Waktu bergulir, tak terasa pagi telah kembali menghampiri. Waktu menunjukan pukul tiga dini hari. Saatnya kami melaksanakan ibadah malam seperti biasa. "Mas bangun, sholat yuk," bisikku. Suami ku hanya mengangguk, tak berapa lama matanya mulai perlahan terbuka. "Jam berapa Dek?" tanya suamiku. "Jam tiga lebih lima menit Mas," jawabku. Kami segera beranjak dari tempat tidur dan segera mengambil air wudhu. "Dek habis sholat malam kita langsung pulang ke rumah gimana?" ajak Mas Tama. "Jangan deh Mas, nggak enak sama mama," jawabku. Suamiku mengangguk menyetujui penolakanku. Kami segera melakukan sholat malam dan ibadah yang lain sembari menunggu datangnya waktu subuh. Tiba-tiba sembelit menghampiri perutku, aku bergegas menuju kamar mandi. "Mas, aku mau ke kamar mandi sebentar ya," pamitku. "Iya sayang sekalian wudhu lagi ya, sebentar lagi mau tiba waktu subuh,"ucap suamiku lirih. "Iya Mas," jawabku singkat menahan perut yang tak karuan ini. Saat menuju kamar mandi, tak senga
Sepertiga malam yang sunyi, aku bangunkan Mas Tama dari tidur lelapnya, untuk melaksanakan aktifitas seperti biasa. "Mas bangun, sudah jam tiga. Ayo sholat malam," ajakku menepuk pundak suamiku. "Iya Dek," ucap suamiku yang masih memejamkan mata. "Aku ambil wudhlu dulu ya Mas," izinku. Mas Tama hanya mengangguk dengan mata masih terpejam, kuberanjak dari ranjang peraduan kami. Tak berapa lama Mas Tama sudah berada di tubuhku, untuk menyusul ku mengambil air wudhlu. Kami pun segera melaksanakan ibadah malam dengan khusuk. Selesai sholat kucium tangan kanan suamiku, ia membalas dengan mengelus kepalaku lembut. "Dek, kamu nggak usah masak ya. Ini kan hari libur, aku mau ngajak kamu makan di luar," pinta Suamiku. "Baik mas," jawabku. Kami pun melanjutkan rutinitas ibadah menunggu datangnya waktu shubuh. Hari ini ku beranikan diri untuk meminta izin kepada suamiku, untuk menyetujui niatku. Pelan_pelan ku utarakan maksud hati serta tujuanku kepada imamku. "Dek, kita cari sarapan
Hari ini aku berniat menemui Raya di panti asuhan. Namun aku masih ragu untuk meminta izin kepada suamiku. Disisi lain jiwaku berkecamuk ingin segera mendapatkan jawaban, entah nantinya akan mengecewakan atau membahagiakan yang pasti aku ingin segera menemukan kepastian. "Pagi sayang, kamu kenapa kok bengong? " sapa suamiku kala melihatku termangu di teras. "Mas Tama sejak kapan disini?" tanyaku kaget. "Baru saja, tadi aku nyari kamu di belakang tapi tidak ada. Kamu kenapa dek , kok sepertinya ada yang sedang dipikirkan?" tanya suamiku lagi. "Engga apa-apa Mas, aku tadi cuma sekedar melamun saja," ucapku. Terpaksa aku memendam dan tak mengutarakan apa yang ada di benakku. Hal tersebut sengaja kulakukan untuk menjaga perasaan suamiku yang mungkin masih syok dengan permintaanku untuk dimadu. "Kamu yakin tidak apa-apa sayang? Tapi aku lihat kamu tidak seperti biasa Dek?" desak Imamku. "yakin Mas, Mas hari ini ke kantor jam berapa? Jam segini kok belum siap-siap?" tanyaku."Aku hari
Mbak Wulan kembali berikap sinis padaku, kali ini kesinisannya ia luapkan melalui pesan w******p yang ia kirim. Ia mengirimkan bebrapa kali pesan w******p yang kurasa terlalu mencampuri urusan rumah tanggaku."Rin, kamu jadi mencarikan istri untuk suamimu?" isi chat iparku."Insha Alloh jadi Mbak," balasku santai."Kamu sudah tidak waras atau gimana sih Rin? Aku nggak ngerti dengan jalan pikiran kamu," tanya iparku ketus.Baru kali ini aku mendapati iparku sesadis ini dalam bertutur kata. Entah ada hal lain yang menyebabkan emosional nya terganggu atau ini adalah sifat aslinya, aku belum mengerti."Maksud Mbak Wulan apa bicara seperti itu?" tanyaku berlagak polos."Kamu masih muda, sehat, dan sedang menjalankan program hamil. Kenapa kamu mencari perempuan hanya untuk menyewa rahimnya? Kecuali kalau kamu terbukti mandul!" jawaban Mbak Wulan semakin memanas."Aku tidak menyewa rahim siapapun Mbak. Maduku kelak selamanya akan bersama kami jika sang pencipta mengizinkan kami bertiga bersam
