Share

Kejutan

“Aku datang!” Ralp muncul dengan sebuah bunga merah di tangan dan aku mulai melompat karena terkejut.

“Ya Tuhan!”

“Kau seksi sekali hari ini.” Ralp hendak menyorongkan bibirnya, tapi aku mengelak dan membawanya keluar. “Mau ke mana?”

“Temani aku mencari bahan.”

“Aku kira kita akan meneruskan apa yang kita lakukan di hp.”

Aku mendesis. Pinggulku linu dan meneruskan hal-hal asik itu tidak akan banyak membantu. “Tangki mobilmu penuh?”

“Penuh untuk seharian.” Ralp bergerak untuk membenahi sabuk pengamanku. “Mau ke mana?”

“Kau tahu kuburan Taman Indah? Antar aku ke sana.”

Ralp mengernyit dan urung memutar roda. “Ke mana?”

“Aku bilang kuburan.”

“Kau tak punya kerjaan? Ada tempat yang lebih indah dari kuburan.”

Kurasakan keningku berdenyut. Aku sedang terburu-buru, dan Ralp banyak sekali omongnya. “Kalau kau tak mau, biar aku yang menyetir.”

“Tidak, aku saja.” Lalu ban mobil itu berputar. Entah mengapa aku melupakan insiden kantung darah. Mungkin aku sendiri tak terlalu peduli mengingat masih tak ada hal buruk yang akan terjadi. “Bagaimana ceritamu?” tanya Ralp sembari melirikku sesekali.

“Sangat buruk. Aku dikejar deadline dan seorang pria memperkosaku sampai pinggangku sakit."

Ralp tertawa terbahak-bahak. “Tapi kau suka.”

Aku merasa sangat miris. “Sayangnya iya.”

“Apa tema cerita kali ini?” Pria ini nampaknya begitu peduli hingga bagian terkecil diriku.

“Tentang vampire. Ada tawaran dari editorku untuk buku selanjutnya dari novel vampire yang dulu.” Lalu kudengar suara tawa yang lambat dan membuatku merinding. “Ada yang lucu?”

“Kau ingat pertemuan pertama kita?” tanya Ralp dan kulihat senyum itu semakin tampan di wajahnya.

“Ya. Evendi mengenalkan kita, kan?”

Ralp lagi-lagi tersenyum. “Aku mengenalmu sebelum itu. Kau tak tahu ya kalau aku penggemar novel vampirmu?”

Mengejutkan. Ralp tak pernah bercerita. Yah. Selama ini aku yang banyak bercerita tentang hidupku, dan karena dia pendengar yang baik, aku jadi tak mempedulikannya. “Benarkah?”

Dia mengangguk. “Waktu aku tahu kalau Evendi mengenalmu dengan dekat, aku seperti kembang api yang pecah di angkasa. Dan aku bahkan bisa menidurimu.”

Sangat miris.

“Aku jadi merasa murahan.” Yah. Aku tidur dengan cepat di pertemuan kami, dan itu membuatku jadi terlihat gampang. Pesonanya itu, loh. Dia datang dengan kemeja putih yang dilipat setengah tangan, rambut yang disisir ke belakang, dan juga parfum dengan wangi seperti jeruk nipis dan kayu manis. Apapun yang ada padanya sangat kusuka, dan ketika mabuk di dekatnya, aku ingat kalau aku terus merayu dan meminta tubuhnya. Sial. Itu membuatku malu. “Buku mana yang kau suka?”

“Yang terbaru. Bagaimana kau bisa tahu dengan detil masalah pervampiran?”

Itu tentu saja karena aku jago dan ambisius. “G****e tahu semuanya.”

“Lucu.” Ralp mengacak-acak gemas rambutku.

“Setidaknya di permulaan aku butuh g****e. Selanjutnya ya terjun ke lapangan dan mendengarkan ceritanya secara langsung dari narasumber.”

Ralp mengangguk. “Kau percaya tentang vampire?” tanya Ralp. Sesaat aku terdiam karena teringat kantung darah di tas Ralp. “Bagaimana jika mereka ada dan menyerangmu?”

“Kan ada kamu?” Ada nada mengayun manja dan juga kerlingan di mataku. Ini semacam humor intim yang membuat Ralp semakin gemas. “Belok kiri!” Aku memberi kode yang segera dilaksanakan Ralp.

