Bagaimana Masa Lalu Retsu Unohana Sebelum Dia Menjadi Kapten Divisi 4?

Selama lama aku mengumpulkan potongan-potongan cerita tentang Unohana, sampai akhirnya tersusun jadi gambaran yang kadang membuatku gelisah. Ada alasan kenapa banyak karakter di sekitarnya respect banget; dia bukan hanya ahli penyembuh, tapi juga pemimpin yang memahami sisi gelap manusia. Masa lalunya sebagai Kenpachi pertama bikin semua tindakannya terasa lebih berat: bukan karena ia lupa masa lalunya, melainkan karena ia memilih fungsi lain untuk dunianya.

Aku sering berpikir tentang motivasinya: apakah ia menekuni dunia medis untuk menebus perbuatan lama, atau karena ia menemukan kepuasan baru dalam menyelamatkan? Dari tafsirku, kedua hal itu berjalan beriringan. Transformasi itu bukan perubahan 180 derajat yang instan, melainkan proses panjang yang melibatkan introspeksi dan pengalaman bertahun-tahun. Dan ketika akhir cerita memaksa ia mengangkat pedang sekali lagi, itu terasa seperti kebebasan terakhir—memenuhi peran yang sempat ia tinggalkan, lalu menutup babak hidupnya dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang memahami sisi paling kelam dirinya sendiri. Aku merasa kisahnya kaya emosi dan filosofi tentang siapa kita sebetulnya.

Ngomongin Unohana selalu bikin diskusi jadi lebih seru, terutama soal bagaimana dia bisa berubah drastis dari sosok yang ditakuti menjadi simbol penyembuhan. Dari perspektifku yang suka ngulik lore, ada beberapa hal penting: dia pernah dikenal sebagai Kenpachi pertama, yang artinya dia adalah tipe petarung paling liar di masanya. Keganasannya bukan cuma gosip — manga menunjukkan bahwa dia memang menikmati duel sampai batas ekstrem.

Tapi yang menarik adalah transformasinya. Jadi kapten Divisi 4 bukan berubah begitu saja; dia menguasai teknik medis, strategi penyelamatan korban, dan kemampuan menenangkan battlefield. Itu menunjukkan sisi disiplin yang nggak kalah keras dari sisi berantemnya dulu. Ketika akhirnya ia bertemu lagi dengan kenyataan masa lalunya dalam pertempuran terakhir, terasa seperti babak penutup yang tragis tapi pantas: dia memilih untuk menghadapi apa yang pernah ia jadi, bukan melarikan diri. Aku selalu ngerasa itu elegan—ada keharmonisan antara kematian, penebusan, dan tujuan hidup.

Ada satu hal yang selalu mengusikku soal Unohana: bagaimana mungkin seorang yang dulunya haus darah bisa berubah total menjadi figur penyembuh? Menurut pengamatanku, kuncinya ada pada pilihan sadar. Di awal hidupnya ia dikenal sebagai Kenpachi pertama — judul yang menyiratkan bahwa ia memang hidup untuk bertarung dan menemukan kekuatan lewat pertumpahan darah. Itu identitas yang keras, dan meninggalkannya pastilah bukan perkara gampang.

Namun ia memilih jalan lain; mempelajari ilmu medis, memimpin Divisi 4, dan berperan sebagai penopang di balik operasi-operasi penyelamatan. Bukan berarti ia melupakan masa lalunya — justru ia menyimpan semua itu, mengolahnya jadi pengalaman yang memperkaya peran barunya. Ketika akhirnya ia menghadapi bagian gelap tersebut di duel terakhir, aku merasa itu adalah penutup yang kuat dan manusiawi: seseorang yang menutup lingkar kehidupan dengan berhadapan langsung pada asal dirinya sendiri. Kisahnya ninggalin kesan campur aduk—kagum, sedih, dan lega—buat aku pribadi.

Garis hidup Unohana selalu bikin aku merinding setiap kali aku membuka ulang bagian itu. Dulu dia bukan perawat lembut yang kita kenal di markas Divisi 4 — dia adalah Kenpachi pertama, seorang petarung yang haus darah yang mencari lawan terkuat demi kenikmatan bertarung. Di banyak catatan fandom dan beberapa panel di manga, jelas ia pernah menjelma jadi sosok yang brutal, tanpa belas kasihan, dan terkenal sampai orang-orang takut mendengar namanya. Ada aura legenda yang mengitari masa lalunya: seorang yang membunuh demi mencari makna kekuatan.

Perubahannya jadi kapten Divisi 4 terasa seperti cerita penebusan yang dalam. Aku suka membayangkan prosesnya — bagaimana seseorang yang terbiasa mencipta kehancuran kemudian mempelajari seni menyembuhkan, mengubah tangannya yang penuh darah menjadi tangan yang menyelamatkan nyawa. Namun sisi pejuang itu tidak hilang total; ia menyimpan memori dan kemampuan bertarung yang luar biasa di balik senyum lembutnya. Saat ia akhirnya mengungkapkan masa lalunya lagi di arc terakhir, menurutku itu bukan sekadar twist: itu penegasan bahwa identitas bisa kompleks, dan Unohana memilih peran yang paling berguna baginya, sampai waktunya untuk menghadapi bagian lain dari dirinya sendiri. Aku selalu merasa terharu sekaligus terkejut, karena transisinya begitu tumpang tindih antara penyesalan dan penerimaan.