Sebelum keberangkatan kami menuju pulau Dewata, ku manfaatkan hari-hari yang tersisa untuk menemui Raya. Wanita yang ku harapkan bersedia untuk menjadi Madu ku.Aku berencana meminta izin kepada Mas Tama supaya hari ini bisa menemui Raya, otakku berusaha mencari cara agar tetap bisamenemui Raya tanpa menyinggung perasaannya.Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalaku, aku tetap akan meminta izin kepada Mas Tama untukberkunjung ke panti tanpa memberitahukan tujuan utamaku berkunjung kesana. Terpaksa aku sedikit tidak jujur hari ini demi menjaga perasaan imam ku itu."Mas, hari ini aku mau ke panti asuhan, boleh ya?" rengek ku manja."Ada perlu apa kesana Dek? Aku antar ya Dek," cecar suamiku memelukku."Pengen kesana aja sih Mas Nggak usah Mas, kemarin Mas kan udah libur kerja. Masa ini mau libur lagi, kan minggudepan kamu juga mau libur panjang buat liburan kita ke Bali," rayuku.Ku coba merayu suamiku, agar tak mengantarku ke panti. Yang aku
Sesuai informasi yang kudapat dari Bu Ratna kalau Raya akan kembali pada hari ini ke panti asuhan, aku pun tak maumembuang waktu. Segera kulangkahkan kembali kakiku menuju panti asuhan untukmenemui calon maduku itu."Mas, aku nanti izin ke panti asuhan lagi ya," pintaku merayu."Kamu sepertinya sekarang rajin ke panti Dek," ucap suamiku."Iya Mas, mumpung kita belum berangkat liburan ke Bali," dalih ku."Terus hubungannya apa Dek?" tanya suamiku lagi."Mau minta do'a sama anak-anak panti Mas biar liburan kita diberi kelancaran," dalih ku.Terpaksa aku kembali tak sepenuhnya jujur pada imamku itu demi menjaga perasaannya."Oh begitu, iya Dek. Tapi Mas nggak bisa antar kamu kesana soalnya kerjaan lagi banyak,"ucapnya menatapku lembut."Nggak apa-apa Mas, aku naik taksi online aja," tolak ku.Mas Tama yang sudah nampak rapi dengan pakaian kantornya segera berpamitan padaku."Dek aku berangkat ya," pamitnya."Mas, dasinya belum aku pasang," kataku tertawa."Sengaja aku mau
Bab 12Menunda pertemuan dengan rayaHari keberangkatan kami menuju pulau dewata semakin dekat. Sebenarnya hatiku belumtenang karena belum bisa berjumpa dengan Raya. Pagi ini suamiku nampak sudah bersiapdengan pakaian rapi nya."Mas Tama jam segini kok sudah rapi?" tanyaku."Iya Dek, Mas mau kerjaan sudah selesai sebelum kita ke Bali," jawabnya."Sarapan dulu ya Mas," pintaku."Iya Dek," ucap suamiku.Beruntung aku memasak hidangan yang bisa dikonsumsi beberapa kali."Sebentar aku panaskan dulu rawon nya Mas," kataku."Iya Dek, Mas tunggu di meja makan ya," ucapnya."Iya Mas," kataku.Aku berlari kecil menuju dapur untuk memanaskan rawon yang kemarin ku olah.Kemudian diletakan di meja makan dan kulayani suamiku."Mas nasinya sedikit apa banyak?" tanyaku."Seperti biasa saja Dek," jawabnya."Ini Mas," kataku mengulurkan piring berisi nasi dan rawon."Terima kasih ya Dek," ucapnya menatapku mesra."Sama-sama Mas," ucapku.Kami pun menikmati menu sarapan berdua sep
Waktu keberangkatan kami menuju pulau Dewata telah tiba. Aku dan suami di antar oleh kedua orang tua Mas Tama beserta Mbak Rara menuju Bandara. Kedua orang tuaku tidak bisa mengiringi keberangkatan kami karena mereka sedang sibuk dengan urusan pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan.Sesampainya di bandara kami segera melakukan prosedur keberangkatan penumpang."Semuanya kami berangkat dulu ya, mohon do'a nya supaya selamat sampai tujuan," pintaku kepada semua keluarga suamiku yang mengantar kami."Pasti Rin," ucap Mbak Rara memelukku."Jangan lupa berdo'a ya," pesan Mama mertuaku."Iya Mah, do'akan kami berangkat dan pulang dengan selamat ya," sahut Mas Tama."Iya Tam," jawab Mama.Selesai berpamitan, kami segera menuju waiting room untuk menunggu kedatangan pesawat. Akhirnya waktu yang di tunggu telah tiba, pihak bandara menginformasikan bahwa pesawat yang akan kami tumpangi telah tiba. Kami pun segera menuju kabin pesawat. "Ayo dek," ajak suamiku menuju kabin pesawat."Iya Mas, ja