hanya ....”‘Zahra menginap di rumah orangtuanya. Tadi sudah minta ijin sama Papah!”‘Apa? menginap di rumah orangtuanya? Bagaimana mungkin. Dan kenapa Dia tidak meminta ijin kepadaku, tapi malah minta ijin kepada papah! Aku yang suaminya, bukan Papah!” elang sangat ter
Zahra merasakan bumi tempatnya berpijak seperti berputar. Sejenak memejamkan mata untuk mengurangi rasa pusing di kepala.“Ssss.” Zahra mendesis dan merasakan perih pada ujung bibirnya.“Kak, Zahra. Kau tidak apa-apa?” Yunus mencoba menolong wanita paling sempurna di matanya.“Jangan sentuh istriku!” tegas Elang dan mencoba menjauhkan Yunus dari Zahra.Pemuda itu tak tinggal diam. Sorot matanya begitu tajam seolah siap menguliti siapapun yang berada di hadapan. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal dan terayun ke arah Elang. Satu pukulan mendarat di pipi kakak yang selama ini sangat dihormatinya.“Yunus! Tahan emosimu, Nak!” Baskoro memegangi tubuh putra bungsunya yang terlihat sangat emosi.“Kau berani memukulku, Yunus?!” tatapan mata Elang sangat tak bersahabat.“Ini bukan balasan dari pukulan Kakak terhadapku. Tapi untuk pukulan terhadap Kak Zahra!” jawab Y
‘Tapi itu cara yang salah, Pah. Kau tahu’kan bagaimana sifat Elang. Dia tak bisa mengontrol emosinya.”“Iya, Mah. Papah janji gak akan mengulanginya. Maafin Papah ya?”Baskoro mengecup puncak kepala istrinya. Keduanya melangkah beriringan menuju kamar untuk beristirahat.***Zahra masuk ke dalam kamar dan merebahkan diri di atas peraduan. Mencoba mengatur napas untuk mengontrol emosinya. Hari ini terasa begitu melelahkan. Ditambah lagi dengan masalah yang baru saja dialaminya. Semua sangat menguras emosi.Zahra saja masih ragu apakah suaminya masih percaya kalau wanita yang bertemu di rumah sakit tadi bukan dirinya. Namun Zahra tahu suaminya bukan orang yang dengan mudah untuk dibohongi. Tetap saja harus berhati-hati dan sebisa mungkin menghindarinya sampai siap untuk membuka jatidiri yang sebenarnya.“Permisi.’ Terdengar suara dari luar. Belum sempat Zahra menjawabnya pintu sudah terbuka. Alangkah t
51.“Astaga, sudah jam berapa ini? kenapa tak ada yang membangunkan aku!” Elang memicingkan mata saat sinar sang mentari mulai masuk ke dalam kamar.“Aw!” Elang memegangi lehernya yang terasa sakit. Dia mengamati tempat sekitar.“Kenapa aku bisa tidur di sini?” Elang baru menyadari kalau dia tidak tidur di kamarnya melainkan di kamar istri pertamanya. Dia juga baru menyadari kalau tertidur di sofa. Hal inilah yang menyebabkan lehernya terasa sakit.Dengan terus memegangi punggung dan leher, Elang keluar menuju kamarnya dengan tergesa. Lalu bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan.Ketika keluar dari kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk yang menutupi bagian perut ke bawah, Elang terkejut saat melihat Zahra sedang ada di kamarnya.“Sedang apa kamu di sini?” sentaknya seraya berlari ke arah jendela dan berusaha menutupi tubuhnya di balik gordyn.“Aku hanya menyiapk