Keributan pecah di rumah sakit. Keluarga pasien mengamuk, pisau terhunus dan diayunkan membabi buta. Refleks, aku mendorong suamiku, Elvano Wiratama, agar selamat. Namun, bukannya menghindar, dia justru menarik tanganku, menjadikanku tameng hidup demi melindungi adik juniornya. Pisau itu menembus perutku. Dan seketika… bayi kecilku yang baru saja terbentuk, hilang untuk selamanya. Saat para rekan dokter histeris berusaha membawaku ke ICU, suamiku malah menarik tubuhku jatuh dari brankar. Wajahnya dingin tanpa rasa iba. “Selamatkan dulu juniorku!” bentaknya bengis. “Kalau dia sampai celaka, kalian semua…akan kupecat!” Suasana membeku. Semua mata terbelalak, kaget sekaligus marah. “Elvano, kamu sudah gila! Lihat dia… dia cuma lecet sedikit, sementara istrimu… dia sekarat!” Aku menahan darah yang terus mengalir dari perutku. Aku mengangguk pasrah. “Nggak apa-apa… lakukan saja… begitu,” ucapku lirih, nafasku berat. Elvano, setelah utang ini terbayar, aku tak lagi berutang apa pun padamu.
View MoreMendengar semua itu, aku merasa lega.Maira… dia bukan hanya mencelakai nenek, tapi juga membunuh anakku. Bahkan menyeret dua pasien tak berdosa ke liang lahat.Empat nyawa!Seandainya dia mati seribu kali pun, rasanya takkan cukup untuk menebus semua dosa itu.Namun, aku tak mau larut. Aku takkan membiarkan hal ini menggangguku terlalu lama. Fokusku kembali ke dunia medis, menimba ilmu, dan memperbaiki diri.Namun, setengah tahun kemudian… angin tak lagi tenang.Elvano tiba-tiba muncul kembali di hadapanku.Saat itu menjelang Natal, aku sedang di supermarket, sibuk mengatur pesta kecil bersama beberapa teman. Di tengah keramaian, matanya langsung berbinar begitu melihatku.Dia berjalan cepat ke arahku. Aku tidak lari, apalagi bersembunyi. Karena sejak awal, aku tidak berbuat salah, tidak pernah berhutang padanya.Elvano berhenti satu meter dariku, ragu melangkah lebih dekat.Tubuh tegapnya dulu kini tampak kurus, wajah pucat, sorot matanya redup. Dari pria penuh pesona, dia berubah me
Maira.Nama itu sudah lama tak terdengar… tapi tak pernah hilang dari ingatanku. Dia yang telah merenggut anakku.Dan sekarang… dia sudah menerima balasannya.Aku menikmatinya dalam diam.Di ujung telepon, Livia menceritakan dengan antusias.“Masih ingat waktu kamu pergi ke luar negeri, polisi sedang memburu Maira?”Aku mengangguk.“Ingat.”Saat itu aku baru saja berhasil mengumpulkan bukti, tapi belum sempat melapor, aku sudah terluka parah dan harus dirawat di rumah sakit. Akhirnya, justru Elvano yang lebih dulu melaporkannya.Livia terkekeh sinis.“Si pelakor itu memang licik. Dia nggak tahan menghadapi tekanan pengejaran polisi, tapi juga nggak mau habiskan sisa hidupnya di penjara. Akhirnya, dia pakai jasa penyelundup buat kabur ke luar negeri.”Sebelum pergi, Maira menjual tiga mobil mewah hadiah dari Elvano. Bertahun-tahun dimanja, membuatnya mengeruk banyak harta. Dia pikir dengan uang itu, hidupnya akan nyaman di negeri asing.Namun siapa sangka? Penyelundup yang dia percaya j
Orang bilang, mulut orang mabuk selalu berkata jujur.Dulu, mungkin dia pernah menyukaiku. Tapi itu hanya perasaan ringan, seperti angin yang mudah dihempaskan.Cukup dua kalimat dari Maira, dan semuanya lenyap tak berbekas.Ya, aku sakit parah sampai harus dirawat di rumah sakit. Semua karena hasutan Maira.Namun, kalau saja Elvano tak begitu mudah percaya padanya, semua ini takkan terjadi.Mereka… sama busuknya.Aku naik taksi pulang ke vila tempat aku dan Elvano tinggal selama tujuh tahun.Semua barang milikku, aku kemas habis.Sebagian adalah pakaian dan hadiah yang dia berikan di awal pernikahan.Sebagian lagi adalah barang rumah tangga dan perabot yang kusediakan sendiri.Tapi kalau ditanya apa yang benar-benar milikku… hampir tak ada.Aku tak mau membawa apa pun. Aku meminta asisten rumah tangga untuk membakarnya.Benda-benda yang menyimpan kenanganku selama tujuh tahun, pahit maupun manis, biarlah semuanya lenyap dalam satu kobaran api.Sama seperti perasaanku padanya. Terbakar
