"Loh Mbak Maya yang cateringannya Mas Andi bukan? Mbak kok bisa disini?" tanya Nora saat ia masuk ke dalam ruangan Maya hanya tersenyum lalu mengangguk.
"Pak Andi sangat baik sehingga ia menawarkan saya bekerja disini." puji Maya membuat Nora langsung mengangguk.
Sedangkan Andi hanya diam memperhatikan keduanya secara bergantian.
"Iya tahu Mbak, Mas Andi itu orangnya nggak tegaan dia juga baik dan mudah banget kasihan." lanjut Nora membuat Maya mangut-mangut.
"Ayo Mas kita keluar nanti jam istirahat habis gak jadi makan lagi aku harus kembali ke butik banyak barang baru yang harus di promosiin." ajak Nora sambil menarik tangan Andi.
Disisi lain Andi merasa tidak enak dengan Maya ia dapat melihat kilat kesedihan dimata wanita itu.
Setelah keduanya pergi Maya langsung meregangkan tubuhnya perlahan.
Lalu ia mengusap-usap perutnya, anaknya yang begitu aktif di dalam membuat Maya sangat bahagia.
Segala kesedihannya selalu sirna begitu saja saat ia berbicara dengan bayinya.
"Laper nggak sayang? Kita beli roti yuk tadi bunda cuma bawa uang 20ribu maaf ya Nak." ucap Maya pada kandungannya lalu ia berjalan keluar kantor.
Matanya celingak-celinguk mencari mini market setelah menemukannya.
Maya langsung bergegas kesana yang kebetulan mini market tersebut berseberangan dengan restoran yang jelas bukan restoran tempat Wini kerja.
Setelah membeli roti dan air minum Maya keluar dari dalam lalu memilih duduk di teras mini market dan mulai memakan rotinya sambil melihat-lihat kendaraan dan orang-orang yang lalu lalang dari hadapan.
Tanpa ia sadari sepasang mata tengah memperhatikannya Andi bahkan tidak sanggup menyuapkan nasi ke mulutnya saat melihat Maya yang hanya makan roti di seberang.
"Mas kamu nggak makan?" tanya Nora yang tengah menyantap makanannya dengan lahap Andi tersenyum lalu menggeleng.
"Gak nih lagi banyak pikiran apa ini aku bungkus aja kali ya nanti makan di kantor?" tanya Andi yang dibalas anggukan oleh Nora.
"Boleh tuh bungkus aja ntar kalo lapar tinggal makan."
"Oke, aku ke belakang dulu ya bilang di bungkus." ucap Andi.
"Oke." jawab Nora singkat.
Sebenarnya itu hanya alasan Andi supaya bisa memesan lagi untuk Maya.
30 menit kemudian Andi masuk ke dalam ruangan ia melihat Maya sudah kembali fokus di depan komputer.
Tanpa membuang waktu ia langsung mengambil piring dan sendok lalu membuka nasi yang ia beli tadi.
Andi menyeret kursi lalu duduk di samping Maya, Maya hanya menoleh sekilas lalu kembali fokus.
"Aku udah bisa ngerjain sendiri kok Mas gak usah di ajarin lagi." ucap Maya yang tidak di indahkan oleh Andi.
"Makan dulu." ujar Andi sambil memberikan satu piring berisi nasi dan ayam itu ke hadapan Maya.
Maya yang melihat itu malah menaikkan alisnya sebelah lalu menoleh ke samping.
"Gak usah Mas, aku udah makan." tolak Maya membuat Andi lagi-lagi menghela nafas panjang.
"Kamu cuma makan roti May aku lihat tadi dan sudah pasti nggak bikin kenyang.
Sekarang aku gak mau tahu ayo makan bareng."
Kali ini Andi meraih tangan Maya lalu memberikan nasi tersebut ke tangannya mau gak mau Maya harus menerimanya.
Maya hanya pasrah menerima nasi tersebut karena jujur ia juga masih merasa lapar.
