Share

Kupilih Mandiri, Daripada Sakit Hati
Kupilih Mandiri, Daripada Sakit Hati
Author: Pulungan

Tangkap Basah

Brug!

Tiba-tiba saja paper bag di tangan Maya jatuh bersamaan dengan ia menutup mulutnya menahan tangis. 

Dua orang yang sedari tadi ia perhatikan kini menoleh menghadapnya setelah mendengar suara benda jatuh.

"Maya." ucap Andi kaget melihat wanita yang hampir satu tahun ini mengisi hidupnya.

Walaupun Andi tidak menganggapnya ada tapi ia akui Maya selalu berusaha menjadi istri yang baik untuknya.

"Siapa dia Mas?" tanya wanita berambut panjang di sampingnya. 

Maya yang mendengar itu buru-buru mengambil paper bag lalu berjalan ke dekat mereka.

Andi bak patung saat melihat mata Maya sudah merah.

Seumur pernikahan mereka Andi memang tidak pernah peduli pada pada Maya.

Tapi kenapa kali ini ia merasa aneh saat melihat wanita itu sedih.

"Ma--maaf Pak ini makanannya saya tidak sengaja menjatuhkannya."

Maya berucap sedatar mungkin lalu menaruh paper bag di atas meja.

Andi sama sekali tidak bisa berbicara ia hanya mampu melihat Maya.

"Kenalin Mbak saya Maya cateringannya Mas Andi." 

Maya mengulurkan tangannya pada Nora si gadis berambut panjang.

Deg!

Andi yang kaget mendengar ucapan Maya barusan berusaha untuk berbicara tapi rasanya lidahnya sangat kelu.

"Oalah cateringannya tah, saya pacarnya Mas Andi maaf ya tanganku tidak biasa menyentuh tanganmu jaga-jaga Mbak lagi pandemi." jawab Nora dengan santainya membuat Maya kembali menurunkan tangannya.

"Kalo begitu saya permisi silahkan di nikmati." lanjut Maya lalu ia berbalik hendak melangkah keluar.

"Eh tunggu! kamu lagi hamil ya?" tanya Nora.

Ia melihat perut buncit Maya yang sudah memasuki 7 bulan Maya hanya mengangguk sambil tersenyum manis.

"Ya ampun ... kok suaminya tega sih biarin istri kerja cateringan gini." ujar Nora sedikit kesal.

Maya yang mendengar itu langsung menyunggingkan senyum sekilas lalu ia buru-buru keluar dari ruangan Andi.

"Mas." panggil Maya berulang-ulang namun Andi tidak kunjung menyahut membuatnya langsung kesal dan menepuk lengan Andi.

"Eh iya, kenapa?" tanya Andi tersadar dari lamunannya.

"Kamu kenapa sih? Perasaan tadi kamu ceria banget kok sekarang malah diam gini.

Kamu kasihan juga ya sama Mbak catering kamu tadi." tebak Nora membuat Andi menghirup nafas lalu ia membuangnya dengan kasar lalu mengangguk sekilas.

'Sejak kapan Maya di situ? Apa dia mendengar semua gombalanku pada Nora?' batin Andi mulai gelisah.

Disisi lain, Maya berjalan ke toilet dan menumpahkan semua tangisnya yang sedari  ia tahan-tahan. 

Ia merasa hidupnya hancur sekarang semua pertanyaan yang sering muncul di kepalanya semenjak satu tahun yang lalu sudah terjawab jelas.

Cukup lama ia di toilet setelahn itu ia memutuskan pulang dan bertekad pada dirinya sendiri untuk tidak terlihat lemah di mata Andi.

Maya bertekad kuat untuk melawan suaminya setelah satu tahun ia hanya menurut saja.

***

Malam hari

Terdengar suara mobil yang terparkir di halaman rumah.

Maya tahu kalau itu suaminya tapi kali ini ia tidak ingin menyambutnya.

"Assalamualaikum." ucap Andi yang sudah di ambang pintu.

Maya hanya menjawab di dalam hati tanpa menoleh apalagi berdiri dari tempat duduknya.

Andi yang melihat perubahan Maya hanya bisa menghela nafas panjang.

Ia tahu untuk sekarang ini istrinya pasti butuh ketenangan.

"Aku mau pergi." ucap Maya tegas begitu Andi hendak mendekat.

Andi yang kaget dengan ucapan Maya barusan langsung menatap tajam Maya.

"Apa maksud kamu? Kamu mau pergi kemana?" tanya Andi berusaha menahan amarahnya tapi Maya terlihat begitu santai.

"Gak ada gunanya Mas aku bertahan disini, ini udah bukan wilayahku lagi.