Luka yang kuterima waktu itu cukup parah. Aku harus berbaring di rumah sakit hampir dua bulan penuh sebelum akhirnya pulih total.Selama itu, Elvano nyaris meninggalkan semua pekerjaannya hanya demi menjengukku setiap hari.Setiap kali datang, Livia selalu melemparkan sindiran pedas. Anehnya, pria yang biasanya angkuh itu benar-benar menahan diri, hanya untuk bisa melihatku sebentar saja.Sayangnya, aku tak pernah sekalipun membukakan pintu untuknya.Livia tahu betul betapa dulu aku pernah menyukai pria itu. Dia menatapku serius, lalu berkata dengan tegas, “Kalau sampai kamu balikan sama dia, aku akan langsung putus hubungan sama kamu!”Aku hanya tersenyum dan mengangguk.“Tenang saja. Saat tersadar waktu itu, hal pertama yang kulakukan adalah mengajukan cerai.”Livia mengernyit, berdercak kesal.“Tapi lihat caranya… terus datang ke sini tanpa henti. Aku ragu dia mau melepaskanmu dengan mudah.”“Nggak masalah. Kalau dia nggak mau tanda tangan, aku bisa gugat. Ada jalur hukum.”Di rumah
Elvano menatap seksama, lembar demi lembar bukti lama itu.Semakin dibaca, wajahnya makin kelam, nyaris hitam legam.Saat aku kembali sadar, tubuhku lemah tak berdaya.“Sayang… akhirnya kamu bangun!”Aku menoleh. Elvano duduk di sisi ranjang dengan wajah berbinar penuh bahagia. Dia nyaris tak bisa menahan diri untuk memelukku. Namun pada detik terakhir, lengannya terhenti di udara. Dia hanya berani menggenggam tanganku, itu pun dengan hati-hati.Aku segera menarik tanganku menjauh.“Kenapa? Kecewa karena aku belum mati? Atau… masih ingin membela Maira?”Nada suaraku setajam pisau.Sorot mata Elvano langsung menegang, dipenuhi penyesalan.“Sayang, jangan begini sama aku… aku tahu kamu marah, maki aku sesukamu. Oh iya, kamu lapar? Haus? Atau ada yang sakit?”Jujur… yang paling menyakitkan adalah melihat wajahnya.Dia berdiri, menuangkan air ke dalam gelas. Aku mengernyit jijik. “Sudah cukup. Nggak perlu pura-pura peduli, Elvano. Kita cerai saja.”Tangannya bergetar, air panas tumpah men
Elvano tersentak, menoleh pada wanita paruh baya itu.“Maaf, Tante… ini salahku, membuat Maira menderita.”Nada suaranya lembut, wajahnya penuh rasa bersalah.Dia berbalik dan kembali menarikku.Tarikan kasar itu membuat jahitan di perutku terbuka lagi, darah hangat merembes membasahi pakaian.Sakit yang tak tertahankan membuatku langsung pingsan.Elvano seakan tak peduli, menyeretku keluar layaknya bangkai anjing.“Aruna, kamu nggak kapok, ya? Bikin drama besar-besaran, ujung-ujungnya nggak ada apa-apa!”“Kalau kamu pikir pura-pura sekarat bisa lolos dari kesalahanmu melukai Maira, kamu naif!”Elvano menertawakanku dengan sinis. Tiba-tiba, Livia muncul setelah berhasil menyiapkan ruang ICU. Melihat apa yang terjadi, wajahnya memerah karena marah.“Elvano! Demi selingkuhanmu, kamu sampai tega mau membunuh istrimu sendiri?”“Coba lihat! Dia berdarah lagi! Kamu buta, ya?”Bentakan itu membuatnya tersentak. Namun, bukannya sadar, dia justru menendang perutku dengan kesal.“Livia, sampai
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments