3 Answers2025-10-14 18:39:03
Gue selalu inget betapa absurd dan epiknya momen Pica di 'One Piece'—besar, tersembunyi di balik batu, dan seolah-olah tanpa titik lemah. Menurutku, dalam manga lawan terberat Pica jelas Zoro. Bukan cuma karena Zoro yang akhirnya mengalahkannya, tapi karena cara pertarungan itu berjalan: Pica menguasai medan dengan kemampuan Ishi Ishi no Mi, menyatu dengan batu dan memanjangkan tubuhnya ke seluruh kastil Dressrosa. Itu bikin pertarungan jadi semacam teka-teki ruang besar; bukan duel satu lawan satu biasa, melainkan pengejaran di lahan yang berubah-ubah di mana musuh bisa muncul dari mana saja.
Zoro di sisi lain nggak cuma andal memotong; dia punya insting medan tempur dan ketahanan psikologis yang bikin dia cocok melawan tipe seperti Pica. Dia harus terus mengejar, menilai struktur batu yang tampaknya tak bisa dicederai, dan akhirnya menemukan titik lemah yang memungkinkan dia memotong esensi Pica. Di manga, momen itu terasa manis karena Zoro nggak hanya mengandalkan kekuatan kasar, tapi juga ketajaman strategi bertarung—bahwa dia mampu membaca pola gerak Pica yang tersebar di bentang batu raksasa.
Kalau cuma lihat fakta murni, Zoro memang yang paling berat buat Pica karena kombinasi adaptasi, teknik, dan determinasi yang dibutuhkan untuk menghadapi musuh sebesar itu. Aku selalu suka adegan itu karena menunjukkan sisi Zoro yang sabar dan pragmatis—bukan sekadar beradu otot, tapi menang karena ketekunan dan insting pendekar. Bagi fans, itu salah satu duel paling memuaskan di arc Dressrosa. 
3 Answers2025-10-14 16:03:00
Melihat Pica di Dressrosa selalu bikin bulu kudukku berdiri — dia bukan sekadar anak buah, dia simbol betapa mengerikannya kendali Donquixote Doflamingo terhadap bawahannya. Di 'One Piece' Pica adalah salah satu eksekutif penting dalam keluarga Donquixote, setara dengan nama-nama seperti Diamante dan Trebol; dia bertindak sebagai tangan besi yang mengeksekusi perintah Doflamingo tanpa banyak bicara.
Pica jelas bukan keluarga biologis Doflamingo, melainkan bawahan yang setia. Hubungan mereka lebih mirip bos dan komandan loyal: Doflamingo memberi perintah, Pica melaksanakan dengan brutal. Kemampuan buah iblisnya, Ishi Ishi no Mi, membuatnya menjadi ancaman yang bisa menyatu dengan batu dan mengendalikan medan perang, sehingga cocok dipakai oleh Doflamingo untuk menjaga teritori Dressrosa dan menakut-nakuti warga. Dia menjalankan tugasnya dengan profesionalisme sadis — dingin, efisien, dan tanpa ampun.
Di sisi emosional, aku ngerasa Pica memancarkan rasa hormat yang campur takut kepada Doflamingo. Dia memperlihatkan loyalitas total, tapi bukan karena kasih sayang; lebih ke penegasan struktur kekuasaan dan mungkin keuntungan yang didapat dari berada di sisi orang kuat. Kekalahan Pica oleh Zoro jadi bukti bahwa kekuatan individu bisa mengguyurkan fondasi tirani, tapi selama Doflamingo berkuasa, Pica jelas adalah salah satu pilar yang membuat rezimnya bertahan. Itu yang bikin perannya menarik sekaligus ngeri.
3 Answers2025-10-14 04:58:26
Nggak bisa bohong, Pica itu selalu bikin jantung dag dig dug pas nonton arc 'One Piece' yang dia muncul.
Daya utamanya berasal dari buah iblis yang dimakannya, yaitu 'Ishi Ishi no Mi' — kemampuan yang membuat dia bisa menyatu dengan batu dan mengendalikan semua batu yang dia sentuh. Yang paling ikonik adalah bagaimana dia tidak cuma mengubah badannya jadi batu, tapi menyebarkan kesadaran dan wujudnya ke seluruh struktur batu di area sekitarnya. Jadi dia bisa muncul dari dinding, lantai, patung, atau bahkan gunungan batu untuk menyerang atau bertahan. Dalam pertarungan itu terasa seperti lawan kita tiba-tiba bisa mengubah medan jadi tubuhnya sendiri.
