Short
Antara Aku, Dia, dan Masa Lalu

Antara Aku, Dia, dan Masa Lalu

Oleh:  Bening Citra LenteraTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
15Bab
24.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Setelah Tia Lestari, teman masa kecil Andre Sonata, kembali duduk di kursi penumpang di sebelahnya, aku tidak ribut atau marah. Aku menurut dan duduk di kursi belakang, tepat di samping sahabat baiknya, Jimmy Tanusubrata. Saat mobil terguncang, lututku tanpa sengaja bersentuhan dengan pahanya yang kuat dan kencang. Aku sengaja tidak menarik kakiku, dan dia juga tetap diam. Di tengah perjalanan, kami melewati rest area. Tia merengek pada Andre agar menemaninya ke toilet. Begitu pintu mobil tertutup, Jimmy langsung meraih tengkukku dan menciumku dalam-dalam. Saat ciuman itu membuatku kehilangan akal sehat, satu pikiran melintas di benakku... Meragukan pria, memahami pria, menjadi pria... benar-benar sebuah kebenaran mutlak.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Setelah Tia Lestari, teman masa kecil Andre Sonata, kembali duduk di kursi penumpang di sebelahnya, aku tidak ribut atau marah. Aku menurut dan duduk di kursi belakang, tepat di samping sahabat baiknya, Jimmy Tanusubrata.

Saat mobil terguncang, lututku tanpa sengaja bersentuhan dengan pahanya yang kuat dan kencang.

Aku sengaja tidak menarik kakiku, dan dia juga tetap diam.

Di tengah perjalanan, kami melewati rest area. Tia merengek pada Andre agar menemaninya ke toilet.

Begitu pintu mobil tertutup, Jimmy langsung meraih tengkukku dan menciumku dalam-dalam.

Saat ciuman itu membuatku kehilangan akal sehat, satu pikiran melintas di benakku...

Meragukan pria, memahami pria, menjadi pria... benar-benar sebuah kebenaran mutlak.

***

Setelah Tia Lestari, teman masa kecil Andre Sonata, kembali duduk di kursi penumpang di sebelahnya, aku tidak ribut atau marah. Aku berbalik dan membuka pintu belakang mobil.

Namun, aku tertegun sejenak.

Tak kusangka Jimmy, si pria sibuk ini, juga ikut dalam perjalanan singkat ini.

Aku segera kembali tenang dan mengangguk padanya dengan sikap anggun.

Jimmy mengenakan kacamata, dengan sedikit kelelahan di wajahnya.

Dia mengangkat kelopak matanya, menatapku sekilas, lalu mengangguk sebelum kembali memejamkan mata.

Sementara itu, Tia, sambil mengenakan sabuk pengaman, menoleh ke belakang dan menatapku dengan ekspresi bangga.

“Kak Selly, aku mabuk perjalanan, jadi aku duduk di depan ya.”

Andre juga menoleh ke arahku. “Tia mabuk perjalanan, bersikaplah lebih lapang dada. Jangan terus-menerus ngambek karena hal-hal sepele seperti ini.”

Aku tertawa pelan. “Baiklah.”

Andre tampak sedikit terkejut, tetapi tidak berkata apa-apa lagi.

Karena Tia sudah lebih dulu menyodorkan roti yang sudah digigit ke mulutnya.

“Enggak enak, Mas bantu habisin, ya?”

Tanpa sedikit pun ragu, Andre memakannya dengan alami, seolah itu hal yang biasa.

Dari kaca spion, Tia melirikku sekilas, lalu menjulurkan lidahnya dengan senyum jahil.

Aku tidak menggubrisnya dan mengambil sebotol air soda, bersiap untuk membukanya.

Tapi tutupnya terlalu kencang. Aku mencoba memutarnya dua kali, tapi tetap tidak berhasil.

Sementara itu, di kursi depan, Tia sedang menyodorkan botol minumnya ke Andre dengan nada manja.

“Mas, beneran deh, aku nggak bisa buka.”

“Dari dulu kan Mas sudah tahu, tanganku ini paling nggak punya tenaga.”

Andre tampak menikmati perlakuan itu dan dengan mudah membukakan tutup botol untuknya.

Mereka berdua lalu bergantian minum dari botol yang sama, tanpa sedikit pun niat untuk menjaga jarak.

Aku merasa sedikit mual.

Saat hendak meletakkan botol airku...

Tiba-tiba, sebuah tangan terulur dari samping, mengambil botol air dari tanganku.

Di bawah lengan jas santai berwarna hitam, tampak sepotong kemeja abu-abu keperakan.

Kainnya membungkus erat pergelangan tangan pria itu yang ramping dan bersih.

Tangannya indah, jari-jari panjang dan ramping, dengan ruas yang tegas. Kuku-kukunya pendek dan rapi.

Di bawah cahaya yang memantul melalui jendela mobil, jemari itu tampak seperti pipa giok yang halus dan berkilau.

***

Saat aku masih tertegun, Jimmy sudah membuka tutup botolnya dan mengembalikannya padaku.

Musik di dalam mobil tepat waktu mengalun. Aku buru-buru menerimanya dan berbisik, “Terima kasih.”

Jimmy mengangguk sedikit, lalu kembali memejamkan mata.

Dia mungkin baru saja turun dari meja operasi setelah shift malam.

Di bawah matanya, samar terlihat guratan merah kelelahan.

Aku menyesap air perlahan.

Mobil melaju dengan stabil, memasuki jalan utama.

Sebentar lagi Tia akan berulang tahun.

Andre sengaja mengatur perjalanan singkat ini untuk merayakannya dengan baik.

Kami pergi dalam kelompok kecil, sekitar tujuh atau delapan orang, dengan tiga mobil menuju resor pemandian air panas seratus kilometer dari sini.

Belum lama perjalanan dimulai, Tia sudah hampir menempel sepenuhnya pada Andre.

Musik diputar cukup keras, membuat percakapan mereka tak terdengar jelas.

Tapi dari ekspresi mereka, jelas terlihat betapa asyiknya mereka mengobrol.

Belakangan ini, karena berbagai tindakan mereka yang kelewat batas, aku dan Andre sudah berkali-kali berselisih.

Andre pernah bilang kalau dia akan lebih berhati-hati lain kali.

Tapi begitu bertemu Tia, semua janji itu langsung lenyap entah ke mana.

Tiba-tiba aku merasa semua ini benar-benar tidak ada gunanya.

Aku menunduk, tertawa kecil menertawakan diri sendiri, lalu memalingkan wajah ke jendela.

Jalanan gunung berkelok-kelok, sesekali ada batu kecil yang menggelinding di aspal.

Mobil sedikit terguncang, membuat tubuhku tak sengaja miring.

Lututku yang terbuka di bawah rok pun bergesekan dengan paha Jimmy.

Menempel erat.

Refleks, aku hendak menarik diri.

Tapi saat itu juga, mataku menangkap bekas kemerahan samar di sisi leher Tia.

Bahkan orang bodoh pun tahu itu bekas ciuman.

Siapa yang meninggalkannya, sudah jelas tanpa perlu dijelaskan.

Dalam sekejap, perasaan di dadaku membuncah.

Aku pun mengurungkan niatku untuk menjauh, dan membiarkan semuanya begitu saja.

***

Saat itu juga, Jimmy membuka matanya.

Dia menatapku.

Aku berpura-pura tenang, menatap lurus ke depan, tidak membalas tatapannya.

Namun, lututku yang menempel di sisi pahanya justru tanpa disadari menekan lebih erat.

Hanya terpisah oleh kain celana bahan yang tipis.

Aku bisa merasakan dengan jelas ototnya yang kencang dan panas membara.

Gelombang demi gelombang kehangatan menjalar ke seluruh tubuhku.

Ujung-ujung sarafku seolah tersengat listrik.
Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
ElThere
suka suka suka
2025-06-08 17:10:43
0
15 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status