Mobil kami masuk dalam sebuah gang yang cukup besar dengan beberapa pintu dan dinding tinggi. Narasumberku berada di salah satu pintu dan dia tak mau hanya ditelpon dan bayarannya harus nyata di tangan.

“Tempat ini tak seperti kuburan.” Ralp menyentuh dinding, mengusapnya, dan mencium baunya. Entah apa yang ada di pikirannya tapi aku sedikit terusik.

“Ini rumah penjaga kuburannya. Dia biasa dibayar untuk membersihkan rerumputan dan lain-lain.”

Aku segera mengetuk pintu yang kutuju. Tak ada jawaban, tapi seorang pria segera muncul dan menyambut kami dengan wajah ceria.

“We siapin kursi dulu, o.” ujarnya dan aku membantu sedikit untuk melepaskan kursi plastik dari kelompoknya. “We baru aja dapat pengalaman buruk, o. We lihat vampire di salah satu kuburan. Dia gak loncat tapi terbang, o.”

Aku bersiap menyalakan perekam di gawaiku. Setidaknya ada alat yang membuatku bisa mengingat setiap detil cerita.

“Bagaimana sosok vampirnya? Apa sama seperti vampire yang dulu?” tanyaku setelah mendekatkan gawai.

“Beda, o. Ini vampire ganteng. Pakai jas kulit, o. Sebentar, ya. We bawa air dulu. Pada aus pasti.”

Aku menolak, namun pria itu sudah bergerak cepat ke dalam rumah. Berbeda denganku, Ralp justru terlihat kaku dan tak nyaman.

“Kenapa?” tanyaku, tapi Ralp menggeleng dan mengikuti sang pria ke dalam rumahnya. Aku ingin mengikutinya tapi Ralp berkata agar aku setidaknya berada jauh darinya.

Lalu terdengar suara ledakan. Tembok yang menyekat antara ruanganku dan pria cina itu jebol. Sosok pria itu kini rebah dengan kaki Ralp menginjak lehernya.

“Ralp! Kenapa ini?” tanyaku yang terkejut dan ngeri. Ada suara dari pria itu yang seperti terserang batuk parah, dan matanya merah serta mulutnya mulai mengeluarkan taring yang cukup panjang.

“Siapa tuanmu?” tanya Ralp dan pria itu menjeritkan suara yang membuatku merinding.

“Kamu bocah bau pesing, beraninya mengganggu we.” Pria itu mencengkeram kaki Ralp dan memutarnya. Aku tak menyangka bisa melihat sebuah pertarungan dua sosok secara langsung, dan lebih tak menyangka saat melihat pria itu terbang dan menjebol plafon.

Kupikir apa yang kulihat akan jadi lebih seru, tapi Ralp hanya mendesis dan menarik tanganku menuju mobil.

“Kita mau ke mana?”

“Pulang,” jawab Ralp dengan nada rendah yang membuatku semakin penasaran.

“Ralp?”

“Kita bicara di mobil.”

Aku menghentakkan tanganku agar lepas dari cengkeraman Ralp. “Siapa kau?”

Keheningan muncul. Aku tahu Ralp bukan orang biasa. Tak ada manusia biasa yang bisa memecah tembok tanpa bantuan benda berat. Tapi Ralp dan pria penjaga makam itu berkelahi seperti monster. Masih kurasakan hujaman pecahan dinding mengenai keningku, dan aku tahu kekuatan mereka tak biasa. “Jujur, Ralp, aku takut dengan dirimu. Aku mungkin terlihat biasa saja, tapi semakin aku mengenalmu, semakin aku merasakan bahaya mengancamku.”

Ralp berbalik dan menatapku. “Apa kalau kau tahu siapa aku, kau akan meninggalkanku? Apa kita akan berpisah.”

Aku tak punya jawaban pasti, hanya saja mengetahui bahwa pacarku adalah sosok yang terlalu misterius juga mengganggu.

Tanpa kami sadari, sekelompok orang muncul di sekeliling kami. Awalnya mereka berada cukup jauh hingga pergerakannya mendekat dan cukup bisa ditangkap mata.

“We bawa temen, o. Lu gak bisa lagi porak-porandain kita, o.” Sang penjaga makam muncul dan menyeringai. Aku tahu sesuatu yang buruk akan segera terjadi, dan Ralp mulai menjagaku dengan membawaku berada di dekatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status