Secara praktis ini memberi dia jangkauan amat luas dan opsi serangan yang kreatif: serangan jarak jauh, jebakan, hingga membuat tubuh batu raksasa yang punya kekuatan fisik luar biasa. Kekurangannya jelas juga—kecepatan mobilitasnya rendah, dia butuh batu sebagai medium, dan kalau lawan bisa memaksa kontak langsung ke titik pusat kesadarannya atau menghancurkan batu di mana dia berada, Pica jadi rentan. Aku selalu kagum sama cara Oda menggambarkan bagaimana kekuatan lingkungan bisa jadi karakter tersendiri lewat Pica.
3 Answers2025-10-14 14:13:36
Pica menurutku itu karakter yang keren tapi punya lubang besar di gaya bertarungnya—dan it bukan soal kekuatan mentahnya. Buah iblisnya yang bisa menggabungkan tubuhnya ke batu sungguh epik, bikin dia bisa mengendalikan medan dan muncul sebagai gunung raksasa. Tapi fans sering bilang kelemahan terbesarnya adalah mobilitas dan prediktabilitas. Ketika kamu bisa melihat dan meraba bentuk batu besar, opsi serangannya jadi mudah terbaca: dia mengandalkan massal dan jarak jauh, bukan manuver cepat atau serangan licik.
Di sisi lain, kesadaran Pica yang menyebar ke banyak struktur batu juga membuatnya rapuh secara strategis. Lawan yang cukup cerdik bisa mengecohnya dengan fokus pada menemukan tubuh aslinya atau memecah konsentrasi manifestasinya. Itu terlihat waktu di arc besar, bagaimana koordinasi dan pengamatan bisa memaksanya membuat kesalahan. Selain itu, fans sering debat soal seberapa efektifnya batu terhadap Haki dan serangan yang benar-benar kuat—intinya, dia tahan banting, tapi bukan kebal. Jadi kelemahan utamanya menurutku: terlalu bergantung pada ukuran dan keteguhan, yang bisa dimanfaatkan oleh karakter cepat, pengamat tajam, atau teknik yang bisa menghentikan koneksinya ke medan batu. Aku suka desain dan gimmick-nya, tapi dari perspektif duel murni, dia mudah jadi target strategi yang terpola—dan itu bikin pertarungannya terasa agak satu dimensi dibanding musuh-musuh lain di 'One Piece'.
4 Answers2025-10-14 08:46:03
Masih membekas di kepalaku adegan ketika Pica tiba-tiba muncul sebagai bagian dari lanskap, lalu berubah jadi tubuh raksasa dari batu—itu benar-benar momen yang bikin meremang. Aku nonton ulang adegan itu berkali-kali karena cara visualnya diadaptasi: bukan sekadar musuh besar, tapi Pica literally menjadi kota, jalan, dan bangunan; rasanya seperti semua hal yang rusak punya suara dan keinginan sendiri. Konsep Devil Fruit-nya, yang membuat dia bisa menyatu dan mengendalikan batu, dimanfaatkan sampai batas maksimal oleh Oda.  
Saat Zoro mulai mengejar dan menebas tubuh batu itu, aku merasa deg-degan bukan karena darah atau ledakan, tapi karena skala dan ketekunan Zoro. Setiap tebasan bikin batu terpecah, dan perlahan kepingan kecil mulai terlihat seperti sisa diri Pica—ada ketegangan tentang bagaimana caranya mengalahkan musuh yang menyebar ke seluruh kota. Reaksiku waktu itu campur antara kagum dan simpati untuk warga Dressrosa yang jadi korban panggung raksasa itu.  
Selain aksi, momen itu juga menonjolkan identitas Zoro: ketabahan, fokus tanpa perlu banyak dialog, dan kemampuan bertahan melawan musuh yang seolah tidak memiliki titik lemah jelas. Buatku, adegan Pica adalah contoh sempurna kenapa 'One Piece' sering terasa epik—bukan karena skala semata, tapi karena cara emosional dan visualnya terasa terpadu. Masih suka mikirin gimana detail kecil seperti debu dan puing di latar bikin adegan itu terasa hidup tiap kali kubaca ulang 'Dressrosa'.
3 Answers2025-10-14 17:52:49
Pica selalu muncul di ingatanku tiap kali membayangkan sisa-sisa kekacauan Dressrosa — sosok besar yang bisa jadi duri di sisi cerita kalau Oda mau memanfaatkannya lagi.
Aku mikir kemungkinan terbesar adalah kemunculan kembali Pica bukan sebagai villain utama, melainkan sebagai alat narasi. Dia punya kemampuan untuk berbaur dengan medan lewat tubuh batu, jadi secara visual dan taktis masih menarik untuk dipakai kapan saja: penyergapan mendadak, sabotase, atau sekadar cameo yang menunjukkan bahwa dunia setelah Doflamingo belum sepenuhnya tertata. Oda sering menaruh benang merah kecil dari arc terdahulu, bukan untuk langsung menjadi arc baru, tapi untuk menegaskan konsekuensi peristiwa besar.
