Rania keluar dari ruang kerja Verdi dengan kekesalan bertumpuk.
‘Kalau dia berpikir bahwa aku sebagai orang baru harus mengikuti kemauannya maka pria sombong itu salah besar,’ kata Rania membatin.
Tak lama lagi Verdi akan menyadari bahwa ia berhadapan dengan orang paling keras yang ia pernah temui. -
*
Perusahaan tempat Verdi dan Rania bekerja menempati dua lantai di menara gedung yang disewa, tepatnya lantai 14 dan 16. Ketika harus menuju departemen di lantai berbeda, daripada menunggu lift, ia lebih suka naik atau turun menggunakan tangga darurat. Tak perduli walaupun tangga darurat itu pun sudah menjadi areal kumpul-kumpul tak resmi bagi beberapa orang yang belum bisa melepaskan diri dari ketergantungan merokoknya.
Saat itu ketika Verdi melangkah turun melalui tangga darurat dan waktu istirahat sebentar lagi berakhir, langkah kakinya mendadak terhenti. Terhenti karena telinganya dengan cepat menangkap bahwa nama seseorang disebut-sebut oleh mereka yang ada di areal tangga darurat itu. Nama seseorang yang pernah memiliki arti khusus bagi hidupnya dan kini ingin kembali merajut hubungan setelah sempat terkoyak untuk beberapa lama.
Verdi yang terusik lantas memasang telinga. Ia tidak salah. Mereka saat ini tengah menggunjingkan orang itu. Secara diam-diam, tak lebih dari lima menit kemudian ia kembali melangkah naik, tidak jadi meneruskan perjalanan lewat tangga.
Kegundahan yang hebat menyelimuti pikirannya. Ini kejadian kesekian setelah yang lain-lain ia pernah dengar sebelumnya. Ada yang ia dengar langsung, ada yang hanya tak sengaja saat menguping obrolan penuh gosip rekan-rekan kerjanya.
Kemarin, di tengah keriuhan canda seusai makan siang, Verdi membaca sebuah pesan chat yang masuk melalui ponselnya. Pesan itu masuk dengan menyertakan sebuah pertanyaan yang perlu ia jawab segera. Pesan itu bersifat sangat pribadi dan bahkan penting karena akan merubah secara total masa depannya.
Sebuah pertanyaan 'nembak' dari seorang wanita yang mendambakan keutuhan hatinya.
Selama berbulan-bulan, asmara yang pernah terwujud antara Verdi dengan wanita itu berlangsung sangat rahasia. Sepertinya tak ada seorang pun yang mendeteksi kedekatan keduanya. Jejak kedekatan keduanya seolah tertutup sempurna sampai kemudian sesuatu memutuskan ikatan asmara tadi. Namun tak lama kemudian wanita itu kembali menawarkan diri untuk mereka rujuk. Dan Verdi yang merasa bahwa kini sudah saatnya untuk mulai membuka kebersamaan dirinya dengan wanita itu langsung menjawab pesan. Sebuah jawaban darinya yang menyetujui mereka untuk bersama. Namun saat pesan sudah selesai ditulis dan jarinya pun sudah siap menyentuh tombol 'kirim' mendadak indera pendengarannya menangkap bahwa rekan-rekannya rupanya telah mengganti topik pembicaraan ke hal lain. Topik pembicaraan pun kini berubah total.
“Itu nggak mungkin,” celetuk seseorang. “Sangat sangat nggak mungkin.”
“Boleh aja lu gak percaya. Tapi gue yakin,” rekannya yang lain menjawab dengan mantap. “Gue gak bo’ong.”
“Bro, jangan sembarangan nuduh. Dosa. Itu dosa, tauk!”
“Iya ah. Kayak lu liat sendiri?”
“Gue gak fitnah. Dan tolong ya. Tolong perjelas, maksudnya liat sendiri itu sampe tahap segimana, hah?”
“Ya, yang gimanaaa gitu.”
“Yang syur gitu lah. Paling nggak ada cipika cipiki.”
“Kalo gitu mah, teletubies juga bisa.”
