Share

Tanggung Jawab: Ngemil

Rania menjentik tombol laptop dan tampilan skema mengenai struktur organisasi perusahaan yang baru saja ia pelajari langsung lenyap seketika.

Hhhh … Rania menarik nafas panjang. Dirinya baru saja memperhatikan struktur yang ada pada Research and Development, sebuah departemen yang dikepalai Verdi, lengkap dengan deskripsi tugasnya. Selama sebulan terakhir perusahaan memang tengah mengadakan internal audit dimana satu departemen saling mengaudit departemen lain. Dan Verdi kebetulan adalah orang yang ditunjuk untuk melakukan audit atas departemen Ekspor yang Rania pimpin. Sudah dua hari ia di perusahaan dan masih belum menemui orang tadi.

Rania sedikit bisa bernafas lega karena departemennya sudah melakukan audit atas departemen lain saat manajer lama masih bekerja. Ini artinya, dirinya tidak perlu terlalu sibuk untuk menjadi auditor. Dengan sebagian tugas telah dilakukan pendahulunya, ia berharap tidak banyak yang ia perlu lakukan di masa-masa awal kerja sehingga ia bisa berfokus pada hal lain.

Saat terdengar ketukan di pintu ruang kerjanya, Rania menengadah dan bertatap muka sejenak dengan salah seorang anak buahnya.

“Selamat pagi,“ Vonny yang menjadi wakil manajer, menyapa sambil membawa setumpuk berkas. “Pagi amat datangnya, Bu.”

Rania tidak menanggapi. Ia hanya terperangah melihat sebuah ordner dalam ukuran terbesar dengan isi yang padat langsung ditaruh Vonny di atas meja kerjanya. “Ini materi yang dibutuhkan untuk persiapan audit? Sebanyak ini?“

“Kebanyakan?” Vonny terkikik.

Rania tergagap mendengar komentar anak buahnya.

“Y-ya. Tapi, mau apa lagi? Aku memang harus menguasai materi ini kan?”

Vonny mengangguk. “Betul. Itu perlu ibu pelajari karena untuk rencana...”

“Dari tadi koq manggilnya bu. Jangan ada kata-kata ‘ibu’ segala.” Rania memotong cepat. “Panggil Rania saja.”

Vonny mengangguk. “Oke bu, eh... Rania.”

“Kamu jangan banyak pergi kemana-mana ya. Kalo ada apa-apa kan aku hanya tergantung sama kamu.”

“Boleh. Tapi Rania jangan terlalu galau gitu. Yang ngerti bukan hanya aku. Ada yang lain. Nanya ke aku boleh, nanya ke dia juga boleh.”

“Oh gitu.”

Vonny belum lagi melangkah pergi ketika Yono, anak buah Rania yang lain datang.

“Pagi bu,” sapa Yono.

“Panggil Rania aja. Kamu bawa apa, Yono?”

Yono nampak bingung dengan pertanyaan tadi.

“Berkas. Kan kemarin aku dimintain tolong untuk bawain berkas-berkas audit?”

Rania menyadari kekeliruannya. Ia hanya menatap pasrah ketika anak buahnya yang berbadan ekstra gempal itu menaruh tiga ordner besar sekaligus di atas meja kerjanya.

“Ini sih sama aja aku musti di ruangan ini seharian untuk pelajarin semua,” tak sadar Rania berkomentar. Ia tidak menyangka begitu banyak materi yang ia perlu pelajari sebelum proses audit dilakukan.

"Nanti aku minta Pak Parjo, office boy di sini, bikinin kopi. Mau?"

Rania mengangguk sembari tak sengaja memijit keningnya yang mendadak pening.

"Boleh," cetusnya. "Kopi susu ya, tapi gulanya seperempat sendok."

Dua anak buahnya sudah tidak lagi di ruangan ketika telpon di meja kerjanya berdering lagi.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, Rania kini sigap mengangkatnya. Ternyata dari Edwin, atasannya.

"Di mejamu ada beberapa contoh produk. Kamu perlu cicipin lho."

Rania tertawa kecil. "Udah pak, udah aku cicipin beberapa."

Believe it or not, di sini salah satu tanggungjawabmu adalah ngemil. Mencicipi produk yang dihasilkan adalah keharusan."

“O ya?”

“Iya.”

Walau terasa aneh Rania mengakui kebenaran ucapan atasannya.

"O ya, kamu kapan orientasi ke pabrik?“

“Aku sudah hubungi petugas gudang. Besok siang langsung ke sana, termasuk ke gudang baru 3PL."

"Gudang Third Party Logistic itu kamu cuwekin aja dulu."

"Bukannya untuk kepentingan ekspor perlu dicek juga, Pak? Interior gudang, eksterior, rak, akses jalan, safety, forklift, SDM."

"Gak usah."

"Sori, tapi... di perusahaan lama, kalo ada penggunaan gudang baru biasanya export manager dilibatkan."

"Dibilang nggak usah!"

Ouch! Rania sedikit terkaget dengan ucapan bernada bentakan itu. Terus terang ia tak mengerti mengapa dilarang melakukan peninjauan gudang baru yang seharusnya justeru melibatkan departemennya.

"Sebentar lagi aku kirim daftar produk kami,“ katanya sebelum menutup pembicaraan.

Masih merasa aneh atas sikap atasannya, Rania terkaget ketika laptopnya berdenting menandakan ada seseorang yang hendak chatting dengan dirinya.

Saat aplikasi Communicator terbuka, ternyata itu dari Edwin yang mengirim sebuah lampiran berkas dengan format Microsoft Excel. Pesannya: “Ini datanya. Harap pelajari."

Jemari Rania kemudian lincah menari-nari di atas keyboard. "Thanks. Segera dipelajari. Ada pihak yang perlu dihubungi lebih lanjut?"

Pada aplikasi kini tertulis 'Lauw, Edwin is typing.' Rania menunggu.

Ting!

Pesan dari orang itu masuk lagi.

"Pagi-pagi hubungin Verdi aja."

Rania lemas. Semangatnya lenyap seketika ketika mendengar nama itu disebut. Jemarinya kemudian mengetikkan balasan: “Nggak ada yang lain?”

“Nggak ada."

Rania membuat dalih lain. Tapi Edwin bergeming. Ketika ia masih hendak menyampaikan satu pesan chat, aplikasi sudah menampilkan sebuah informasi tertentu.

'Lauw, Edwin left.'

Damned, Rania merutuk dalam hati. Orang itu berarti tak mau lagi melanjutkan chat di saat masih banyak hal yang ia mau tanyakan.

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status