Perlahan Maya mulai menyantap pemberian Andi membuat Andi yang tengah melihatnya langsung tersenyum dan ikut makan.
Tidak butuh waktu lama Maya sudah menghabiskannya hingga bersih dan yang tersisa hanya tulang.
Sedangkan Andi baru beberapa suap karena ia sibuk memperhatikan Maya.
"Kamu mau lagi?" tanya Andi yang dibalas gelengan oleh Maya.
Andi langsung mendekatkan sendok ke depan mulut Maya.
"Gak usah Mas." tolak Maya tapi Andi tetap bersi keras hingga akhirnya Maya membuka mulutnya menerima suapan Andi.
10 menit berlalu akhirnya mereka selesai dan kembali ke kerjaan masing-masing.
Sudah hampir dua jam mereka sibuk dengan kerjaan masing-masing.
Tapi Andi sedikit heran tidak mendengar suara Maya sedikitpun biasanya ia selalu mendengar wanita itu berbicara dengan kandungannya.
Saat Andi menoleh ke meja Maya bibirnya langsung tersenyum senyum kecil melihat Maya sudah tertidur pulas ia langsung berdiri mendekati Maya.
'Orang hamil harusnya tidak boleh capek dan harus banyak istirahat tapi Maya malah memilih untuk kerja.
Setidaknya dengan bekerja di sini aku bisa mengawasinya untuk tidak kerja berat.' gumam Andi dalam hati sambil tangannya terangkat mengusap jilbab Maya.
Jam menunjukkan pukul 16.30 itu artinya sudah waktunya pulang tapi Maya belum kunjung bangun.
Andi kembali mendekatinya lalu mematikan komputer di depan Maya.
"Maya." panggil Andi lembut sambil mengusap jilbab Maya membuat Maya langsung sadar dan duduk tiba-tiba.
"Hah? Kenapa?" tanya Maya dengan suara khas baru bangun tidur.
Andi malah geleng-geleng lalu melipat kedua tangannya.
"Hari pertama kerja malah tidur." ucap Andi membuat Maya langsung menunduk.
"Maaf Mas aku ketiduran." lirihnya dan mulai mengutak-atik komputernya.
"Kok gak bisa?" tanya Maya.
Andi malah terkekeh lalu menunjukkan ponselnya ke depan Maya yang sudah menunjukkan pukul 16.30.
"Astagfirullah berarti aku tidur dari jam 3 tadi."" ucap Maya kaget Andi yang melihat itu malah terkekeh.
"Sudahlah tidak apa-apa ayo pulang." ajak Andi seketika Maya merasa tidak enak.
"Mas aku minta maaf potong saja gajiku karena udah lalai kerjanya." cicitnya.
Andi malah mengusap jilbabnya membuat Maya mendongak detik kemudian netra keduanya bertemu membuat jantung Andi kembali berdebar tidak karuan ia langsung mengalihkan pandangannya sekilas.
"Tidak apa-apa ayo pulang." lanjut Andi yang dibalas anggukan oleh Maya lalu mereka bergegas keluar.
Saat perjalanan pulang tidak sengaja Maya melihat rujak membuatnya langsung selera dan ingin memakannya.
Sekarang posisi mereka sedang lampu merah Andi menoleh ke samping mendapati Maya tengah memperhatikan sesuatu dengan serius dari jendela.
"Kenapa May?" tanya Andi membuat Maya langsung menoleh sambil memainkan jarinya.
"Em … aku boleh pinjem uang 20ribu gak Mas?" tanya Maya membuat Andi mengernyitkan dahinya.
"Buat apa?" tanya Andi penasaran.
Maya langsung menggigit bibir bawahnya sambil memainkan jarinya.
"Mau beli rujak." cicitnya, Andi menoleh ke arah jendela mobil dan benar saja di sana ada penjual rujak.
Tanpa membuang waktu ia langsung memberikan selembar uang merah pada Maya.
