Share

Tamparan Keras untukku

Hari ini aku berencana mengunjungi mertua ku, kediaman orang tua suamiku kebetulan tak jauh dari rumah kami. Mereka tinggal bersama iparku di kota yang sama denganku, hanya saja kami tinggal di kecamatan yang berbeda.

Pagi ini sedikit mendung, tapi tampaknya hujan tak berpotensi turun. Aku mengunjungi rumah mertuaku di antar oleh mas Tama, sekalian suamiku berangkat menuju tempat kerjanya. Mobil kesayangan mas Tama terhenti di depan pagar rumah orang tuanya. Kamipun bergegas turun dari mobil yang kami tumpangi.

"Assalamualaikum," ucap kami.

"Waalaikusalam, jawab Mbak Rara iparku.

Mengetahui kedatangan kami, ia pun segera membukakan pintu pagar rumah mewah yang ia tinggali.

"Masuk yuk," sambung Mbak Rara tersenyum.

"Iya Mbak," jawabku mengembalikan senyuman iparku.

Aku dan suami melangkahkan kaki memasuki rumah mewah tempat dimana suamiku lahirkan serta di besarkan. Di Istana ini tidak hanya di huni oleh mertuaku, ada kedua saudara kandung suamiku dan kedua iparnya serta anak-anak mereka. Hanya Mas Tama yang memutuskan untuk meninggalkan istana ini karena ingin kami hidup mandiri.

"Umi mana Mbak? Abi udah berangkat ke kantor?" tanya Mas Tama.

"Umi udah dua hari nggak ngantor, jagain Umi. Sakit Umi kambuh lagi," jawab Mbak Rara.

Mendengar penjelasan Mbak Rara, langkah kaki kami segera tertuju pada kamar mertuaku.

Ibu kandung suamiku sudah lumayan lama mengidap kelainan jantung.

Tok tok tok, suamiku mengetuk pelan pintu kamar orang tuanya.

Papa mertuaku segera membukakan pintu.

"Oh kalian, masuk yuk" ucap Papa tersenyum.

"Assalamualaikum," ucapku mencium kedua tangan mertuaku, hal yang sama pun dilahkukan Mas Tama.

"Waalaikusalam, apa kabar kalian berdua? Sudah dua minggu nggak mampir," ucap ibu kandung dari suamiku itu.

"Baik Umi, Umi gimana keadaannya?" ucapku.

"Ya begini Rin, sering kambuh maklum sudah umur," jawab Ibu mertuaku lirih.

"Umi jangan kebanyakan mikir yang aneh-aneh biar nggak stress," ucapku.

"Iya Rin, kamu katanya mau program hamil. Kapan rencananya?" tanya Mertuaku.

Tampak jelas pancaran aura bahagia terpancar dari wajah beliau ketika membahas tentang program hamil yang akan kami jalani. Berbeda denganku, yang tak berdaya mendengar pertanyaan mertuaku.

"Secepatnya Mi, do'a in ya," ucapku.

Aku berusaha menguatkan hatiku sendiri, seolah-olah tak ada penyakit yang kututup-tutupi.

"Iya sayang, Umi selalu do'a in kalian supaya cepat di beri keturunan," jawab beliau.

Hatiku kembali tersentuh mendengar harapan yang terucap melalui do'a yang di utarakan ibu kandung Mas Tama itu.

"Kamu udah sarapan?" Kalau belum sarapan dulu sana. Mbak Wulan tadi masak rendang daging sama ayam bakar madu," sambung Mertuaku.

"Sudah Mi," jawabku.

Mbak Wulan merupakan istri dari Mas Rian, kakak kandung suamiku.

"Kamu nginep disini aja, Rin," pinta Umi.

"Rina tanya ke Mas Tama dulu ya mah, kalau di izinkan Rina nginep disini," jawabku.

"Iya Rin, kamu jaga kesehatan ya. Mama sudah pengen punya cucu dari kalian," ucap Mertuaku.

Kulihat tak hanya tubuh beliau yang terlihat lemas, suaranya pun mulai terdengar lemah. Aku makin tak tega melihat kondisi beliau.

"Oh iya Rin, besok kami berencana mengunjungi panti asuhan di desa. Kamu mau ikut?" ucap Umi.

"Mau Mah, mau bikin acara santunan ya Mah?" tanyaku.

"Iya Rin, Mama mau di do'akan sama mereka biar cepat sembuh dan kamu bisa cepat punya keturunan," jawab Mama mertuaku.