 Jika selama ini kamu menganggapku hanya perempuan miskin yang tidak punya apa-apa aku nggak masalah.

Toh kenyataannya begitu tapi ini bukan di sinetron Mas yang dengan santainya kamu selingkuh untuk membuatku menderita.

Sekarang aku tidak mau bertahan dalam pernikahannya seperti ini." tegas Maya sambil membalas tatapan tajam Andi.

Sekarang ia beranjak menuju kamar Andi yang melihat itu langsung mengejar Maya kamu mencekal pergelangan tangannya.

"Jangan egois May, kamu lagi mengandung anakku." cegah Andi, anehnya Maya hanya terkekeh mendengar ucapan barusan.

Apa telinga tidak salah Andi memanggil anak yang dikandungnya dengan sebutan "anakku" 

Bahkan sekarang kehamilannya yang sudah menginjak 7 bulan Andi tidak pernah peduli apalagi menanyakan apa yang sedang ia inginkan, miris sekali.

"Hari ini adalah hari pertama aku datang ke kantormu Mas.

Aku datang bukan karena apa-apa melainkan karena bayi ini.

Ntah kenapa bawaannya aku selalu ingin bertemu denganmu. 

Tapi apa yang kuinginkan tidak sama dengan apa yang aku dapatkan.

Sekarang aku sadar Mas di umur pernikahan kita yang menjelang satu tahun ini kamu tidak pernah sekalipun membawaku ke kantor atau sekedar mengenalkanku dan aku rasa di matamu aku lebih buruk dari sampah.

Sehingga kamu sangat jijik untuk mengakuiku." 

Maya berucap panjang lebar dengan nada tertahan agar pertahanannya tidak runtuh lalu ia menghempaskan tangan Andi.

Andi hanya diam mendengar semua ucapan Maya.

Gadis lugu yang ia kenal selama ini berubah menjadi gadis yang tegas membuat Andi bingung bagaimana harus membujuknya.

Andi masuk ke dalam kamar ia melihat Maya sudah mengemasi pakaiannya.

Ntah kenapa Andi malah tidak suka melihatnya harusnya ia bahagia melihat Maya pergi.

Tapi ini malah sebaliknya, ia malah takut jika Maya meninggalkannya.

"Aku pergi Mas." ucapan Maya menyadarkan Andi dari lamunannya.

Andi langsung memasang wajah sendu kemana Maya pergi semalam ini.

Sedangkan Maya hanyalah gadis yatim piatu yang dulunya tinggal di panti asuhan.

"May aku minta tolong kasih aku kesempatan setidaknya sampai anak ini lahir." ucap Andi memelas membuat mata Maya kembali berkaca-kaca.

Rasanya hidupnya seperti boneka yang harus menuruti semua keinginan Andi.

"Baik jika itu permintaanmu tapi aku izin tidur di gudang."

jawaban Maya membuat Andi kaget bukan main, rumah seluas ini masa Maya memilih di gudang dekat kamar mandi belakang.

"Kenapa harus pisah kamar May? Bukankah kamu bilang ingin selalu melihatku." tanya Andi lembut.

Tapi tidak membuat Maya luluh sama sekali Maya merasa harinya sekarang sudah seperti batu.

"Aku sudah mengatakan ini tadi rumah sudah bukan ranahku lagi.

Jika kamu mau aku di sini sampai anak ini lahir, aku akan ke gudang dan jika tidak diizinkan aku akan pergi."

 Ketegasan Maya membuat Andi bingung lama kelamaan ia mengatakan pasrah.

Maya menyeret kopernya menuju gudang Andi terus mengikuti Maya rasanya ia ingin membantu Maya membawa koper.

Tapi niat itu lebih baik di urungkan dari pada Maya marah bagitu Maya membuka pintu gudang.

Ia langsung membersihkan sebisanya di tambah perutnya yang besar membuat Maya sedikit kesusahan untuk bergerak. 

Andi yang sedari tadi memperhatikan Maya sama sekali tidak tega melihatnya membersihkan gudang sendirian.

Apalagi Maya terlihat sesekali memegangi pinggangnya yang terasa sakit.

Andi tidak tinggal diam ia ikut membersihkan gudang.

Walaupun ini kali pertamanya ia mengerjakan pekerjaan yang seperti ini.

 Pandangannya tidak luput dari Maya yang terlihat buru-buru untuk membersihkannya.

Saat Maya menaiki dua anak tangga untuk membersihkan debu di dinding.

Tiba-tiba saja kakinya tergelincir membuat Maya limbung dan langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Bruk!

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
tegas harus tapi g dungu dan drama juga .tinggal di gudang bukan pilihan yg cerdas
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Ijin baca ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status