Maya langsung keluar dan berjalan menuju penjual rujak tersebut.
Sedangkan Andi ia menunggu lampu hijau kemudian menepikan mobil kemudian ia keluar dari mobil untuk menyusul Maya.
Saat sudah dekat ia melihat Maya berbalik menghadapnya dan bersiap ingin menyebrang.
Tapi karena kondisi kendaraan yang masih sangat ramai membuat Andi juga masih kesusahan untuk menjemput Maya.
Merasa sedikit aman Maya mulai melangkah ingin menyebrang tapi belum berapa langkah ia berjalan.
Tin! Tin! Tin!
"Maya!"
"Bagaimana dengan Devan?"pertanyaan Andi sukses membuat Maya terdiam lalu kembali menunduk, air matanya kembali menggenang membuat Andi kaget."Hey ... kok malah nangis sayang, kenapa?" tanya Andi lagi sambil tangannya meraih wajah Maya.Maya menepis tangan Andi lalu berhambur kepelukan suaminya itu.Andi paham dengan posisi Maya, mungkin saja istrinya ini masih diambang kebimbangan dengan keputusannya.Andi mengusap punggung Maya lembut sambil menciumi puncak kepala wanita itu."Mas," lirih Maya."Iya sayang mau apa, hem?" "Bantu Kak Devan ketemu Wini please." pintanya membuat Andi diam sejenak."Kak Devan cinta banget sama Wini Mas, aku jahat.Aku udah buat Wini pergi, aku tuduh Wini yang bukan-bukan, hiks." Maya kembali terisak, Andi hanya tersenyum sambil tangannya mengusap air mata Maya."Ada syaratnya," tantang Andi."Apa itu?""Kamu nggak boleh nangis lagi, kalo kamu nangis-nangis terus kayak gini, aku nggak mau bantu." tegas Andi membuat Maya langsung mengangguk."Hu'um aku
Devan benar-benar putus asa setelah melihat pesawat yang di tumpangi Wini lepas landas.Hatinya terasa perih dan ngilu, andai ia bisa mengulang waktu ingin rasanya ia memahami perempuan itu terlebih dahulu.***Tiga hari kemudian, Andi sedang di rumah orang tuanya, di ruang tamu mereka ngobrol terkait Andi dan Maya. Andi hanya diam mendengarkan omongan kedua orangtuanya."Assalamualaikum." panggil seseorang dari pintu membuat semuanya langsung menoleh, jantung Andi terasa berdetak lebih kencang melihat wanita itu.'Apakah pagi ini bener-bener fix semuanya berakhir, intinya apapun itu aku harus terima dengan lapang dada.' ucap Andi dalam hati."Sini Nak, kita ngobrol secara kekeluargaan dulu." ucap Ayah yang dibalas anggukan oleh Maya."Gimana May, disini Ayah dan Mama hanya mengikuti kemauan kalian. Rencana ini sudah lama dan banyak sekali pertimbangan." ucap Ayah memulai percakapan, Andi langsung tercekat."Em ... Maaf Ayah, Mama untuk keputusan aku serahkan ke Maya sepenuhnya, jadi
"Sebentar aku periksa dulu." ucap Devan.Maya langsung menjauh sedikit lalu Devan memeriksa Hana, bibir Maya terus berdoa begitu juga dengan Wini dan Andi."Alhamdulillah, Hana nggak kenapa-kenapa kok ini efek obat, Hana lagi istirahat aja kasih ketenangan dulu ya." terang Devan lalu mengusap kepala Hana.Maya kembali mendekap Hana lalu tangisnya kembali pecah, andai boleh mengubah keadaan Maya ingin sekali menggantikan posisi Hana."Hana ... jangan tinggalin Bunda, Nak. Hana satu-satunya kebahagiaan Bunda, kasian sama Bunda sayang, Bunda mohon banget sama Hana." irih Maya bahkan matanya mulai terasa perih dan kepalanya sakit karena terlalu lama menangis.Air mata Andi ikut berjatuhan melihat pemandangan menyakitkan itu di hadapannya.Wini tidak kuat melihat itu, ia langsung memilih keluar dan berlari ke taman belakang rumah sakit sambil menutup mulutnya menahan tangis.'Ya Allah aku mohon banget beri Hana kesembuhan, bayi itu hadir menjadi kebahagiaan buat semuanya menjadi pemersatu
