Pria dengan tato macho ini menatap gadis yang terluka di lengan dan bagian tubuh lainnya, dia sudah sering kali menyiksa gadisnya sekian lama karena hasrat dan kemarahan yang dimilikinya. Nigel Dailuna, pria yang memiliki kisah sendiri yang dipenuhi akan luka yang mendalam, tapi kisahnya di sini terlalu singkat, dia hanya anak yang tak diharapkan oleh ayahnya, Ryan Dailuna. Yang ketika muda menjadi budak dari Mark Dailuna. Dia selalu memiliki harapan besar bahwa dialah yang lahir di rahim ibu Martin dan selalu berharap bahwa dialah putra sulung dari Mark Dailuna. Bukan Martin Dailuna. Kini dia berjalan ke arah gadis yang ditatapnya, gadis yang terlelap di atas ranjang yang dipenuhi bunga mawar yang kini berwarna merah gelap karena sudah kehilangan kesegarannya. Layu dan telah mati. Dia kini duduk di pinggir ranjang dan menatap gadisnya terlelap. Tangannya menyentuh lembut wajah gadis bernama Lizzia itu, dan menatapnya dengan harapan gadis itu akan memaafkan atas apa yang telah dia l
Tangan Andira sedikit lagi mengiris nadi yang berdetak di pergelangan tangannya. Namun syukurlah Ibrahim tidak akan pernah membiarkan Andira untuk melakukan hal semacam itu. "Baiklah jika kau tidak mau melakukannya, kau tidak ingin aku memerintah kamu, tapi lakukan hal ini sekali lagi. Tetaplah di sini dan jangan lakukan hal gila yang bisa membuatmu menyesal!" Ibrahim menatap Andira dengan tatapan kesal sementara Andira menatap Ibrahim dengan tatapan benci. Kini Ibrahim keluar dari ruangan itu dan mengunci Andira di dalam sana. Andira yang kemudian melepas pecahan beling yang bisa saja melukai tangannya. Gadis ini kini hanya terduduk di kursinya dan berusaha untuk membuat dirinya sendiri tenang dan tidak memikirkan hal yang buruk. Ibrahim berjalan ke ruangan dimana Hatice dan Nadira terkunci, dia mendapat kabar bahwa terjadi sesuatu di ruangan itu. "Apa yang terjadi pada mereka?" tanya Ibrahim dengan langkah cepat menuju ruangan yang kini terdengar suara jeritan di sana. "Entah
Martin yang berdiam diri di rumahnya sendirian, dengan wajah yang tak terurus dan tak dipedulikan, yang hanya mempercayai para polisi dan detektif untuk mencari keluarganya kini mendengar suara ponsel yang sudah lama dia tak genggam kini berdering. Dia menoleh ke arah ponsel itu, dan hanya menatapnya sejenak, lalu dia menoleh kembalu ke arah lain dan tak memperdulikan suara deringan yang terus berdering tanpa henti. Karena kesal dengan suara deringan itu, Martin berdiri dari duduknya dan meraih ponselnya, lalu melemparnya hingga hancur. Kepingan bagian dari ponsel itu menyebar dan akhirnya, ponsel itu berhenti berdering. "Aku butuh hidup yang tenang, dan aku tidak membutuhkan suara nyaring itu!" katanya dengan tegas. Selama beberapa hari dia terus mengalami halusinasi yang tak dapat dia kendalikan, dan suara-suara menyebalkan membuatnya terus mengoceh sendiri lalu menghancurkan sesuatu yang bersuara itu. Dia bahkan tidak peduli dengan isi perutnya, dia hanya memakan roti isi dengan
"Bertahanlah, bertahanlah sayangku, bertahanlah Nadira, bertahanlah." Hatice, matanya tertutup kain merah sementara Nadira terbaring di pangkuannya. Ibrahim sengaja menutup mata Hatice karena jika Hatice pergi dengan mata yang terbuka maka dia akan menghafal dan dengan mudah mengingat tempat penyekapan yang dilakukan Ibrahim pada mereka berdua. Raut wajah Hatice betul-betul terlihat sangat-sangat cemas dan kedua tangannya terikat dan juga kakinya. Kedua tangan Hatice bergetar dan lama kemudian akhirnya dia sampai tepat di rumah sakit kota. Penutup matanya kini terbuka dan dia bersama dengan Nadira langsung dilempar keluar dari mobil yang ditumpanginya, dan setelah itu mobil hitam mengkilat tanpa plat nomor ini langsung melajukan mobilnya dengan sangat kencang. Dalam hitungan detik orang-orang di sana langsung mendatangi mereka dan memberi bantuan, kamera ada di mana-mana dan Hatice juga Nadira langsung ditangani. Penutup mata Hatice kini dilepas dan dia di bawa masuk lalu diobati di