Pekik tawa terdengar seketika. Meledak. Obrolan gossip yang mulanya berupa bisikan memang masih tetap berlanjut sebagai bisikan. Namun dengan semakin banyak orang yang menanggapi, bisikan jadi tidak berarti dan itu membuat riuh tawa malah makin menjadi-jadi.
Verdi pun ikut tertawa. Namun jelas tawanya memiliki makna amat berbeda. Tawa yang keluar sebetulnya semata untuk menutupi kegundahan hati karena mereka kini menggunjingkan dugaan terjadinya hubungan gelap antara pemimpin perusahaan dengan wanita yang mengirimkan pesan kepada Verdi.
Mereka, rekan-rekannya, tengah menggosipi wanita yang sama.
*
Tak seorang pun di kantor yang baru dimasukinya yang tahu bahwa Rania sebetulnya berasal dari kalangan ekonomi menengah. Atau mungkin malah bawah – entahlah. Yang jelas ia pernah berada di level ekonomi terbawah.
Dulu. Dan itu telah Rania janjikan dalam dirinya takkan pernah lagi mau ia alami. Ia telah bertekad takkan mau mengulang kehidupan seperti itu lagi. Betapa menyiksa serta sekaligus menyedihkan ketika diri sendiri dianggap tak berharga, tak dianggap, tak dipedulikan. Semua membuatnya berpikir bahwa kedudukan material beserta uang yang menyertai, tak pelak, harus menjadi prioritas kehidupan. Silahkan saja orang lain berpendapat bahwa uang bukan segalanya. Bagi Rania itu adalah kebenaran sebagian. Kebenaran seutuhnya adalah bahwa setiap orang butuh uang. Sangat banyak uang untuk mencapai kebahagiaan, termasuk ketika kebahagiaan itu disumbangsihkan pada korban bencana alam, untuk pendirian rumah ibadah, disalurkan pada Lembaga social. Tapi intinya tentu saja sama. Segalanya harus dimulai dari uang yang harus terlebih dulu ada.
“Sayang, aku sekarang ngerti. Kamu sebetulnya tadi itu sedang dijebak oleh Renty. Dia dengan rekannya adalah orang yang nyusupin barang haram itu ke dalam tas kopermu.” Rania tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya ternganga lebar dengan mata membelalak sembari menggeleng-geleng kepala. Mama Lidya tak kurang terkagetnya. “Saat dia sendirian, dia ngelakuin aksinya. Seperti yang kamu cerita saat dini hari itulah dia mem-finalisasi rencananya. Mungkin saat itulah dia dikirimi paket narkoba dari temannya yaitu ganja dan segala macam obat haram itu. Mungkin juga Renty adalah penggunanya. Tidak tertutup kemungkinan ke arah itu. Saat pagi harinya ketika kamu nggak di kamar, dia sisipkan itu di bagian tas koper. Mungkin dengan membuat robekan kecil di koper kamu yang memang hanya berbahan kain. Sayangnya, rencana itu gagal. Ada Tuhan yang jagain kamu. Kamu dibuat mengalami peristiwa buruk yang bikin tas koper kamu robek dan barang haram yang disisip di dalamnya terjatuh. Paket itu lantas kamu bua
“We gonna make it?”“Absolutely, Mister.” Rania mencondongkan wajahnya ke samping wajah Verdi. “Dan udah terbukti kamu masih tetap joss.”Verdi terbahak lagi. Apalagi kini Rania menatap dengan gerak alis dan tatapan laiknya seorang wanita yang nakal hendak mengajak bercinta. Benar-benar sudah tak ada lagi duka di wajah itu seperti ketika ia baru saja tiba.*Kebahagiaan kedua Rania alami ketika ia dan Verdi tiba di kendaraan mereka. Rupanya ada Mama di sana yang menunggui. Dan yang membuat Rania terkaget adalah bahwa Mama di sana dengan seorang bayi lucu dalam pelukannya.Cerita kemudian mengalir satu demi satu baik dari Mama maupun dari Verdi. Tentu saja porsi terbesar cerita ada pada Mama yang secara runut menceritakan keajaiban yang ia alami. Mungilnya sang bocah membuat Rania jatuh cinta seketika. Permintaan Mama untuk ia merawat bersama-sama diterima de