"Kamu masih sayang sama Andi?" tanya Devan, membuat Maya mendongak lalu menggeleng pelan.“Aku nggak tau kak, tapi aku nggak bisa ngebayangin jika Mas Andi beneran ninggalin Hana." lirih Maya, Devan tersenyum sekilas lalu menuntun maya untuk duduk.“Kamu ingat May, kamu selalu bilang Hana adalah kekuatan dan kebahagiaan kamu dan kebahagiaan Hana sekarang adalah Ayahnya.Kamu gak tega memisahkan Hana dengan kebahagiaannya dan yang aku lihat itu adalah kebahagiaan kamu juga.” ucap Devan Panjang lebar membuat Maya menunduk melihat Hana yang di balut jas Andi.“Tanyakan hati kecil kamu May, jangan hanya emosi sesaat kamu malah salah ambil langkah.Kamu malah ngorbanin Hana dan masalah aku nggak perlu khawatir, I am okey.Kamu tahu nggak alasanku selama ini selalu mengunjungimu hampir setiap hari?” tanya Devan, lagi-lagi maya hanya menggeleng.“Awalnya jujur aku suka sama kamu, tapi semakin hari apalagi melihat perjuangan Andi untuk menemui Hana itu sangat tulus.Aku langsung sadar ternyat
“Nggak May ... Aku memang lagi ada tugas di luar kota, nanti begitu semuanya selesai aku segera kembali kok, aku akan datang jenguk Hana lagi." jawab Andi berusaha santai agar Maya tidak semakin curiga.“Bohong kan Mas, ada yang kamu sembunyikan dari aku dan Kak Devan.Kamu selama ini tetap kontakan sama Wini?” tanya Maya membuat Andi kaget, tapi sebisa mungkin Andi berusaha tetap tenang, sedangkan Devan langsung melihat Maya.‘Wini, Andi kontakan sama wini?’ ucap Devan dalam hati, sudah hampir tiga bulan ia tidak mendengar gadis lucu imut itu. Andi menggeleng sekilas lalu ia fokus melihat Hana, Maya yang melihat itu hanya tersenyum mengejek sambil menggeleng tidak habis pikir dengan Andi.“Mas ingin melihatku bahagia dengan Kak Devan, Mas tidak ingin melihatku menangis lagi, Mas ingin semuanya baik-baik saja.Namun itu semua cuma di mulut nyatanya Mas cemburu melihatku dengan Kak Devan, Mas nggak sanggup melihatku semakin hari semakin dekat dengan Kak Devan begini bukan yang Mas bil
Saat Andi hampir saja tertidur, Hana mulai serba salah dan merengek membuat Andi kembali membuka matanya.Ia melihat Maya sudah pulas sambil menggenggam erat tangannya.Perlahan ia melepaskan tangan Maya lalu ia beralih menggendong Hana karena jika tidak Hana pasti akan mengamuk seperti biasanya."Udah mainnya sayang, udah ngantuk?" ucap Andi mulai menimang-nimang Hana.Tapi bayi itu tidak langsung tidur melainkan serba salah seperti biasa mencari posisi ternyaman.Maya terjaga dari tidurnya mendengar suara Hana, ia melihat Andi sedang berusaha menenangkan putrinya."Mas." panggil Maya membuat Andi menoleh."Sini Hana biar aku susuin dulu." ucap Maya.Andi hanya mengangguk lalu merebahkan Hana di samping Maya, saat Maya hendak membuka kancing baju atasannya, tiba-tiba ia teringat ada Andi.Maya menoleh ke arah Andi membuat sang empu paham maksud Maya."Aku di ruang tengah aja." ucap Andi karena tahu pasti Maya malu menyusui Hana di depannya.Setelah Andi keluar, Maya langsung memberi
"Ya sudah, aku pamit dulu assalamualaikum." pamit Andi lalu ia bergegas pergi Maya masih mematung melihat punggung Andi yang mulai menjauh hingga laki-laki itu masuk ke dalam mobil.Disisi lain, sebelum menjalankan mobil Andi melihat sekilas ke arah Maya dan Devan ntah kenapa ia malah cemburu.Tanpa membuang waktu ia langsung meninggalkan tempat tersebut.***Hari demi hari berlalu, Andi sangat sibuk bekerja sehingga untuk menjenguk Hana pun ia sampe sering tidur di mobil.Hari ini adalah hari weekend, Andi sengaja pagi-pagi datang ke kontrakan Maya, ia ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama putrinya.Bagitu ia sampai alangkah kagetnya ia melihat Maya dan Devan sedang jogging di sekitar komplek kontrakan Maya.Sebenarnya ini bukan hal yang baru lagi namun ntah kenapa akhir-akhir ini Andi malah selalu cemburu melihat keduanya."Eh Andi, baru datang mau ikut olahraga nggak?" tanya Devan begitu melihat Andi."Nggak usah terima kasih, aku mau ketemu Hana dulu." jawab Andi berusaha
"Selama ini kamu membuntuti, Maya?" Devan bertanya sedikit tegas, Andi langsung paham jika Devan tidak suka ia langsung mengangguk sekilas."Tapi Di sepertinya niat kami tetap tidak akan berubah deh untuk menggugat ceraimu," lanjut Devan membuat Andi mematung sejenak lalu mengangguk."Aku tidak mempermasalahkan itu sedikitpun, apapun yang ingin kalian lakukan lanjutkan." jawab Andi datar berusaha menata hatinya.Ia langsung mencium Hana hanya pada bayi itu ia bisa melimpahkan isi hatinya."Em ... Aku bawa Hana ke depan dulu ya jalan-jalannkalian lanjutin aja dulu ngobrolnya," ucap Andi sambil berdiri lalu membawa Hana pergi.Setelah melihat Andi pergi Maya langsung menoleh ke arah Devan."Kak bagaimana dengan Wini? Apa Kakak tidak punya perasaan sedikitpun samanya?" tanya Maya serius.Devan langsung menyandarkan punggungnya di kursi plastik tersebut."Akan kupikirkan dulu lagi tapi bukan berarti ngasih kesempatan secepat itu sama Andi," jawab Devan membuat Maya langsung melihat Andi y
4 hari telah berlaluNamun Devan tak kunjung datang ke rumah Maya begitu juga dengan Andi.Karena terlalu penasaran Maya sampai nekat ke kantor Andintapi lagi-lagi usahanya gagal karena Andi sedang ada tugas di luar kota.Sedangkan Devan, Maya tidak berani menganggunya karena Devan sibuk operasi selama seminggu itu.Mau tidak mau Maya harus sabar menunggu keduanya mengunjungi Hana.***Disisi lain Andi tengah bersiap kembali pulang ke Indonesia sekarang ia tengah memandangi keindahan Singapura dari kamar hotelnya.'Andai aja bisa bawa Maya dan Hana kesini pasti lebih seru dan menyenangkan ditemani istri dan anak," ucap Andi dalam hati sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.Lama ia bergelut dengan pikirannya hingga tidak sengaja netranya menangkap seseorang yang tidak asing baginya ia melihat perempuan tersebut baru keluar mini market."Wini!" Andi tersadar ia langsung mengucek-ngucek berkali-kali sambil memicingkan matanyaTanpa membuang waktu ia langsung berlari k