Share

Bab 4

Ah! Aku baru ingat. Tadi banyak pesan dan panggilan tidak terjawab dari orang, dan belum sempat aku melihatnya. Terlalu asik bermain dengan Aqilla. Apakah karena hal itu yang membuat Mas Attar memeriksa ponselku!

Mas Attar melihat ke arahku dan dengan cepat aku bersembunyi di balik dinding sekat. Berarti ada ketakutan darinya, jika aku memergokinya memegang ponselku.

'Siapa yang mengirimiku pesan, sampai-sampai membuat Mas Attar merasa terganggu dan harus pulang kantor jam segini! Atau, Mas Attar tidak berangkat kerja sejak tadi pagi?' batinku mulai berkecamuk.

Aku bergegas mandi, lalu menyiapkan diri, agar Mas Attar tidak terlalu lama menunggu, dan yang pasti aku ingin melihat reaksinya setelah memegang ponselku.

"Masih lama, Yumna?" tanyanya, tanpa memanggilku sayang, seperti biasanya.

"Udah, Mas. Tinggal pakai hijab saja!" balasku.

Setelah memantaskan diri di cermin. Aku baru sadar sesadar-sadarnya, jika tubuhku mulai tidak berbentuk lagi. Benar saran Mbak Naura, aku harus senam dan perawatan. Bagaimana pun, Mas Attar adalah laki-laki normal, yang akan tergoda oleh tubuh berbentuk gitar spanyol seperti Shanum.

"Ayo, Mas!" ajakku, ketika dia sedang fokus pada Aqilla.

"Eh, ayo!" Mulai kurasakan perubahan Mas Attar.

Mas Attar memberikan Aqilla padaku, untuk kugendong. Sedangkan dia, menghidupkan mesin motor dan mengunci pintu, sebelum kami pergi. Sepanjang perjalan, tidak ada yang kami bahas. Diam membisu, seperti ada tumpukan lem pada bibir kami.

Setelah tiga puluh menit perjalanan, Mas Attar sempat berhenti. Seperti sedang berpikir, dan tidak lama kemudian,

"Loh, kok ke showroom, Mas?" Cukup terkejut, saat motornya dia belokkan ke sebuah Showroom mobil.

"Kan, mas sudah bilang kalau mau beli mobil untuk kita!" ujarnya dengan nada agak tinggi.

Ingin membantahnya, tapi ini sedang berada di luar rumah. Tidak mungkin kami bertengkar di sini, lebih baik aku diam.

Mas Attar memilih mobil yang hendak di belinya, tanpa meminta pendapatku. Bukan seperti Mas Attar yang kukenal. Sepertinya tidak mungkin, jika aku meminta pembelian mobil tersebut atas namaku. Ah, iya. Aku hubungi Mbak Naura saja.

"Halo, Mbak. Mas Attar tiba-tiba mengajakku beli mobil, tapi sepertinya dia agak aneh dan aku sepertinya tidak akan berani meminta Mas Attar, mobil itu atas namaku," aduku pada Mbak Naura.

"Iya, kamu kasih aja teleponnya ke dia, biar mbak yang bicara," ujarnya dengan suara geram.

"Mbak saja yang telepon ke nomorku, pura-pura bertanya aku sedang di mana!" Ideku dan langsung disetujui oleh Mbak Naura.

Iparku itu terlalau the best, langsung mengerti tanpa harus aku menceritakan secara detail apa yang sedang terjadi.

Ponsel kumatikan dan berjalan mendekat ke Mas Attar, berpura-pura menimang Aqilla. Melihat mobil yang dipilihnya, ternyata berbeda jauh dari yang dia inginkan dulu.

"Mas, Mbak Naura telepon, aku angkat dulu, ya," tanpa menunggu jawabannya, aku langsung menggeser layar ponselku.

"Halo, Mbak. Aku enggak di rumah, lagi menemani Mas Attar. Eh, tahu enggak mbak, Mas Attar mau beli mobil, loh. Aku aja kaget," ujarku.

Aku melihat ke arah Mas Attar, terlihat dia mengusap wajahnya dengan kasar. Bukan sekali atau dua kali, tapi berkali-kali. Dia sepertinya kesal, saat aku menerima panggilan dari kakaknya.

"Oh, mau ngomong sama Mas Attar, bentar, ya mbak?" tuturku bohong.

Posel kuulurkan pada Mas Attar dan disambut dengan malas. Kulihat Mas Attar memutar bola matanya, dan kembali melihat mobil di hadapannya, sambil sesekali menimpali ucapan Mbak Naura di ujung telepon.

Aku sengaja menjauh darinya, agar memberi ruang Mas Attar untuk berkelit dan membiarkan Mbak Naura marah padanya.

"Nih!" Dia menyodorkan ponsel dengan suara kesal, dan gestur tubuhnya sangat kentara, jika dia tidak suka didikte oleh orang lain.

'Sepertinya, ini sudah menjurus!' gumamku.

Aku ingat beberapa novel yang kubaca, untuk mengisi waktu luang. Jangan biarkan pelakor menang dari istri sah, seorang istri harus mempertahankan rumah tangganya sekuat mungkin selama tidak ada KDRT. Perempuan yang tahu suaminya selingkuh, jangan asal ngelabrak, harus main cantik. Saat ini, itu yang sedang kulakukan, berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Pengorbananku dan Mas Attar bukanlah singkat. Saat dia melamarku dulu, kedua orang tuaku menolaknya dengan halus, Dikarenakan ayah Mas Attar seorang lelaki yang suka selingkuh. Bapak bilang, penyakit seperti itu pasti menurun pada anak lelakinya. Namun, kami berdua berusaha membuktikan, jika itu tidak benar. Setelah menikah, kami diuji masalah anak yang tidak kunjung hadir selama enam tahun lamanya dan sekarang, kami bisa menimang Aqilla, buah hati kami. Belum lagi masalah ekonomi, yang pasang surut dan mengharuskan aku bekerja. Setelah doa yang panjang, kami berhasil melaluinya dengan baik dan saling bergandeng tangan. Aku masih berharap, Mas Attar tidak tergoda oleh gitar spanyol, dan melupakan wanita yang selalu menemaninya dari nol.

"KTP-mu, mana?" tanyanya, dengan mengulurkan tangan.

"Buat apa, Mas?" tanyaku.

"Sudahlah, aku mau selesaikan pembayaran dulu," Mas Attar membuang muka.

Baru seperti ini saja, rasanya sudah sakit. Apalagi saat aku harus mengetahui kenyataan, jika Mas Attar benar-benar berselingkuh dengan Shanum. 

Mengingat gadis itu, aku jadi teringat pesan beruntun dan panggilan yang belum sempat kulihat. Begitu aku membuka alikasi hijau, di sana tidak ada pesan baru yang belum terbaca atau panggilan yang tidak terjawab. Pasti Mas Attar telah menghapusnya, saat aku mau mandi tadi.

"Hilman, ya, Hilman!" ocehku.

Aku ingat Hilman pernah membantuku. Saat aku sedang dekat dengan seseorang dan dia mengirim pesan padaku, tapi tidak sengaja kuhapus. Kuhubungi dia untuk bertanya,

"Kita ketemuan!" ujarnya dengan nada serius, bahkan terdengar tidak ingin dibantah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status