Betapa terkejutnya Martin ketika mengetahui bahwa Ibrahim telah menipunya selama ini, lalu siapa yang telah bekerja di kantor, dia menghela nafas beberapa kali dan kemudian memukul-mukul setir mobil. "Menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan! Bisa-bisanya aku tertipu!" Kepalanya merasakan penat yang luar biasa, matanya berkaca-kaca, kelopak mata itu terlihat rapuh dan pasrah. "Aku akan membunuhnya, aku akan membunuhnya, yang benar saja ini semua!" Dia mengendarai mobilnya dengan laju kencang dan saat dia kembali ke rumahnya dia mendapati Rami sudah berada di sana. "Dari mana saja kau, aku mencarimu, menghubungi mu, dan kau bahkan tidak mengangkatnya," katanya, lalu tak lama kemudian Sarah datang entah dari mana. "Martin!" Dia berteriak dengan suara keras saat berjalan masuk ke dalam rumah Martin. Segera Martin berbalik. "Apa yang kau lakukan selama ini? Ha! Apa yang kau lakukan? Kau bahkan tidak bisa menemukan putrimu dan sekarang kau masih berada di sini!" Sarah mengamuk, mata
Seketika Martin terhentak di tempatnya, matanya mendadak membulat dan penuh dengan keterkejutan, semuanya berjalan seakan tak memiliki arah, dia sekarang hanya diam, dan bahkan uangnya tak dapat menyelamatkan dirinya, apa yang sebenarnya terjadi? Dia tidak paham, jika memang Ibrahim yang melakukannya, kenapa pula Ibrahim melakukan itu, apa salah Martin padanya, bahkan Martin tidak pernah memiliki musuh yang betul-betul serius selain bisnis dan hanya dalam bisnis nya saja. Kini Martin melangkah maju ke depan Sarah dan dengan pelan membuka lengannya, dia memeluknya perlahan dan menenangkan Sarah dalam pelukannya. Mantan istrinya itu menangis sejadinya, dia membasahi pundak Martin. Air mata Sarah membanjiri bahu Martin. "Aku tidak pernah menyangka akan sejauh ini." Martin bergumam, dia menatap kosong ke depan. "Bagaimana jika mereka membunuh putriku.., bagaimana jika mereka melakukan...""Shussss.., jangan katakan sesuatu yang buruk," ucap Martin sembari melepas pelukannya dengan pelan
"Aku menemukan Lizzia mu," ucap Ibrahim, dia berjalan ke arah Nigel yang berdiri menatap Raisi yang babak belur dan terikat di atas kursi. Raisi yang mendengarnya segera mengangkat kepalanya dan menatap Ibrahim. Mata Raisi membelalak menatap Ibrahim, selama ini dia percaya sekali dengan Ibrahim dan kini, dia menatap orang dari dalang semua hal ini. "Ibrahim?" gumam Raisi, darah mengalir di wajahnya. "Bagaimana kabar mu anak muda? kenapa? kau terkejut?" tanya Ibrahim yang kemudian mengabaikan Raisi. "Kau sialan itu! Kau yang melakukan semuanya? Dasar bajingan!" Raisi memberontak marah, matanya terlihat nanar sehingga memberi gangguan antara Nigel dan juga Ibrahim. Kini keduanya keluar dari ruangan itu dan melangkah jauh. "Dimana kau menemukannya?" tanya Nigel, dia terlihat lelah karena memukul anak sulung Dailuna. "Di istana Dailuna, dia bersembunyi di sana," jawab Ibrahim. "Hmm, sudah kuduga, dan bodohnya aku tidak mencarinya di sana. Ah lupakan, setidaknya kau sudah menemukan
Kondisi Nadira semakin parah, dia bahkan hanya memakan beberapa suap saja di dalam kurungan dan Hatice semakin merasa terpuruk dengan kondisi demikian. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk menyelamatkan Nadira. Dia lebih memikirkan kondisi keponakannya itu dibandingkan dengan kondisinya sendiri. Nadira saat ini tidur di atas pangkuan Hatice, matanya bengkak dan tubuhnya terasa ringan. Hatice memandang ke depan, ke arah dinding polos yang ingin sekali ia hancurkan. Dia bahkan tak dapat mengamuk dalam kesedihan dan kemarahannya. Dia hanya mengatakan, "Ayahmu akan menemukan kita," katanya, terus dia katakan pada Nadira yang masih saja meneteskan air mata dalam tidurnya. Isak tangis Nadira yang selalu besar, kini tak dapat terdengar lagi dia bahkan tak tahu apakah dia masih bisa selamat atau akan terjebak dan tiada di tempat mengerikan itu. Dia tidak memiliki harapan bahwa ayahnya akan datang padanya setelah mengetahui bahwa Andira sangat membuat ayahnya buta dan hanya berada d