Hanya ada bahagia tak terperi. Saat Surabaya sudah makin tenggelam dalam malam bahagia seolah bertumpukan satu per satu menimpa hidup Rania. Dimulai dari ketika ia disambut oleh senyum Verdi di pintu keluar bandara.Ah, beda dengan hampir tiga tahun lalu di pelataran parkir perkantoran di Jakarta ketika cinta menggebu membuat Verdi berani memeluk dirinya berlama-lama di tengah keramaian, situasi itu tak terjadi lagi saat ini. Namun tentu saja itu bukan masalah besar bagi Rania. Cinta Verdi atas dirinya tak perlu diragukan lagi karena toh tak semua orang wajib mewujudkan dan melampiaskan rasa itu dengan cara ekspresif.Verdi memeluk. Sebentar. Namun sangat hangat. Dan betapa Rania merindukan pelukan pria terhebat yang ia bisa miliki itu. Pengalaman mengerikan yang dirancang seorang perempuan jahat bernama Renty gagal terwujud. Dan ia yakin itu terjadi karena doanya yang tulus yang menyertai perjalanan.“Kenapa nangi
Penjelasan itu terasa cukup bagi Rania. Ia mengambil tasnya kembali dan memutuskan tidak perlu bertanya lagi. Jam dinding di salah satu sisi ruangan menunjukkan waktu bahwa ia harus sesegera mungkin menuju ruang tunggu pesawat. Para petugas X-Ray tadi menunjukan sikap hormat ketika Rania bergegas pergi.Sepuluh menit kemudian ketika pesawat yang ditumpangi sudah take off, Rania masih terus memikirkan pengalaman aneh yang terjadi. Ketika ia melihat seorang anak kecil pada bangku di depannya membuka bungkus kemasan biskuit berwarna biru tua, seketika ia teringat sesuatu. Ia teringat pada bungkus berukuran sama dan warna yang sama yang ia buang di tempat sampah bandara. Bungkusan yang menurut pengemudi taksi daring yang ia naiki terjatuh dari koper akibat ada bagian koper yang robek karena terbentur bagasi mobil. Bulu kuduk Rania meremang.Tidak perlu menjadi seorang jenius dengan sederet gelar untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia nyaris
Urusan check in sudah selesai. Dengan alasan bahwa koper yang dibawa Rania adalah koper kecil yang akan dibawa masuk dalam bagasi kabin pesawat, Rania melangkah ke arah ruang tunggu pesawat. Namun saat melewati security-check, ia kaget karena detektor X-Ray berbunyi. Ia melihat sekitar. Tak ada penumpang pesawat lain. Artinya detektor berbunyi saat melakukan scanning atas koper miliknya.‘Maaf, ibu boleh minggir sebentar?”Ajakan seorang ibu petugas bandara tadi membuat Rania sedikit gugup. Para penumpang lain mulai berdatangan ketika Rania menurut.“Maaf, boleh kopornya dibuka?”Rania merutuk dalam hati atas gangguan kecil yang dialami. Namun ia menenangkan diri sendiri karena menurutnya ini bukan pengalaman pertama ia diminta seperti itu. Itu sebabnya dengan tersenyum ia mengikuti permintaan petugas itu dan membuka koper setelah mengisikan nomor kode koper.Dibantu seorang pe
“O gitu? Kamu puasa Senin – Kamis?”“Begitulah?”“Buat apa? Buat supaya sukses bisnis?”“Bukan.”“Buat dapet jodoh?”“Gak lah.”“Terus? Tujuannya apa?”“Buat ngurusin badan.”Wajah innocent alias tak berdosa yang ditunjukan oleh James sukses membuat Terry tertawa. Walau tawa kecil bagi James ini langkah bagus. Hati Terry yang gembira merupakan pintu masuk untuk diskusi yang sebentar lagi dilakukan akan berjalan kondusif dan hangat. Ia masuk ke dalam gerai, mengambil kopi, biskuit, kue, serta menyelesaikan pembayaran dan menemui Terry kembali di tempatnya semula.“Nih, silahkan nikmati,” katanya sembari mulai meletakkan roti dalam bungkusan plastik beserta kopi dalam kemasan botol plastik mungil ke depan Terry.Saat belum lagi menaruh semua, mendadak dari kanton