Share

7. Penglihatan Nela

Nathan tertidur cukup lama, ketika dia bangun, suasana masih belum berubah.

Perlahan dia merenggangkan otot-ototnya, jika kemarin dia merasa seperti telah mendaki gunung yang tinggi namun hari ini tubuhnya terasa segar.

Nathan melirik adiknya yang sedang tertidur lelap, dia memperhatikan gerak jantung adiknya, Masih terlihat naik turun, artinya adiknya itu masih hidup. Nathan menarik nafas lega, dia segera turun dari ranjang, rupanya di bawah ranjang sudah disediakan sandal terbuat dari bulu domba. Terasa sangat lembut setelah Nathan memakainya.

Melihat ruangan yang kosong, Nathan segera bergegas keluar, namun saat dia hendak membuka pintu, nampak olehnya Dewi dan beberapa dayang berdiri tepat dihadapannya. Para dayang itu datang membawa nampan yang berisi beraneka ragam makanan. Nathan memberi mereka ruang untuk masuk.

"Kami membawakanmu makan siang, aku berharap kau betah disini."

Setelah berkata kepada Nathan, Dewi menyuruh dayang meletakkan semua makanan di lantai yang beralaskan permadani.

Nathan tak masalah, makan di lantaipun dia sudah sangat bersyukur. Dia segera menghampiri Dewi.

"Adikku belum juga bangun, aku khawatir luka ditubuhnya infeksi."

"Jangan khawatir, ini aku bawakan bubuk obat untuk diminum, dan salep untuk dioleskan ke seluruh tubuhnya yang penuh luka. Bubuk obat itu fungsinya untuk mengobati semua luka dalam, dan salep untuk obat luar" Dewi menyerahkan kedua obat itu kepada Nathan.

"Terima kasih, aku tak tahu dengan cara apa aku membalas kebaikanmu," Nathan menerima obat itu dengan rasa terima kasih yang sangat dalam.

"Aku tinggal dulu ya ? Segera oleskan salep ini dan minumkan obat padanya, percayalah, sebentar lagi dia akan siuman," Diujung kalimatnya Dewi memberikan secercah harapan kepada Nathan.

Tanpa menunggu waktu lama, setelah Dewi dan para dayang berlalu, Nathan mengoleskan salep ke tubuh Nela, kemudian dia memasukkan bubuk obat kedalam wadah berbentuk seperti gelas dicampur dengan sedikit air dan meminumkannya dengan mengangkat kepala Nela sedikit dan membuka mulutnya. Nathan berharap Nela menelannya, entah mengapa dia mempercayai semua ucapan Dewi, toh dalam kondisi seperti ini siapa lagi yang bisa Nathan percayai.

Terdengar erangan, Nela ternyata sudah siuman, binar keceriaan terpatri di mata Nathan saat ini. Kini dia hanya memiliki Nela, dia ingat pesan ayahnya bahwa Nela adalah tanggung jawabnya.

Nela mengucek-ngucek matanya lalu bangun mengangkat kedua tangan ke atas dan merenggankan semua otot-ototnya.

"Kak, aku merasa sangat segar hari ini, berapa lama aku tidur ya ? " Nela bertanya kepada Nathan yang dilihatnya tersenyum bahagia.

"Kau tidur sehari penuh, oh ya bagaimana dengan lukamu ? Aku ingin mengoleskan salep ini di tubuhmu, tapi ini kau sendiri saja yang mengolesnya. Setelah itu kita makan" Nathan menyodorkan salep ketangan Nela.

Nela ragu-ragu beberapa detik, dan kemudian meraih salep yang ditaruh di dalam tempurung berukuran mini. Salep ini terlihat seperti getah karet, karena kakaknya yang memberikan itu, Nela menerimanya. Tanpa berpikir panjang dia segera mengoleskan salep itu ke seluruh tubuhnya. Anehnya setelah memakai salep itu semua bekas luka baik yang sudah mengering maupun yang masih berdarah langsung hilang tak berbekas.

"Kakak, lihat, semua luka ditubuhku telah hilang, dan ini, aku tidak mengoles kakiku tapi kenapa lukanya hilang ya ?"

Nathan menjelaskan semua kebingungan Nela, jika saat Nela pingsan Nathan telah mengoleskan salep itu di bagian yang bisa dia jangkau termasuk kaki.

"Syukurlah, sekarang ayo kita makan."

