Lena tersentak dan merintih karena merasa terkejut juga sakit.
"Le-lepaskan. Sakit ....""Siapa kamu?!" Suara Kai yang tajam mendesis membuat bulu kuduk Alena meremang.
Gadis itu ketakutan setengah mati, tapi ia tetap berusaha untuk tenang. "Aku istrimu, siapa lagi?" jawabnya dengan suara serak, seakan menantang.
Kaindra tertawa sinis. Ia melepaskan cengkramannya kemudian membopong tubuh Lena dan melemparnya di ranjang dengan kasar. Lena terhempas. Ia menelan ludah saat melihat seringai mengerikan dari bibir tipis laki-laki itu.
"Siapa kamu!" Suara Kai bagaikan seorang algojo yang siap mencabut nyawa. Matanya merah dan murka. Wajahnya dingin disertai rahang yang mengeras.
Lena gemetar hebat, tapi sekuat tenaga ia berusaha meredam ketakutannya. Ia mengerutkan kening dan merubah ekspresi nya menjadi sedatar mungkin."Aku Vena," ucap Lena lantang dan tidak mau kalah menatap tajam manik mata Kai.Rahangnya semakin mengeras, bola mata coklatnya berkilat murka.
Lelaki itu mendekatinya dengan seringai mengerikan di bibir tipisnya yang dingin."Jangan coba-coba menipuku, Nona. Kau bukan Vena. Sejak melihatmu di meja makan tadi, aku tahu kau bukan dia," bisik Kai parau dengan mata berkilat.
Lena menelan ludah, gugup. Aktingnya ternyata tidak bisa membohongi suami Kakaknya. Perutnya mendadak mulas dengan jantung berdegup kencang. Keringat dingin mulai membanjiri punggungnya.
"Siapa kamu!" ulang Kaindra dengan semakin mendekatkan wajahnya pada Lena.
Gadis itu memejamkan mata. Ia ketakutan setengah mati, hingga ia tidak berani menatap Kaindra lagi. Hatinya mencelos melihat ekspresi menakutkan dari Kai.
Lelaki itu tiba-tiba menindihnya, mencoba menggapai apa saja yang bisa bibirnya raih, menciumi setiap lekuk leher gadis itu dengan brutal. Dan semakin turun ke bawah dengan deru napas yang sedikit tersengal. Lena merasa jijik dengan semua yang dilakukannya. Marah. Sedih. Namun, tak berdaya.
Alena menggeliat, meronta dan mendorong tubuh Kaindra yang keras seperti batu di atasnya. Begitu berat dan keras. Lelaki itu sama sekali tak bergerak dan semakin melancarkan aksinya dengan menyerangnya dengan ciuman dan sentuhan ditubuhnya.
Tangan gadis itu mencoba menggapai apa saja yang ada di sekitarnya, saat Kai mencium bibirnya kasar dan dalam hingga ia mulai kehilangan napas.
Dengan kasar Kai melepas ciumannya dan seketika Lena bangun dan terbatuk. Air mata meleleh deras di pipinya.Kaindra berdiri ditepi ranjang dengan berkacak pinggang dengan angkuh.
"Vena tidak akan pernah menolak permintaanku. Kau gadis pembohong. Sama seperti Seno. Menangis dan berteriaklah sepuasmu, karena tidak akan ada yang mendengar suaramu. Kamar ini kedap suara."
Kemudian Kai mengenakan pakaian dan beranjak keluar meninggalkan Alena yang meringkuk di atas ranjang dan menangis tersedu-sedu. Hancur sudah hati gadis itu dengan perlakuan Kakak iparnya. Ia tidak pernah menyangka, Kai adalah seorang pria kasar. Bagaimana lelaki itu bisa melakukan semua itu padanya? Dan tanpa rasa bersalah, ia pergi meninggalkannya sendiri. Meski ia berbohong karena berpura-pura menjadi Vena, tapi apakah pantas perlakuan Kai terhadapnya tadi? Lena menjerit dan menangis sejadi-jadinya. Ia sudah tidak peduli jika suaranya di dengar seluruh penghuni rumah. Lena bahkan lupa dengan ucapan Kai barusan, bahwa kamar ini kedap suara, hingga suaranya tidak akan terdengar di luar.Namun … siapa yang akan peduli? Hanya menangis dan menyesali nasib, yang bisa ia lakukan sekarang.Sementara Kaindra menuruni tangga dan menuju garasi mobil. Hanya dengan celana pendek selutut dan kaos, ia pergi meninggalkan rumah dengan kesal.