Hati ini seperti kembali teriris mendengar harapan mama yang begitu besar untuk menimang cucu dari Mas Tama.

"Aamiin," ucapku.

"Aamiin Yaa Robbal Alamin," sahut mertuaku.

"Yaudah Rina mau minta izin dulu sama Mas Tama buat nginep disini sama ikut ke panti besok ya Mah," ucapku.

"Iya Rin," jawab mertuaku.

Kakiku segera melangkah mencari keberadaan Mas Tama. Aku mencarinya di ruang tengah sampai ke ruang tamu, tapi tak nampak suamiku di ruangan tersebut.

"Nyari siapa Rin?" tanya Mbak Wulan.

"Nyari Mas Tama Mbak," jawabku.

"Tadi sih Mbak lihat ada di teras sama Abi," ucap Mbak Wulan.

Tanpa basa basi akupun menghampiri Mas Tama di teras.

"Maaf Pah, Rina mau bicara sama Mas Tama sebentar boleh?" selaku.

"Boleh Rin," jawab Papa Mertuaku.

Suamiku berdiri dari tempat duduknya dan berjalan di belakangku. Sengaja kuarahkan langkah untuk sedikit menjauh dari Papa mertuaku.

"Mas aku mau izin nginep disini boleh?" tanyaku.

"Boleh sayang, emang ada acara apa kok tumben?" tanya balik suamiku.

Akupun menjelaskan maksud serta tujuanku untuk menginap dirumah mertua.

"Umi minta aku nginep mas, dan besok aku ingin ikut ke panti asuhan," jawabku.

"Oh gitu, iya dek nggak apa-apa," ucap suamiku.

"Yaudah mas, sana lanjutin dulu ngobrolnya. Aku mau ke kamar umi lagi ya," ucapku.

Mas Tama segera menghampiri Papa dan akupun segera kembali menemui Mama.

****

Malam ini semua anggota keluarga berkumpul untuk makan malam. Terlihat semua anggota keluarga mulai dari kedua mertuaku, keempat iparku, beserta anak-anak mereka.

Aku dan suami pun ikut bergabung di meja makan.

"Eh ada Tante Rina sama Om Tama," kata Vania anak Mas Rian dan Mbak Wulan.

"Iya sayang," jawabku tersenyum.

"Om sama Tante nginep disini?" tanya Varel.

"Iya Rel," jawab suamiku.

Varel merupakan anak pertama Mbak Rara, ia mempunyai seoarang adik perempuan bernama Raisa yang masih berumur sembilan bulan.

"Ayo makan, jangang ngobrol terus," potong Abi mertuaku.

Seisi ruang makan pun menikmati hidangan yang di masak Mbak Wulan dan Bik Yah asistan rumah tangga dirumah Ibu kandungku.

Selesai makan malam kami berkumpul diruang keluarga.

"Oh iya besok jam berapa, Mi?" tanya suamiku.

"Jam tujuh pagi Tam," jawab Ibunya.

"Kalian jadi ikut kan?" tanya Mama mertuaku.

"Jadi Mah," jawab suamiku.

Terlihat Varel dan Vania asik bermain, sedangkan Mbak Rara sibuk menggendong Raisa.

"Oh iya Rin, dengar-dengar kamu mau ikut promil, jadikah?" celetuk Mbak Wulan.

"Jadi Mbak," sela suamiku.

Pertanyaan Mbak Wulan sebenarnya sedikit mengganggu telinga serta hatiku, meskipun ia tak bermaksud demikian.

"Oh, terus uda kelihatan hasilnya?" tanya Mbak Wulan lagi.

"Udah Mbak, kandungan Rina baik-baik aja. Mungkin dia sibuk dan kecapekan kerja makanya agak susah hamil. Tapi udah aku suruh Resign kok," sanggah suamiku.

"Oh gitu," jawab iparku singkat.

"Syukurlah kalau kandungan Rina aman, jadi sebentar lagi kita punya cucu dari kamu. Iya kan pak," ucap Mama mertua.

Kedua orang tua suamiku nampak bahagia kala mendengar penjelasan bohong dari suamiku. Aku tak tega melihat wajah polos keduanya. Akhirnya kualihkan pandangan dengan membuka media sosial melalui ponselku. Ahhh lagi-lagi berita yang sedang viral muncul di berandaku. Berita yang paling tidak aku sukai, yaitu tentang perselingkuhan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status