Elang memutuskan untuk menelpon Zahra. Namun dia tak menemukan nama istri pertamanya itu pada phone booknya. Dan dia baru mengingat sesuatu sembari menepuk keningnya.
“Astaga! Aku tak pernah menyimpan nomor telponnya! Acch ... sial!”
“Ada apa, Elang?” tanya Baskoro yang tiba-tba saja sudah ada di hadapan Elang. Pria itu membuat Elang terkejut.
‘Mmm aku ... aku ....” Elang sangat gugup dan berusaha menutupinya. Tak ingin papahnya tahu tentang isi hatinya.
“Kamu mencari Zahra?” tanya Baskoro langsung. Dia tahu anaknya punya ego yang tinggi. Takkan mungkin mengakui perasaannya.
‘Tidak. Aku hanya ....”
‘Zahra menginap di rumah orangtuanya. Tadi sudah minta ijin sama Papah!”
‘Apa? menginap di rumah orangtuanya? Bagaimana mungkin. Dan kenapa Dia tidak meminta ijin kepadaku, tapi malah minta ijin kepada papah! Aku yang suaminya, bukan Papah!” elang sangat ter
Zahra merasakan bumi tempatnya berpijak seperti berputar. Sejenak memejamkan mata untuk mengurangi rasa pusing di kepala.“Ssss.” Zahra mendesis dan merasakan perih pada ujung bibirnya.“Kak, Zahra. Kau tidak apa-apa?” Yunus mencoba menolong wanita paling sempurna di matanya.“Jangan sentuh istriku!” tegas Elang dan mencoba menjauhkan Yunus dari Zahra.Pemuda itu tak tinggal diam. Sorot matanya begitu tajam seolah siap menguliti siapapun yang berada di hadapan. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal dan terayun ke arah Elang. Satu pukulan mendarat di pipi kakak yang selama ini sangat dihormatinya.“Yunus! Tahan emosimu, Nak!” Baskoro memegangi tubuh putra bungsunya yang terlihat sangat emosi.“Kau berani memukulku, Yunus?!” tatapan mata Elang sangat tak bersahabat.“Ini bukan balasan dari pukulan Kakak terhadapku. Tapi untuk pukulan terhadap Kak Zahra!” jawab Y
‘Tapi itu cara yang salah, Pah. Kau tahu’kan bagaimana sifat Elang. Dia tak bisa mengontrol emosinya.”“Iya, Mah. Papah janji gak akan mengulanginya. Maafin Papah ya?”Baskoro mengecup puncak kepala istrinya. Keduanya melangkah beriringan menuju kamar untuk beristirahat.***Zahra masuk ke dalam kamar dan merebahkan diri di atas peraduan. Mencoba mengatur napas untuk mengontrol emosinya. Hari ini terasa begitu melelahkan. Ditambah lagi dengan masalah yang baru saja dialaminya. Semua sangat menguras emosi.Zahra saja masih ragu apakah suaminya masih percaya kalau wanita yang bertemu di rumah sakit tadi bukan dirinya. Namun Zahra tahu suaminya bukan orang yang dengan mudah untuk dibohongi. Tetap saja harus berhati-hati dan sebisa mungkin menghindarinya sampai siap untuk membuka jatidiri yang sebenarnya.“Permisi.’ Terdengar suara dari luar. Belum sempat Zahra menjawabnya pintu sudah terbuka. Alangkah t
51.“Astaga, sudah jam berapa ini? kenapa tak ada yang membangunkan aku!” Elang memicingkan mata saat sinar sang mentari mulai masuk ke dalam kamar.“Aw!” Elang memegangi lehernya yang terasa sakit. Dia mengamati tempat sekitar.“Kenapa aku bisa tidur di sini?” Elang baru menyadari kalau dia tidak tidur di kamarnya melainkan di kamar istri pertamanya. Dia juga baru menyadari kalau tertidur di sofa. Hal inilah yang menyebabkan lehernya terasa sakit.Dengan terus memegangi punggung dan leher, Elang keluar menuju kamarnya dengan tergesa. Lalu bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan.Ketika keluar dari kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk yang menutupi bagian perut ke bawah, Elang terkejut saat melihat Zahra sedang ada di kamarnya.“Sedang apa kamu di sini?” sentaknya seraya berlari ke arah jendela dan berusaha menutupi tubuhnya di balik gordyn.“Aku hanya menyiapk
