Patah Hati Jam 4 Pagi
Pukul 4 pagi, suamiku, Arvian, membangunkanku dengan lembut.
Suaranya lembut, "Elisa, sayang, bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"
Tapi kata-katanya berikutnya menghancurkan semua harapan. "Selina lapar. Buatkan dia sup ikan."
Selina adalah pembantu kami, dan dia juga selingkuhan Arvian yang sedang hamil.
"Aku baru saja mendapat ikan yang segar. Pergi ke dapur dan buatkan semangkuk sup untuknya. Khusus untuk pewaris Keluarga Mahendra."
Aku menolak dengan suara yang dingin.
Amarahnya pun menyala dalam sekejap.
"Jangan keterlaluan, Elisa."
"Apa membuat sup itu terlalu sulit bagimu?"
Aku menggeleng dan tetap diam.
Tangannya mengusap pipiku, dan senyum merendahkan tersungging di bibirnya.
"Baiklah, Elisa. Jadi kau sudah berani menentangku sekarang."
"Pikirkan baik-baik, Elisa. Apa kau benar-benar ingin tetap menjadi bagian dari Keluarga Mahendra?"
"Dan posisi sebagai pengacara keluarga? Pikirkan apa kau masih menginginkan semua itu... lalu beri aku jawabanmu."
Melihat kesombongan di matanya, sisa cinta terakhirku padanya pun lenyap.
Aku mengeluarkan ponsel dan menekan nomor yang sudah lama tak kuhubungi. "Aku ingin keluar dari Keluarga Mahendra."