Kalau dilihat dari sisi hubungan karakter, Pica agak terisolasi tanpa Doflamingo—itu bisa jadi alasan bagus untuk Oda menaruhnya di jalur lain: melarikan diri dari penjara, disewa oleh pihak lain, atau muncul lagi di arena konflik sampingan yang memperkuat ancaman regional. Aku juga membayangkan momen Zoro vs Pica yang belum sepenuhnya 'tuntas' secara narasi; sebuah pertemuan ulang dengan stakes yang lebih personal bakal seru. Intinya, kemungkinan kemunculannya tetap ada dan tergantung kebutuhan cerita; Oda terkenal suka menabung karakter buat payoff di saat yang tak terduga. Aku sih berharap Pica muncul lagi, tapi selektif—kalau cuma untuk nostalgia tanpa tujuan, mending nggak usah, biar efeknya tetap terasa saat benar-benar dipakai.
3 Answers2025-10-14 21:04:08
Selalu ada bagian cerita yang terasa seperti puzzle, dan buatku Pica adalah salah satunya. 
Aku ingat betapa anehnya realisasi itu saat menonton ulang 'One Piece'—Pica bukan sekadar musuh yang muncul di arena, dia adalah personifikasi strategi Doflamingo: dikirim untuk menguasai, menyatu dengan lingkungan, lalu mengintimidasi dari balik tirai. Dia adalah anggota puncak keluarga Donquixote yang menempati posisi penting di Dressrosa setelah Doflamingo mengambil alih pulau itu. Kekuatan buah Ishi Ishi no Mi (Stone-Stone Fruit) membuatnya bisa menyatu dengan batu dan mengendalikan struktur batuan; yang paling menakutkan, dia bisa menyebar di seluruh pulau lewat dinding dan jalan batu, jadi selama bertahun-tahun dia benar-benar hidup di dalam arsitektur Dressrosa, memanipulasi bentuk dan ukuran batu sampai orang nggak ngeh bahwa musuh besar itu ada di antara mereka. 
Asal-usul pribadinya sebelum bergabung ke kru Donquixote tetap samar—manga dan anime nggak memberi flashback khusus. Karena itu aku sering membayangkan dua kemungkinan: pertama, dia mungkin direkrut karena kekuatan fisik dan ketenangan yang cocok untuk tugas-tugas pengamanan jangka panjang; kedua, dia bisa saja datang dari latar belakang yang erat kaitannya dengan pertambangan atau pembangunan—seseorang yang memang nyaman berurusan dengan batu. Yang jelas, gaya bertarung dan metodologinya (menyamar sebagai bagian dari lingkungan, menyerang dari tempat yang tak terduga) mempertegas peranannya sebagai pedang di balik tahta Doflamingo. Itu yang membuat karakternya berkesan buatku—lebih dari sekadar otot, dia adalah ide: kekuasaan yang berbaur dengan tanah sendiri.
3 Answers2025-10-14 18:46:45
Desain Pica di 'One Piece' tuh selalu terasa seperti gabungan antara mitologi patung batu dan estetika teatrikal — itu kesan pertama aku waktu melihat dia muncul di Dressrosa. Aku suka cara Oda bermain dengan proporsi: badan Pica yang jangkung dan kaku bikin dia terlihat seperti patung hidup, bukan sekadar orang besar. Kemampuan buah iblisnya yang mengubah dan menguasai batu (yang bikin dia bak raksasa batu) memperkuat citra itu, jadi desainnya nggak cuma untuk tampilan keren, tapi juga benar-benar mendukung konsep kekuatannya.
Kalau dipikir lebih jauh, ada beberapa elemen yang keliatan seperti referensi seni klasik dan modern sekaligus. Topeng atau helm yang menutupi muka Pica, pose-pose dramatis saat dia muncul, sampai tekstur tubuhnya yang seperti pahatan — semua itu ngasih nuansa 'patung museum' yang diam tapi mengancam. Oda sering memulai dari satu konsep kuat (misalnya 'patung hidup') lalu menambahkan detail unik supaya nggak klise, dan Pica terasa sebagai hasil olahan tersebut: sederhana tapi memorable.
Akhirnya, menurutku Pica juga cocok dari sisi narasi: sosok dingin dan nyaris tanpa emosi yang bergerak pelan tapi berbahaya. Desainnya bikin dia mudah dikenang di antara anggota Kru Donquixote yang flamboyan, karena Pica tampil sebagai kontras — tenang, masif, dan penuh ancaman. Itu yang bikin dia jadi villain yang nggak cuma kuat secara kekuatan, tapi juga kuat dari sisi visual.