“Pak, Ibu saya berangkat dulu.” Zahra berpamitan kepada Baskoro dan Widya.“Tidak makan dulu?”‘Tidak usah, Pak. Nanti makan di kantin saja. Sudah kesiangan,” jawab Zahra.“Iya, hati-hati.”“Mari aku antar, Kak. Kebetulan kita satu arah.” Ucap Yunus dengan menyudahi makan paginya. Matanya berbinar kala melihat wanita yang lebih tua darinya tapi membuat hatinya bergetar. Yunus tahu ini salah karena dia menyukai istri dari kakaknya. Namun perasaan tak bisa dibohongi. Benih-benih cinta tumbuh begitu saja saat sering mengobrol dengan kakak iparnya itu.“Jangan macam-macam, Yunus! Dia itu istriku!” Elang mengebrak meja makan. Selera makannya menghilang saat mendengar adiknya begitu berani.“Aku tahu Kak Zahra memang istrimu. Tapi Kakak membiarkan Kak Zahra berangkat kerja sendiri bahkan terkadang memakai kendaraan umum. Lalu apa aku salah jika ingin mengantarnya menggun
Deg. Jantung Zahra terasa berhenti berdetak. Dia bahkan tak percaya saat mendengar pertanyaan anak ingusan itu. Apa pemuda itu sudah tahu semuanya. Zahra mencoba mengatur napas untuk menghilangkan kegugupannya. Lalu gadis itu membalikkkan badan.“Kau memanggilku apa tadi?”“Haruskah aku mengulanginya lebih keras lagi? Aku sudah tahu siapa diri Kakak sebenarnya!”“Tolong, kecilkan suaramu! Oke. Apa mau mu? Katakan! Aku tidak punya waktu banyak!”“Aku ingin bicara dengan Kakak tentang perasaanku!”“Perasaan?! Perasaan apa?” hati Zahra mulai tidak enak. Dia merasakan ada ssuatu yang tidak mengenakan dan berhubungan dengan dirinya.“Bisa kita ke gazebo sebentar? Atau Kakak mau suami kakak mendengar percakapan kita? Sewaktu-waktu kak Elang bisa saja datang ke teras rumah ini!”“Oke. Ayo, kita ke sana!” zahra tak punya pilihan dan terpaksa memenuhi keinginan
“Dokter Zahra! aku takkan berhenti mengejarmu! Akan aku pastikan kau akan menjadi milikku! Haacchh!!” Yunus berteriak dan menjambak rambutnya dengan kesal. Bahkan teriakkannya mengagetkan seisi rumah.“Yunus! Apa-apa an kamu!” Baskoro mendekati putranya yang masih teus berteriak.Tunus menatap Papahnya. Dari sorot matanya menyiratkan berjuta kemarahan.Baskoro terkejut saat melihat wajah putranya yang memerah.“Kamu kenapa, Yunus?!”“Pah! Kenapa harus Kak Elang yang menjadi prioritas, Papah! Kenapa selau aku yang harus mengalah? Apa karena aku anak selingkuhan Papah hingga tidak ada artinya di mata Papah?!” Yunus mengguncang bahu papahnya dengan keras.‘Yunus! Kamu kenapa sih? Papah gak negrti apa yang kamu bicarakan! Papah tak pernah membeda-bedakan kamu dengan Elang! Dan jangan pernah menghina almarhumah Mamahmu! Kau lahir dari pernikahanyang sah! Ingat itu!” Baskoro mendoro
‘Tolong, percaya kepada Papah. Ini demi kebaikan Zahra! hanya kau yang mampu menghentikannya!” Baskoro mengguncang bahu Elang. Dia terus memohon supaya Elang mematuhi perintahnya.“Oke!” Elang lalu pergi meninggalkan papahnya. Dia berlari menuju pintu gerbang.Sesampainya di sana, Elang meradang saat melihat Yunus sedang berusaha merayu istrinya.“Yunus! Apa yang kau lakukan di sini?!” Suaranya yang menggelegar membuat Zahra terkejut. Gadis itu tak mengira kalau suaminya ada di sekitarnya.“Aku hanya sedang menawarkan untuk mengantarnya!” jawab Yunus dengan berani, membuat Elang kembali meradang.‘Tapi kau tidak perlu melakukan itu!” teriak Elang makin kesal.“Sudahlah! Jangan membuat aku pusing. Sebentar lagi taxi on line yang kupesan juga datang!” Zahra beusaha menengahi. Dia sangat tidak suka melihat keduanya bertengkar.“Masuklah! Aku tak mengijinkanmu p
“Aku tidak apa-apa!” Zahra memalingkan wajah. Wajahnya memanas ketika jarak keduanya begitu dekat.“Ayo, kita ke rumah sakit! Aku tak ingin kau kenapa-napa!” Elang begitu cemas saat melihat wajah Zahra yang memucat.“Tidak usah. Aku bisa mengobati diriku sendiri. Apa kau lupa kalau aku ini ....” Zahra menghentikan ucapannya. Hampir saja dia lupa kalau masih berpura-pura di hadapan suaminya.“Oke. Aku mengerti. Istirahatlah!” Elang menepuk-nepuk pundak Zahra.Lagi-lagi, tepukan pada pundaknya menimbulkan getaran aneh yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Tangan itu terasa seperti medan magnet yang menarik sesuatu dalam dadanya membuat dentuman jantungnya semakin menguat. Entah perasaan apa yang menghinggapinya kini.“Tolong, ikutlah bersama Elang, Zahra! Bapak mohon, untuk kali ini saja!” tiba-tiba Baskoro sudah berada di depan Zahra. Pria itu memohon kepada menantunya.‘Tapi