Nathan meraih tangan Nela dan membimbingnya ke ruang makan yang beralaskan permadani. Nela melihat makanan yang begitu banyak ingin sekali bertanya darimana kakanya memperoleh makanan ini ? Tapi karena perutnya sudah keroncongan, Nela menunda rasa ingin tahunya.

Nela makan dengan lahap, dia merasa seolah-olah sudah sebulan tak makan apapun, makanya hari ini dia terlihat sangat rakus, Nela nyaris menghabiskan seluruh makanan. Untung saja dia masih teringat Nathan yang duduk disebelahnya belum menyentuh makanan sedikitpun sehingga dia mengakhiri makan siangnya dengan makanan penutup.

"Ayo makanlah kak, sayang kalo dianggurin begitu."

Nathan tersenyum, melihat Nela yang makan dengan lahap membuat Nathan merasa sangat kenyang, namun akhirnya diapun mencicipi hidangan itu.

Setelah keduanya menghabiskan makanan yang tersedia, Nela menarik nafas dalam-dalam karena kekenyangan. Dia lupa untuk menanyakan dari mana asal makanan ini.

Dia segera berdiri meraih lengan kakaknya, "Kak, ayo, aku ingin meluruskan badanku di atas jerami, nanti sore kita jalan-jalan ya ? Aku ingin mandi, mudah-mudahan di hutan ini ada sungai atau air terjun"

Nathan terbengong, ruangan yang indah sebesar ini kok dibilang hutan ? Namun dia mengikuti langkah Nela yang kembali ke kamar dan duduk di ranjang bersamanya.

"Tidur digubuk beralaskan jerami serasa kayak tidur di ranjang pengantin," Nela merebahkan tubuhnya setengah berbaring dan mengambil sebongkah kayu yang dia gunakan sebagi penyanggah.

Nathan ingin mengatakan sesuatu namun diurungkannya, sebentar lagi dia akan mengajak Nela keliling di istana ini, dia ingin tahu komentar apalagi yang akan disampaikan adiknya jika bertemu dengan para dayang dan pasukan kerajaan.

"Kak, aku gerah, terlalu kenyang sih, jadi aku ingin mandi. Mana ranselku, kita keliling di hutan ini yuk, siapa tau ada air terjun."

Nathan menyodorkan tas ransel milik Nela, lalu keduanya berjalan beriringan keluar dari istana timur.

Sepanjang jalan Nathan membungkuk saat bertemu dengan dayang istana sebagai bentuk penghormatan. Nela melihat Nathan yang setiap saat membungkuk merasa aneh.

"Hei.."Nela mengayun-ayunkan tangannya di wajah Nathan, "Apa yang kakak lakukan ? Kenapa terus membungkuk seperti itu ?

Nathan tak menggubrisnya, di jalan dia berpapasan dengan Dewi dan bertanya, dimana dia bisa menemukan kamar mandi ?

Atas petunjuk Dewi, Nathan mengajak Nela berbelok ke arah kiri, dan benar saja diujung sana nampak sungai yang dikelilingi bebatuan dalam penglihatan Nela. Sedangkan Nathan melihat itu adalah sebuah tempat pemandian kerajaan yang bernuansa alam.

Nela kegirangan, dia mandi dengan hanya menyisakan pakaian dalam di tubuhnya. Nathan duduk dsebuah batu yang besar, menunggu Nela mandi. Setelah memastikan Nela telah berganti pakaian, Nathan menceburkan diri disungai itu. Sudah lama sekali dia tak merasakan kesegaran seperti hari ini.

"Kak buruan, sebentar lagi hujan."

Nathan bergegas keluar dari sungai itu dan meraih pakaiannya, dia segera menuju bilik yang tak jauh dari tempat Nela menunggu.

Nela memandang dengan heran, "Mau apa kakak ke semak-semak itu ?" gumamnya.

Tak lama kemudian, Nathan keluar dengan kaus oblongnya yang berwarna putih, dan celana pendek selutut. Dengan memakai sandal yang terbuat dari bulu domba, nathan menggandeng tangan Nela kembali ke Istana Timur. Nathan akan bertanya kepada Dewi mengapa adiknya tak bisa melihat mereka dan istana ini. Dia benar benar penasaran, sebenarnya ini kerajaan apa ? Dan mengapa adiknya selalu mengatakan jika ini hanyalah hutan belantara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status