"Apa yang kau akan lakukan, padanya?" tanya Andira, dia menatap Ibrahim dengan tatapan tajam yang curiga, dalam benaknya akan terjadi sesuatu yang mungkin tidak akan pernah ia bayangkan. kini ia berada dalam masalah besar yang tak pernah ia sangka akan lalui. Banyak masalah yang telah ia lalui tapi masalah yang satu ini, masalah inilah yang paling brutal baginya. Karena masalah ini, dia hidup dalam mimpi buruk, juga dia menyadari akan rasa sukanya yang dia balas untuk Martin Dailuna. Tapi ada sesuatu yang aneh dalam kisah ini, dan Ibrahim telah menyembunyikan banyak hal padanya. "Pada siapa?" tanya Ibrahim balik pada Andira. Dia kini berjalan masuk ke dalam ruangan dimana Andira berada, sebuah ruangan yang terlihat seperti sebuah kamar dengan tempat tidur kecil di dalamnya. "Tuan Martin, Raisi, dan yang lainnya, apa yang akan kau lakukan pada mereka?" tanyanya lagi, dia bertanya berulang kali. Ibrahim kini duduk di samping Andira, raut wajahnya seolah akan memberi tahu sesuatu pada
Andira berdiri dari duduknya setelah mendengar berita yang tak diduganya. Dia bertanya tanya apa yang mungkin terjadi pada Hatice dan Nadira. "Kau harus ke sana, cepat lah, karena jika tidak mungkin kau akan terlambat, Ibrahim," katanya. Andira terlihat begitu cemas dan wajahnya begitu muram. "Kau tidak perlu memberi tahu aku akan apa yang harus aku lakukan, aku tahu apa yang harus aku lakukan," kata Ibrahim yang kemudian keluar dari ruangan kamar Andira. Kini Andira duduk di kembali di atas ranjangnya, tepatnya di pinggir ranjang. Dia menelan ludah berkali kali dan merasa bahwa ada yang terjadi pada salah satu diantara mereka. Gadis ini merasa bersalah sangat bersalah. Dia sebenarnya tidak memiliki dendam apa apa pada Martin Dailuna, tapi Ibrahim yang mendorong dia untuk melakukan hal keji. Tangannya lemas, jemari jemarinya terasa bergetar hebat, apa yang dia lakukan saat ini adalah hanya merasa takut dan duduk dengan menyesali apa yang dia telah lakukan selama ini, apa yang dia la
Kepala Martin Dailuna seakan ingin meledak karena apa yang dia pikirkan saat ini. Pecahan puzzle demi pecahan dia berusaha untuk satukan. Tapi kini dia sendiri, tak ada yang lagi yang bersamanya, selama penyelidikan dia memilih untuk diam saat dia mengetahui segalanya, saat dia mengetahui bahwa Ibrahim adalah Abraham, pria yang menipunya selama ini, dia baru mengetahui apa yang terjadi setelah sekian lama. Orang yang ingin dia celaka adalah adik dari wanita yang sangat dicintainya. Wanita yang telah hilang dalam hidup Martin, dan Wanita yang tidak pernah hilang dalam hati Martin. Wajah Martin Dailuna terlihat begitu lusuh, dan dia hanya berdiri dengan segelas susu putih di tangannya. Dia berdiri menghadap keluar dari jendelanya. Membiarkan tim penyidik yang mengurus semuanya. Temannya Rami juga tidak dia temui, mantan istrinya juga tidak dia temui, semua orang yang mengenalnya tidak ditemui olehnya. Dia sendiri di singgasana miliknya. Hatinya terlampau lemah dan tidak ada sesuatu ya
Pria dengan tato macho ini menatap gadis yang terluka di lengan dan bagian tubuh lainnya, dia sudah sering kali menyiksa gadisnya sekian lama karena hasrat dan kemarahan yang dimilikinya. Nigel Dailuna, pria yang memiliki kisah sendiri yang dipenuhi akan luka yang mendalam, tapi kisahnya di sini terlalu singkat, dia hanya anak yang tak diharapkan oleh ayahnya, Ryan Dailuna. Yang ketika muda menjadi budak dari Mark Dailuna. Dia selalu memiliki harapan besar bahwa dialah yang lahir di rahim ibu Martin dan selalu berharap bahwa dialah putra sulung dari Mark Dailuna. Bukan Martin Dailuna. Kini dia berjalan ke arah gadis yang ditatapnya, gadis yang terlelap di atas ranjang yang dipenuhi bunga mawar yang kini berwarna merah gelap karena sudah kehilangan kesegarannya. Layu dan telah mati. Dia kini duduk di pinggir ranjang dan menatap gadisnya terlelap. Tangannya menyentuh lembut wajah gadis bernama Lizzia itu, dan menatapnya dengan harapan gadis itu akan memaafkan atas apa yang telah dia l