Pria itu mengemudikan mobilnya dengan kencang dan menuju ke sebuah night clubs. Malam ini ia ingin bersenang-senang sejenak dan sedikit melupakan kejadian tadi. Sungguh ia tak menyangka akan respon gadis yang sangat mirip dengan istrinya itu. Tatapan matanya yang teduh dan lembut, berbeda sekali dengan Vena. Meski wajah mereka mirip, tapi mata gadis itu berbeda."Siapa dia? Setau ku, Vena tidak mempunyai saudara kecuali Davin. Dan bagaimana bisa ada dua orang yang sangat terlihat mirip jika mereka bukan kembar?" gumam Kaindra.
Kaindra memesan Vodka pada seorang bartender langganannya. Ia menghela napas kasar saat teringat wajah ketakutan dan air mata gadis itu. Apakah ia salah telah berlaku kasar? Tapi apa motifnya gadis itu menyamar menjadi Vena jika semua itu bukan karena suruhan Seno-- Ayah mertuanya yang licik itu.
Jadi siapapun gadis itu, Kaindra tidak mau tertipu lagi oleh wajah polosnya, selama ia masih berhubungan dengan pria paruh baya itu. Mereka semua sama, Seno, Vena dan gadis itu, sama. Hanya ingin mengeruk harta Papinya. Bukankah dulu awal ia berkenalan dengan Avena, gadis itu juga terlihat baik juga lembut. Karena sikapnya itu, sang Papi jatuh hati pada Vena dan setuju dengan permintaan Seno untuk menjodohkan dirinya dengan Vena.
Meski tanpa dasar cinta, Kai mau menerima Vena, karena desakan sang Papi. Setelah masuk ke dalam rumah keluarga Mahendra, Vena menunjukkan sifat aslinya. Hingga semua orang membencinya, kecuali sang Papi. Bahkan Vena juga tidak bisa menempatkan dirinya sebagai seorang istri. Ia kerap berlaku dan bicara kasar pada Kaindra. Dan sifatnya yang suka berfoya-foya, menghamburkan uang, mebuat Kai tidak suka.
Semua itu masih bisa dimaklumi oleh Kai, tapi sebuah kejadian yang membuat ia menjadi benci pada Vena yang juga melibatkan Elmer--adiknya, membuat semuanya berubah. Kai … tidak lagi peduli pada Vena dan hubungannya dengan Elmer juga merenggang.
Kai menuang dan meneguk minumannya dengan cepat. Hatinya kesal luar biasa hari ini. Sudah dua minggu lebih, hari-hari yang dijalaninya terasa tenang tanpa kehadiran Vena. Namun, saat ia pulang ke rumah ingin istirahat karena penat mendera, ia dihadapkan oleh gadis yang menyamar menjadi istrinya. Sesungguhnya ia tidak peduli jika Vena tak mau kembali ke rumah.
Kedua tangan Kai mengepal. Ia harus mencari tahu siapa gadis itu. Beraninya ia menipu seorang Kaindra Elvano Mahendra. Ia menggeram dengan netra berkilat marah.
