Brug!Tiba-tiba saja paper bag di tangan Maya jatuh bersamaan dengan ia menutup mulutnya menahan tangis. Dua orang yang sedari tadi ia perhatikan kini menoleh menghadapnya setelah mendengar suara benda jatuh."Maya." ucap Andi kaget melihat wanita yang hampir satu tahun ini mengisi hidupnya.Walaupun Andi tidak menganggapnya ada tapi ia akui Maya selalu berusaha menjadi istri yang baik untuknya."Siapa dia Mas?" tanya wanita berambut panjang di sampingnya. Maya yang mendengar itu buru-buru mengambil paper bag lalu berjalan ke dekat mereka.Andi bak patung saat melihat mata Maya sudah merah.Seumur pernikahan mereka Andi memang tidak pernah peduli pada pada Maya.Tapi kenapa kali ini ia merasa aneh saat melihat wanita itu sedih."Ma--maaf Pak ini makanannya saya tidak sengaja menjatuhkannya."Maya berucap sedatar mungkin lalu menaruh paper bag di atas meja.Andi sama sekali tidak bisa berbicara ia hanya mampu melihat Maya."Kenalin Mbak saya Maya cateringannya Mas Andi." Maya mengul
Dengan sigap Andi menangkap Maya untuk pertama kalinya ia khawatir luar biasa pada wanita itu.Sedangkan Maya yang merasa tidak sakit langsung membuka matanya.Alhasil Maya hampir saja melompat melihat wajah Andi sangat dekat dengannya."Kamu bisa hati-hati nggak nanti kalo kamu jatuh gimana?" tanya Andi dengan tegas.Maya hanya menyunggingkan senyum lalu menatap mata elang suaminya itu."Kenapa gak di biarin jatuh aja sih Mas?" tanya Maya dengan santainya membuat rahang Andi mengeras."Kenapa? Mas takut aku dan bayi ini kenapa-kenapa atau kesakitan. Padahal tanpa Mas sadari rasa sakit yang sudah Mas berikan itu tidak akan ada apa-apanya dengan rasa sakit jika aku jatuh dari tangga.Mungkin aku akan pendarahan atau segala macam tapi itu cuma dalam beberapa waktu kemudian sembuh lagi.Sedangkan hatiku yang sudah terlanjur sakit ntah kapan akan bisa sembuh." terang Maya lalu membuang pandangannya. Lagi-lagi Andi hanya bisa mematung mendengar ucapan istrinya tersebut."Bisa gak pembaha
Andi langsung berdiri saat melihat Maya hampir terjatuh tapi seorang pria dengan sigap menahan kadua bahu Maya membuat Maya tidak jadi jatuh."Kamu tidak apa-apa?" tanya pria berpakaian Dokter itu Maya langsung menggeleng."Saya tidak apa-apa Mas makasih banyak sudah membatu saya." jawab Maya lalu sedikit menundukkan kepalanya.Dokter tersebut yang melihat Maya sangat sopan malah tersenyum."Gak usah formal gitu saya juga manusia biasa kok kalo lagi hamil gini jangan terlalu capek-capek ya." Saran Dokter tersebut yang di balas anggukan oleh Maya. Tidak jauh dari tempat mereka ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dengan raut tidak suka.Apalagi melihat Dokter tersebut tersenyum ke arah Maya membuat Andi mengepalkan tangannya di bawah meja.Apa sekarang dia cemburu? Bagaimana dengan Nora cinta pertamanya di bangku SMA yang kini mulai mengisi hari-harinya.***Sampai di belakang Maya buru-buru mencari Wini."Win." panggil Maya membuat Wini yang sedang menyusun makanan langsung m
"Berhenti kerja!" tegas Andi membuat Maya langsung tersenyum kecut lalu menyandarkan punggungnya ke sisi sofa kenapa Andi selalu membuatnya kesal."Mau kamu apa sih Mas? Kalo kamu ingin aku pergi bilang aja gak perlu dengan cara seperti ini semuanya salah, apa-apa salah." terang Maya.Andi langsung memijit pelipisnya melihat Maya yang begitu keras kepala."Kamu kerja buat a-" belum sempat Andi menyelesaikan ucapannya Maya langsung memotongnya."Buat biaya persalinan anakku jangan kira karena aku sebatang kara.Aku selalu bergantung samamu Mas, tidak! Kamu salah kamu memberiku uang setiap bulannya itu aku gunain untuk keperluan rumah dan dapur selebihnya aku taro di laci kamu.Aku nggak pernah foya-foya uang kamu Mas walau gini-gini aku sadar aku miskin cukup kamu kasih makan aku udah bersyukur.Selebihnya aku gak minta apa-apa aku gak pernah gunain uang kamu buat beli baju gak pernah. Baju gamis ibu hamil ini di kasih Wini Mas bukan aku yang beli.Jadi tolonglah Mas jangan melarang-l
Deg!Jantungnya kembali berdebar saat merasakan pergerakan bayinya yang begitu aktif.Dari awal kehamilan Maya ini kali pertama Andi menyentuh perutnya. Perlahan Andi mendekatkan telinganya ke perut Maya.Disisi lain Maya malah merasa risih dengan perlakuan Andi yang menurutnya sok romantis.Tapi Maya akui kram di perutnya perlahan hilang setelah di usap-usap oleh Andi.Hingga akhirnya ia tidak tau berapa lama Andi disitu karena matanya sudah ngantuk berat.***Keesokan harinyaMaya sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah.Sekarang ia tinggal menunggu Andi keluar dari kamar."Udah siap?" tanya Andi yang baru saja keluar dari ambang pintu kamar Maya hanya membalas dengan deheman.Sebenarnya ia tidak yakin dengan kerjaannya kali ini tapi apa boleh buat Andi selalu memaksanya.Pukul 7.50Mereka berangkat ke kantor di tengah jalan Andi menghentikan mobil membuat Maya heran lalu menoleh ke samping."Ayo turun." ajak Andi, Maya langsung mengangkat alisnya sebelah bingung dengan sik
"Loh Mbak Maya yang cateringannya Mas Andi bukan? Mbak kok bisa disini?" tanya Nora saat ia masuk ke dalam ruangan Maya hanya tersenyum lalu mengangguk."Pak Andi sangat baik sehingga ia menawarkan saya bekerja disini." puji Maya membuat Nora langsung mengangguk.Sedangkan Andi hanya diam memperhatikan keduanya secara bergantian."Iya tahu Mbak, Mas Andi itu orangnya nggak tegaan dia juga baik dan mudah banget kasihan." lanjut Nora membuat Maya mangut-mangut."Ayo Mas kita keluar nanti jam istirahat habis gak jadi makan lagi aku harus kembali ke butik banyak barang baru yang harus di promosiin." ajak Nora sambil menarik tangan Andi.Disisi lain Andi merasa tidak enak dengan Maya ia dapat melihat kilat kesedihan dimata wanita itu.Setelah keduanya pergi Maya langsung meregangkan tubuhnya perlahan.Lalu ia mengusap-usap perutnya, anaknya yang begitu aktif di dalam membuat Maya sangat bahagia.Segala kesedihannya selalu sirna begitu saja saat ia berbicara dengan bayinya."Laper nggak say
Maya yang mendengar itu langsung kaget dan kembali mundur.Jantungnya berdebar kencang hampir saja ia kecelakaan karena terlalu senang membeli rujak."Kamu nggak apa-apa?" tanya Andi tiba-tiba membuat Maya langsung mendongak lalu menggeleng."Nggak kok Mas ini kembaliannya." jawab Maya lalu menyodorkan uang kembalian rujak tersebut. Andi tidak menghiraukan ucapan Maya, ia langsung menarik tangan Maya membawanya menyebrang.Malam hari Maya keluar dari gudang ia melihat Andi sedang menonton televisi.Tanpa membuang waktu ia langsung menghampiri suaminya itu."Mas." panggilnya Andi langsung mendongak."Kenapa?" tanya Andi singkat.Maya langsung menyodorkan selembar uang merah membuat Andi mengangkat alisnya sebelah."Apa ini?" tanyanya bingung."Uang rujak tadi." jawab Maya polos.Belum sempat Andi ngomong tiba-tiba ponselnya berbunyi.Saat melihat siapa yang nelpon Andi langsung berdiri."Nggak usah pegang aja uangnya." jawabnya singkat lalu pergi menjauh dari Maya.Sedangkan Maya yang
Tanpa membuang waktu Andi langsung berlari keluar dari restoran.Lalu ia mengikuti jalan mencari rumah sakit terdekat.Disisi lain Dokter Devan masuk ke dalam ruangan menghampiri Wini."Bagaimana temanmu?" tanya Devan pada Wini.Wini langsung tersenyum walaupun matanya masih sembab."Terima kasih banyak Dokter kalo tadi tidak ada Dokter di restoran saya tidak tahu harus berbuat apa.Alhamdulillah Maya baik-baik saja ia sedang istirahat kecapean." jawab Wini dengan suara serak yang dibalas anggukan oleh Devan."Sama-sama, bayinya mana?" tanya Devan lagi.Belum sempat Wini menjawab suster datang sambil membawa bayi."Ini bayinya." ucap suster tersebut memberikannya pada Wini."Boleh saya gendong." ujar Devan ingin mengambil alih bayi itu dari tangan suster tersebut Wini mengangguk sambil tersenyum."Bayi yang cantik mirip ibunya." gumam Devan membuat Wini mangut-mangut."Dokter." panggil Wini yang dibalas deheman oleh Devan."Saya boleh minta tolong lagi nggak?" tanya Wini hati-hati mem