Martin menatap dengan tatapan mata yang berkaca-kaca dan akan jatuh padanya air mata tak terbendung. kini semuanya semakin jauh, permainan yang dilakukan oleh pria yang tak pernah diduganya kini semakin parah, hari ini adalah putrinya, besok mungkin seluruh keluarganya dan dia akan hidup dalam penyesalan. Dalam benaknya dia berpikir kenapa bukan dirinya yang disekap, kenapa bukan dirinya yang mati saja dan membayar semua hal yang terjadi di masa lalu. Dia kehilangan keseimbangan tubuhnya saat melihat putrinya terbaring di atas tempat tidur kurus rumah sakit. Dia berlutut di lantai dan bersedih. Air matanya kini mengalir begitu deras dan tatapan basahnya mengarah pada istrinya yang terus menangis luar biasa sementara Hatice muncul di ambang pintu dan berjalan pelan ke arah Martin. Dia menguatkan kakaknya dan memeluknya dengan pelukan hangat dan menemaninya untuk menangis. "Apa salahku Hati? Apa salahku sehingga aku harus menjadi orang tua yang harus mengubur anak sendiri? Apa salahk
Darah masih mengalir di wajah tampannya dan dia terlihat tidak baik-baik saja. Wajahnya dialiri dengan banyak darah dari bekas pukulan dan matanya berusaha untuk terbuka namun dia seolah tak memiliki kekuatan lagi. Dia terbaring di atas lantai dingin dengan tubuh tak berdaya, dia bahkan bekum memakan makanannya yang sudah disiapkan untuknya sejak lama. Kedua tangannya terikat di belakang dan dia yang kini berusaha untuk membuka matanya dan tetap kuat untuk bisa bergerak. Namun tak kunjung dia bisa menyelamatkan tubuhnya sendiri, pintu ruangan terbuka. "Kau masih punya nyali untuk kabur," kata dari seorang yang muncul dari luar. Raisi kini tak lagi menggerakkan tubuhnya dan hanya diam saja di tempatnya. Dia pesuruh dari Nigel muncul dan mengangkat tubuh Raisi lalu mengembalikan tubuh itu untuk duduk di kursi lalu kembali mengikatnya. Raisi tak kuat lagi untuk melawan, bahkan bernafas pun sudah sangat kesulitan untuknya. "Kau bersyukur bahwa kau masih bisa bertahan." Tangan dari
Setelah hari-hari malang yang dilalui keluarga Dailuna, Martin memutuskan untuk meninggalkan perusahaannya dan dikelolah oleh beberapa orang terpercayanya. Dia bukan hanya meninggalkan perusahaannya namun juga meninggalkan rumah besarnya. Untuk sejenak, setelah dia memecat semua pekerja rumahnya, kini dia sendiri yang meninggalkan rumah besarnya, terkunci rapat, dan dengan gerbang yang tertutup begitu rapat. Dia membawa semua yang dibutuhkannya dan mencoba untuk memberi pelajaran pada para bajingan yang telah bermacam-macam padanya. Dia tidak lagi tahu apa yang harus dia lakukan selain melakukan perjalanannya sendiri, dan hanya akan mempercayai satu orang yang bisa dia percayai. Martin yang sibuk berkendara kini menatap lurus ke depan dan beberapa saat kemudian meminggirkan mobilnya dan berhenti tepat di hadapan dua orang pria yang berdiri di pinggir jalan. Kedua pria itu masuk ke dalam mobil dan satunya duduk tepat di samping Martin, yang satunya lagi, yang tak lain adalah Syarif d
FLASHBACK DUA HARI SEBELUM NADIRA KE RUMAH SAKIT "Bagaimana ini Tuan? Kita harus membawanya ke rumah sakit atau kita akan kehilangan mereka," salah satu anak buah Ibrahim terlihat cemas. "Kau pikir aku bodoh, aku sudah menghubungi dokter terpercayaku untuk datang kemari, jika kita membawa mereka ke rumah sakit pusat kota, maka dengan mudah lokasi kita akan diketahui," kata Ibrahim. Tak lama kemudian dokter yang dipanggil Ibrahim datang dan para penjaga di sana membawa Hatice dan juga Nadira yang sudah pingsan, sengaja dibius agar mereka tak tahu apa yang terjadi. "Gadis ini tidak bisa bertahan lama hanya dengan bantuan ku," kata si dokter. "Apa yang harus dilakukan?" tanya Ibrahim. "Dia harus segera ke rumah sakit, di sana lebih banyak peralatan dan bantuan medis," jawab dokter, dengan cemas menatap Ibrahim. "Baiklah, mereka akan ke rumah sakit, namun tidak di kota ini." Ibrahim dengan tegas lalu berkata lagi, "Siapkan kapal untuk ibu kota, bius mereka hingga sampai di rumah