Malam semakin pekat, hawa dingin mulai terasa menusuk. Hujan sudah mulai reda meski rintiknya masih bernyanyi sahdu di atas muka bumi.Alena masih meringkuk di pembaringan meski sedu sedannya telah berhenti dan akhirnya ketiduran karena lelah menangis.Kaindra memasuki kamar dan melihat gadis itu meringkuk masih dengan posisi saat ia tinggalkan tadi. Lelaki itu mendekatinya, menyibak sedikit rambut yang menutupi wajahnya.Keningnya berkerut karena wajah gadis yang tertidur ini sangat mirip dengan Vena, bahkan tanpa cela. Apa yang membuatnya mau berpura-pura menjadi istrinya, itu yang harus diketahui oleh Kai. Dan di mana Vena sesungguhnya berada, ia belum menemukan titik terang, meski sebenarnya ia tak peduli.'Apakah Vena sebenarnya memiliki kembaran? Tapi, dimana selama ini gadis itu berada? Jika benar, dia adalah kembaran Vena, kenapa Seno menyembunyikan nya selama ini?' lirih batin Kai sangat penasaran.Kai mengambil
Elmer tertawa datar, "dan kamu juga tahu, di rumah ini tidak akan pernah ada yang namanya mie instan, karena Mami melarangnya," sahutnya lagi dengan dingin.Lena tertegun lagi dan salah tingkah. Ternyata Davin tidak mengatakan tentang dilarangnya mie instan di rumah ini. Jika ia bersikap seperti ini, maka Elmer bisa curiga padanya. Mungkin lebih baik jika ia kembali ke kamar dan melupakan rasa laparnya."Tapi itu tidak berlaku untukku. Karena di kamarku banyak tersedia mie instan. Kamu bebas memakannya. Itupun ... jika kamu bersedia." Elmer menatap dalam manik mata Lena. Gadis itu gugup dan hanya terdiam tidak tahu harus menjawab apa."Well … terserah kalau kamu mau kelaparan juga kedinginan dengan tetap berdiri di sini." Kemudian Elmer beranjak pergi dari dapur. Sedangkan Lena merasa gamang harus mengikuti lelaki itu, atau kembali ke kamar dengan Kai yang tidur meringkuk di atas sofa.Seperti tidak ada pilihan lagi, akhirnya Lena men
Kaindra menggeliat dan menyipitkan mata saat sinar mentari masuk melalui celah tirai yang sedikit tersingkap. Ia mengusap mata dan berdecih lirih. Pandangannya beralih pada selimut yang menyelimuti tubuhnya. Ia merasa tadi malam sama sekali tidak membawa selimut. Kemudian ia beringsut duduk dan memandang ranjang yang sudah kosong dan rapi. Kemana gadis itu?Kai berdiri dan beranjak masuk untuk membersihkan diri ke kamar mandi. Saat keluar dan mengenakan jas-nya, gadis yang menyerupai istrinya itu tetap tak terlihat.Setelah rapi dan sempurna, ia turun ke bawah menuju meja makan. Di bawah hanya ada Elmer adiknya yang sedang menikmati roti panggang dan segelas orange jus.Kai duduk di depannya dan meminum segelas susu hangat. Mereka saling tak acuh dan tak peduli. Seperti ada jarak di antara mereka. Hingga lelaki itu menyelesaikan sarapannya, tidak juga ia melihat gadis itu."Reta, dimana Vena?" tanya Kai pada kepala pelayann
Laki-laki kekar dengan wajah garang itu mengangguk patuh."Baik, Tuan. Tapi Tuan muda Elmer selama ini masih baik-baik saja. Belum ada tanda-tanda darinya untuk melakukannya lagi.""Tapi kamu harus tetap waspada. Bisa sewaktu-waktu Elmer kambuh dan membahayakan orang lain. Anak itu …." Tuan Dhanu terdiam. Terlihat sekali wajah tuanya yang menampakkan kesedihan saat memikirkan putra bungsunya."Tuan tidak usah banyak berpikir. Saya yang akan membereskan semuanya, dengan tetap melindungi Tuan muda Elmer seperti biasanya." Jimmy mencoba menenangkan Tuannya."Semua salahku. Seandainya saat itu, aku tidak membawa Elmer kecil, mungkin ….""Semua sudah terjadi, Tuan. Dan Anda tidak bisa membalikkan keadaan. Yang perlu kita perhatikan saat ini adalah membuat Tuan Elmer tetap menjadi dirinya yang sekarang."Tuan Dhanu tersenyum hangat pada Jimmy. "Itu yang aku suka darimu. Pikiranmu terkadang melebihiku yang suda
Elmer menyeringai. "Aku suka gadis gigih seperti kamu. Tidak murahan seperti Kakakmu," ucapnya parau dengan terus mendekatinya dan menempatkan tubuh sispax nya tepat di atas Lena yang ketakutan."Aku mohon, Elmer ... jangan ganggu aku," lirih Lena dengan deraian air mata.Lelaki itu tertawa terbahak-bahak. "Tidak akan ada yang tahu, jika kita melakukan sesuatu, Kakak ipar palsuku. Tapi ... oke, jika itu permintaanmu. Kali ini, aku akan pergi. Tapi aku tidak akan berjanji untuk lain kali." Suaranya mendesis membuat bulu kuduk Lena kembali meremang.Elmer akan beranjak pergi, saat dia menoleh kembali pada gadis itu. "Vena tidak pernah menyukai bunga. Apa yang kamu lakukan di taman tadi adalah suatu kebodohan," desisnya lagi dengan wajah datar dan dingin, kemudian meninggalkan Lena yang duduk terpekur di atas ranjang dengan selimut tebal menutupi tubuhnya.Ia bernapas lega setelah Elmer keluar dari kamar itu. Diusapnya kasar air mata yang melel
Davin terpekur di atas ranjang. Ia berbaring dengan posisi miring dengan jemari tangannya menggambar sesuatu pada kain sprei. Terdengar sebuah nyanyian senandung dari bibirnya. Matanya basah dengan wajahnya sendu."Ma … mama … pulang, ma …," gumaman lirih terdengar dari isakannya.Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan muncul Seno. Davin tergagap dan langsung menghapus air matanya. Namun, terlambat. Sang Ayah terlanjur mengetahui tangis putranya."Bangun!" perintah Seno dengan wajah murka.Davin bangun dari posisinya, lalu berdiri di depan Ayahnya dengan gugup. Pemuda itu gemetar ketakutan."Sudah berapa kali papa bilang? Kamu laki-laki. Kenapa cengeng seperti perempuan?!" teriak Seno gusar.Davin hanya diam tak menjawab. Bahkan kepalanya menunduk karena takut. Kakinya terasa lemas, karena tahu, sang Papa akan berbuat kasar lagi padanya."Angkat dagumu!" perintah Seno, tapi Davin tetap diam me
Pria itu terkejut dan mengerutkan kening. "Ma-maksudku ... aku baru malas untuk membawa mobil sendiri," ujar Lena cepat agar pria itu tidak curiga. "Ooh ... baik, Nyonya. Saya akan membereskan ini sebentar, apakah Anda mau menunggu?" tanya pria itu sopan dan Lena hanya mengangguk. Tidak berapa lama, mobil meluncur pergi dari kediaman keluarga Mahendra. Lena termenung menatap luar jendela. Beberapa kali pria itu meliriknya dari spion. Sejak awal, ia sudah merasa heran karena sang Nyonya rumah yang biasanya kemanapun pergi selalu membawa mobil sendiri, tapi pagi ini, ia meminta untuk mengantarnya. Dan juga penampilannya beda dari sebelumnya, yang selalu angkuh dengan dandanan mewah juga makeup tebal. Tapi pagi ini, istri Tuan Kai tampak sangat sederhana. "Kita mau kemana, Nyonya?" Pertanyaan pria itu membuyarkan lamunan Lena. "Eh ... aku mau ke rumah Papa. Kamu tahu jalannya 'kan?" Pria itu mengangguk dan segera
Pada suapan terakhir, sudut mata Lena tidak sengaja melihat sebuah poster yang tertempel di dinding kafe. Poster tentang pameran lukisan tempo dulu."Maaf, Mbak. Pameran lukisan ini di mana ya?" tanya Lena pada seorang pelayan."Di depan itu, Kak. Galery lukisan. Kebetulan pemilik kafe dan galery adalah orang yang sama."Lena memandang bangunan besar di seberang jalan, tepat di depan kafe. Terlihat banyak orang yang masuk ke dalam bangunan itu dan membuat gadis itu tertarik.Setelah membayar di kasir, ia memberi tahu Aryo jika akan masuk ke dalam galery tersebut.Beberapa orang laki-laki dengan pakaian formal berjaga di depan pintu masuk. Dan para tamu yang datang terlihat kebanyakan dari kalangan atas. Lena dengan bebas dapat masuk ke dalam. Ia melihat-lihat lukisan dari jaman dulu yang dilukis hanya menggunakan pensil dan berwarna hitam putih. Ia sangat kagum dengan pelukisnya. Tidak ada sentuhan cat air sama sekali."P